Perilisan seragam baru Arsenal yang mulai tahun ini disponsori Adidas menarik perhatian. Selain desain retro yang klasik sekaligus modern, promosi jenama pakaian asal Jerman ini menimbulkan rasa penasaran. Acap kali dalam bagian promosi, sosok pemain muda Reiss Nelson diberi porsi perhatian yang lumayan banyak.
Misalnya, pada video perkenalan seragam tandang yang mengusung tema ‘Kuning Pisang’, Selasa (16/7) Nelson bersanding dengan legenda Ian Wright. Pemain berusia 19 tahun ini semacama diberi ‘wejangan’ oleh Wright yang mengajaknya menonton video cuplikan pertandingan Arsenal era lampau. Melalui layar televisi cembung, Nelson diingatkan lagi seberapa agung klub London utara tersebut.
Sebelumnya, Nelson juga menjadi penyambut kedatangan bintang NBA, James Harden saat dia mengunjungi Stadion Emirates. Pencetak poin utama Houston Rockets itu diberi nomor punggung 13 saat berkeliling di ruang ganti The Gunners. Harden sempat dapat tantangan dari Nelson untuk melakukan adu penalti dan lemparan bebas sebagai bukti keakraban.
Sekilas dari kegiatan dalam jeda musim ini, Nelson begitu penting untuk Arsenal. Mungkinkah memang dia diprospek untuk menjadi tulang punggung tim musim depan? Apa hanya sebatas trik pemasaran seragam baru?
Mengingat statusnya sebagai orang asli London, pemain muda potensial, dan baru saja kembali dari masa pinjaman di Jerman, Nelson punya karakteristik yang cocok dengan citra yang ingin ditampilkan apparel tersebut. Selain nuansa nostalgia sehubungan kemmbali terjalinnya kerja sama dengan Arsenal, tema utama yang diusung yang membalut kostum tersebut yakni “This Is Home” (Ini Rumah).
Khusus seragam tandang berwarna kuning yang menambil Nelson memasang slogan “If you’ll Create New Icons” (Kalau Anda Bakal Melahirkan Ikon Baru). Sehingga tidak heran Nelson yang tampil, sembari berharap dia tengah menapaki langkah sebagai ikon klub.
Perkara apakah dia sebatas model atau memang tengah dipersiapkan masuk ke skuat utama secara reguler hanya dapat dibuktikan saat musim berjalan. Dua musim lalu, dia sempat tiga kali merasakan membela tim utama meski di laga minor. Modalnya menembus tim utama yakni Penghargaan Pemain Terbaik Premier League 2 2017-18 (kompetisi tim muda).
Bagi pelatih Unai Emery, Nelson memang layak diandalkan. Tentu pada pramusim ini kesiapan Nelson diuji. Bersama pemain muda yang kerap dapat kesempatan tampil di kompetisi persiapan, Nelson bakal unjuk kebolehan di kompetisi International Champions Cup, Emirates Cup, dan Joan Gamper Trophy.
Khusus Nelson, semacam ada ‘prospek’ untuknya diandalkan tim. Satu tahun peminjaman di klub Bundesliga, TSG Hoffenheim dirasa cukup untuk mematangkan permainan Nelson untuk level senior.
Pada kompetisi Bundesliga musim lalu, Nelson cukup lumayan. Acap kali mencuri sorotan lewat aksi-aksi gemilangnya berupa gelontoran gol impresif. Sebanyak 23 kali dia merumput di stadion-stadion elite Jerman membela tim yang masih ditukangi Julian Nagelsmann.
Tujuh gol dia sumbang untuk Die Kraichuger. Jumlah gol yang hanya kalah dari penyerang berpengalaman, seperti Andrej Kramaric, Ishak Belfodil, dan Joelinton. Bahkan unggul dua buah dari penyerang kawakan yang malang melintang di Bundesliga, Adam Szalai.
Ledakan Nelson muncul di awal kompetisi. Dari pekan keenam sampai pekan kesebelas, Nelson membukukan lima gol. Performa paling mengkilap tentu saat mencetak brace (dua gol) saat menekuk tim promosi Nuernberg 3-1. Ketika itu, Nelson dinobatkan menjadi pemain terbaik.
