Taktik sepakbola mulai menjadi perbincangan hangat di akhir dan awal abad ke-19. Antara tahun 1907 hingga 1914, terdapat 64 tulisan di Sheffield Telegraph and Star Sports Special serta 12 buku mengenai bagaimana seharusnya sepakbola dimainkan. Alex Jackson dari National Football Museum, seorang ahli sepakbola sebelum era perang dunia pertama, mengatakan bahwa hampir tiap karya tulis dan perdebatan berisi perbedaan mendasar antara permainan short-passing ala Skotlandia dan permainan cepat ala Inggris.
Kala itu, analisis mengenai taktik sepakbola hanya dilakukan oleh pemain atau penggemar sepakbola. Analisis baru melibatkan orang-orang intelek satu dekade kemudian namun pada tulisan berjudul ‘Left Half-back Play’ karya pemain George Utley, pemain Sheffield United, mengungkapkan cara Barnsley memenangkan FA Cup tahun 1913.
“Barnsley meraih kesuksesannya bukan dengan sepakbola tanpa pertimbangan. Mereka sering memperdebatkan taktik yang akan digunakan sebelum bertanding melawan tim besar di ruang ganti. Ketika kami di Lytham, mempersiapkan final FA Cup, kami memulai perbincangan setelah makan malam. Kemudian pelatih datang. Ia mengumpulkan 22 gumpalan gula dan merangkainya di atas meja seperti dua tim kesebalasan bertanding, kemudian dengan cara itu ia memberi tahu kami cara (George) Lillycrop mencetak gol, dan bagaimana kami dapat memenangkan pertandingan,” ujar Utley.
Barnsley hanya mampu bermain imbang 0-0 melawan West Brom sebelum memenangkan laga replay dengan skor 1-0. Meski begitu, Barnsley merupakan contoh gaya tradisional Inggris, memodifikasi bagimana cara mereka bertanding sesuai lawan yang dihadapi.
Tom Boyle, pemain yang pernah mengkapteni Burnley dan Barnsley, secara tegas mengungkapkan bahwa kapten memegang tanggung jawab atas taktik tim. “Tim yang memiliki taktik terbaik akan menang dan kapten tim berhak memutuskan taktik yang digunakan oleh timnya. Kapten harus mengetahui titik lemah lawan dan memanfaatkannya. Dengan taktiklah pertandingan di masa depan dapat dimenangkan lebih dari apapun, dan tim yang beruntung ialah tim yang memiliki kapten yang jenius,” ujar Boyle.
Tim sepakbola juga meracik taktik sesuai dengan tipe pemain yang dimiliki. Pada akhir 1890-an, Corinthians memiliki penyerang tengah bernama G.O Smith yang lebih fokus mendistribusikan bola ke sayap dan rekan lainnya dibanding mencetak gol sendiri. Peran Smith menjadi pionir false nine pada sepakbola modern. Permainan terbuka yang mengandalkan sayap tersebut menjadi wujud baku dari sepakbola Inggris.
“Penyerangan yang paling berbahaya ialah permianna terbuka, dengan umpan jauh dari tengah ke sayap, dan dari inside forward satu sisi ke sayap di sisi yang bersebrangan,” ujar Andrew Wilson, pemain yang berposisi inside-left di Sheffield Wednesday.
“Pemain sayap biasanya membawa bola hingga dekat bendera pojok sebelum melakukan umpan silang ke dekat gawang namun Besset bukanlah budak dari cara ini. Ia percaya bahwa membawa bola dengan cepat dan melepaskan bola secepat serta seakurat mungkin sebelum bek lawan memiliki waktu untuk mengantisipasi merupakan cara terbaik,” ujar Geoffrey Green, jurnalis sepakbola Inggris.
Selain perkara tim sendiri dan tim lawan, taktik juga dipengaruhi oleh kompetisi yang sedang diikuti oleh tim. Terdapat sebuah persepsi menarik dari seorang pemain Skotlandia, Alex Jackson. Ia mengungkapkan bahwa permainan passing lebih baik untuk kompetisi liga namun mereka harus berkompromi untuk mengubah cara bermain jika mereka ingin memenangkan FA Cup.
Kecerobohan sedikit saja pada kompetisi sistem gugur seperti FA Cup dapat mengakibatkan tim tereliminasi dari kompetisi. Sebagai bukti, Jackson memperlihatkan cara Newcastle memenangkan FA Cup di tahun 1910 setelah tiga musim berturut-turut mengalami kekalahan di final. Newcastle merubah cara bermainnya menjadi lebih keras dan lebih cepat.
“Permainan cepat menjadi cara bermain favorit di kompetisi sistem gugur di Inggris. Tuntutan kompetisi sistem gugur membuat permainan harus lebih ditekankan di aspek kerja keras, tekel, dan kecepatan di mana ketiga tersebut merupakan karakteristik natural dari sepakbola Inggris,” ujar Jackson.
Pada masa itu, teknologi masih belum memadai dan belum digunakan untuk sepakbola. Pertandingan sepakbola juga hanya dapat ditonton langsung di lapangan karena belum ada siaran di layar kaca belum ditemukan pada masa itu. Oleh karena itu, taktik diracik oleh orang-orang yang terlibat dalam sebuah pertandingan, terutama pemain itu sendiri. Tim-tim meracik taktik berdasarkan diskusi antar pemain dan kontribusi tulisan-tulisan analisis taktik dari media.