Ibrahima Konate, Super Saiya Milik RB Leipzig

Foto: Twitter RB Leipzig

RB Leipzig mengakhiri 1.Bundesliga 2018/2019 di peringkat ketiga klasemen, terpaut 12 poin dari juara, Bayern Munchen. Sejak terdaftar sebagai peserta 1.Bundesliga pada 2016/2017, RBL selalu berhasil mencuri perhatian. Entah itu karena kontroversi klub mereka yang disokong salah satu perusahan minuman energi terbesar dunia, RedBull, ataupun karena penampilan mereka di atas lapangan yang berhasil memberi ancaman kepada Die Roten. Ini membuat 1.Bundesliga kian berwarna, tidak sekadar Bayern dan Borussia Dortmund semata.

Talenta-talenta RBL yang mereka datangkan dari RedBull Salzburg biasanya jadi sorotan utama. Entah itu Peter Gulacsi, Bernardo, Dayot Upamecano, atau Naby Keita. Semuanya menjadi incaran berbagai klub Eropa. Bahkan Gulacsi yang pernah gagal di Liverpool jadi incaran Arsenal dan Chelsea setelah tampil impresif di Leipzig.

Pada bursa transfer musim panas 2019, nama Upamecano jadi salah satu pemain yang paling diincar dari RB Leipzig. Menurut rumor yang beredar, pemain berusia 20 tahun itu masuk ke dalam daftar incaran Manchester United, Bayern Munchen, FC Barcelona, dan Southampton.

Melihat rekor pertahanan RB Leipzig yang hanya kebobolan 29 gol dari 34 pertandingan, terbaik di 1.Bundesliga 2018/2019, wajar jasa Upamecano diincar berbagai klub. Barcelona bahkan kabarnya sudah siap memberi 100 juta euro untuk mantan juara Piala Eropa U17 itu. Tapi Upamecano sebenarnya bukanlah bek terbaik yang dimiliki RBL.

Ia hanya main 22 kali sepanjang musim. Ralf Rangnick kehilangan jasa Upamecano karena cedera lutut sejak akhir Januari 2019. Tanpa kehadiran Upamecano, bek muda Prancis lainnya, Ibrahima Konate, menjelma menjadi tembok utama RBL. Tampil selama 3.666 menit sepanjang musim, Konate adalah pemain yang paling sering merumput untuk RBL di 2018/2019.

Peka Sejak Muda

Foto: MaLigue2

Lahir di Paris pada 25 Mei 1999, Konate memiliki keturunan Mali dari keluarganya. Menurut sejarah, pemain keturunan Mali bukanlah yang terbaik dalam deretan pemain keturunan Afrika di Prancis. Mali bukan Algeria yang memberikan Adil Aouchiche dan Zinedine Zidane kepada Prancis. Pemain terbaik yang pernah mereka berikan untuk Prancis mungkin hanya Moussa Dembele.

Didatangkan dari FC Sochaux pada musim panas 2017, Konate awalnya hanyalah pelapis untuk Upamecano. Tapi berkat cedera yang dialami Upamecano, ia menjadi pemain terbaik di lini pertahanan RBL. Talenta Konate sebenarnya sudah tercium sejak masih di akademi Paris FC.

Ia tidak pernah absen untuk Paris FC dan akhirnya menarik minat Sochaux, Rennes, dan SM Caen. “Tiga kesebelasan itu menawarkan tempat untuk saya. Setelah mengunjungi tempat latihan mereka, saya memilih Sochaux. Fasilitas ketiga sebenarnya tidak berbeda jauh. Tapi Sochaux adalah yang pertama datang untuk saya,” kata Konate.

Konate hanya tampil 13 kali untuk Sochaux. Dalam waktu singkat ia sadar bahwa dirinya tidak bisa berkembang di sana. RB Leipzig pun dipilih jadi pelabuhan berikutnya. “Saat itu kondisi Sochaux seperti ada dalam kabut. Pemilik klub tidak pernah berkunjung saat kami latihan. Mereka ingin mengganti nakhoda klub dan saya merasa tidak akan mendapatkan kesempatan di bawah arahan yang baru,” aku Konate.

“Koln, Toulouse, dan Lyon juga meminati saya. RB Leipzig adalah pilihan terbaik karena mereka sudah teruji dalam mengasah kemampuan pemain muda seperti Upamecano. Fasilitas klubnya juga luar biasa,” lanjutnya.

Seorang Super Saiya

Memulai kariernya sebagai gelandang, Konate merasakan masa-masa terbaiknya di lini belakang. “Saya awalnya didatangkan Sochaux sebagai gelandang. Tapi setelah melihat fisik, kemampuan teknis, dan kecepatan yang saya miliki, mereka mulai mengajarkan cara jadi bek. Saya belajar soal antisipasi dan konsentrasi. Itu fokusnya karena masalah operan membangun serangan sudah ada sejak dulu,” kata Konate.

“Saya tidak pernah melihatnya panik. Konate memiliki rasa percaya diri yang luar biasa,” puji mantan rekannya di akademi Sochaux, Victor Glaentzin. “Terkadang saya takut melihat dirinya. Ia jarang berbicara dan banyak pujian datang. Saya takut hal itu memakan potensi yang ia miliki. Pasalnya, ia punya semua kualitas yang dibutuhkan untuk menjadi pemain besar,” tambah Ismael Bamba yang menanagani Konate di Sochaux U14.

Untungnya, ketakutan Bamba itu tak terjadi. Konate memperlihatkan bahwa dirinya bisa menahan diri dan fokus ke pertandingan. “Sejak kecil ada satu hal yang mempengaruhi diri saya. Itu adalah Dragon Ball Z. Setiap kali masuk ke lapangan, saya akan ada dalam mode ‘super saiya’,” katanya.

Berbagai kesebelasan boleh mengicar Upamecano. Barcelona silahkan saja mengeluarkan 100 juta euro untuk Upamecano. Tapi mereka tidak akan mendapatkan bek terbaik RBL. Mereka tidak akan mendapatkan seorang ‘super saiya’: Ibrahima Konate!