Gol spektakuler Nelson ke gawang Bayer Leverkusen dipilih sebagai gol terbaik pekan ke-10 Bundesliga. Menerima operan pendek dari tendangan sudut, Nelson tidak memberi umpan silang ke kotak penalti sebagaimana skema permainan umumnya. Melainkan menuntaskan sendiri setelah melakukan sedikit giringan bola. Neilson yang notabene berposisi penyerang sayap kanan, justru menyisir sisi kiri pertahanan Leverkusen sambil menyepaknya keras nan melengkung tepat di garis kotak penalti.
“Dipinjamkan bukan pilihan utamaku, tapi saat mendengar Bundesliga dan Hoffenheim sebagai pilihan, terlebih bekerja untuk manajer di tim tersebut, saya ingin melakukannya,” ujar Nelson suatu waktu kepada situs FA.
Sayang, ledakan nyaring tersebut tidak bertahan lama. Di paruh musim kedua kiprahnya tidak terlalu menggemberikan. Total dia hanya dipercaya sebagai pemulai laga dalam lima kesempatan. Menit bermain yang sedikit ini tidak lagi mampu dia siasati seperti saat pertama kali bergabung dengan tim.
Nelson pun masih tampak sebagai pemain satu dimensi, karena mengutamakan menyelesaikan peluang. Lewat kecepatannya, dia memang berlari ke ruang kosong setelah mengelabui penjagaan bek yang belum paham gaya mainnya. Praktis, dia kurang mampu menciptakan peluang bagi pemain lain. Terbukti tiada asis dia buat di Jerman.
Di antara Sancho dan Gnabry
Menengok kiprah semusimnya di Hoffenheim, tentu tidak bisa dibilang buruk. Cukup baik di banding beberapa nama pemain muda Inggris yang belakangan diimpor Bundesliga.
Satu nama yang tidak bisa terlepas dari tren tersebut, tentu saja Jadon Sancho. Sudah dua musim dia berseragam Kuning-Hitam Borussia Dortmund. Musim lalu menjadi momen lepas landasnya ke lanskap sepak bola profesional.
Bisa dibilang, tipe permainan Nelson dengan Sancho mirip. Kedunya sering menghuni pos penyerang sayap kanan di tim yang mereka perkuat. Namun harus diakui, Sancho berada di level yang lebih tinggi daripada Nelson. Terlebih, Pemain Terbaik Piala Eropa U-17 2017 ini sering dipercaya tampil sebagai pemain inti. Sementara Nelson, yang sekalipun lebih tua setahun, baru mendapati musim penuh profesionalnya saat berseragam Hoffenheim.
Mereka sama-sama berasal dari London. Bahkan, Sancho pun sebelum berkelana ke Jerman sempat ditawari Arsene Wenger, manajer Arsenal saat itu, untuk bergabung Arsenal. Mengingat statusnya sebagai anak London semestinya ada hubungan emosional bagi Sancho. Sayang, dia memilih Dortmund setelah Manchester City melepasnya.
Satu nama lagi yang tidak bisa dilepaskan terkait kesamaan dengan Nelson, yakni Serge Gnabry. Jauh sebelum era Nelson, satu nama yang diprospek menembus tim senior Arsenal yakni Gnabry. Pemain asal Jerman itu total hanya tampil 10 laga Premier League dengan The Gunners sepanjang 2012-2015. Gnabry lebih sering tampil di tim junior, sebelum cedera lutut mengganggu karier seumur jagungnya.
Peminjaman semusim ke West Bromwich Albion pada 2015-16 hanya memperburuk peruntungannya di sepak bola Inggris. Manajer WBA, Tony Pulis pernah menyebut Gnabry tidak cukup bagus untuk skuatnya saat itu. Ketika berseragam The Baggies, Gnabry hanya dipercaya tampil satu laga liga dan dua partai Piala Liga.
Memang mungkin bukan jodoh Gnabry berkarier di Inggris. Selepas diboyong Werder Bremen pasca tuntasnya masa peminjaman WBA, performanya melonjak. Musim lalu, dia menjadi bagian integral kesuksesan Bayern Muenchen juara liga ketujuh beruntun lewat status top skor kedua tim setelah Robert Lewandowski.
Kesaman Nelson dengan ‘senior’-nya itu tentu juga soal posisi dan karakter permainan. Gnabry yang sebetulnya lentur main di posisi sayap apa saja, tapi cenderung ditumpukan sebagai penyerang sayap kanan yang mengandalkan kegesitan. Kesamaan lain, keduanya sama-sama pernah menjalani masa peminjaman di Hoffenheim.
Di tangan Negelsmann, kemampuan Gnabry meningkat drastis tanpa perlu menengok lagi ke belakang. Peminjaman Nelson ke Hoffenheim pastilah diharapkan mengasah kemampuannya sebagaimana Gnabry sebelumnya. Pos yang ditinggal Gnabry pun sebenarnya diisi Nelson.
Meskipun tidak mantap sepanjang tahun, setidaknya ada capaian yang cukup baik. Terlebih Hoffenheim untuk pertama kalinya main di Liga Champions dan musim terakhir Nagelsmann yang sebelum musim berjalan saja dipastikan pindah ke RB Leipzig.
Ancang-ancang Gagal Dapat Zaha
Nelson membawa harapan tentang perbaikan atas masa lalu Arsenal yang kurang beruntung soal perekrutan penyerang sayap. Sancho dan Gnabry yang dalam kenyataannya mekar di Bundesliga hanya berupa imajinasi bagi suporter Arsenal. Seandainya mereka bisa direkrut atau bertahan lebih lama bukan mustahil kesuksesan semestinya mereka raih dengan logo meriam di dada.
Sekarang masa kini menyoal tentang Nelson. Jangan sampai kecolongan lagi seperti sebelumnya. Bagaimanapun statusnya sebagai pemain akademi begitu prestise, sekaligus menjadi percontohan para pemain muda lain yang menapaki langkah menembus skuat inti.
Setelah generasi Hector Bellerin dan Alex Iwobi, praktis belum ada lagi pemain binaan yang menembus tim. Generasi Nelson, yang di dalamnya juga terdapat Eddie Nketiah, Emile Smith Rowe, Joe Willock, dan Bukayo Saka jangan sampai tersia-sia tanpa pernah diberi kesempatan maksimal.
Sepanjang musim panas ini, Arsenal belum merekrut pemain bintang. Kegagalan menembus Liga Champions membuat klub mesti mawas diri membelanjakan uang. Terbaru, Wakil Pemilik klub Josh Kroenke mewanti-wanti suporter kalau tim tidak akan bersaing merebutkan trofi bergengsi kalau mereka terlalu meragukan dan menekan dewan direksi.
Satu nama besar yang dirumorkan bergabung Arsenal, yakni penyerang sayap Crystal Palace, Wilfried Zaha. Sebagaimana Nelson, Zaha juga tumbuh di London. Pemain yang akhirnya memilih memperkuat Pantai Gading itu tengah memasuki periode umur emas pesepak bola di usia ke-27. Selama tiga tahun terakhir, dia menjadi pemain terbaik The Eagles.
Sayang, kedua tim beli menemukan kata sepakat soal harga. Tawaran 40 juta paun Arsenal tidak sedikit pun mendekati banderol 80 juta paun yang ditetapkan tim pimpinan Roy Hodgson. Zaha pun memberi kode kalau hidup terus berlanjut sekalipun batal pindah ke Stadion Emirates. Kenyataan ini pahit bagi Arsenal.
Memang negosiasi belum sepenuhnya final sampai jendela transfer ditutup. Setidaknya, kehadiran Nelson yang tidak lagi dipinjamkan ke klub lain dan aktif tampil di kegiatan luar lapangan selama pramusim bisa diharapkan. Momen peminjaman dari Hoffenheim pastilah memberikan pelajaran untuk peningkatan kualitasnya.
Nelson bisa mekar seperti Sancho di musim kedua profesionalnya dan nyaris diboyong Arsenal. Nelson bisa menuntaskan rasa penasaran Arsenal atas pemain seperti Gnabry yang dilepas terlalu cepat. Mungkin juga Nelson bisa lebih dibutuhkan Arsenal yang kemungkinan batal merekrut Zaha.
Bisa, Nelson?
sumber: football.london/metro/whoscored