Graeme James Souness adalah nama yang identik di fase kejayaan Liverpool era 1970-an hingga 1980-an. Ia meraih tiga gelar Champions Cup atau sekarang dikenal dengan Liga Champions serta lima gelar Divisi Utama Liga Inggris. Namanya juga dikenal sebagai kapten Liverpool dan legenda sepakbola Inggris. Namun bergeser 2506 kilometer dari Inggris, nama Souness masuk dalam jajaran nama kontroversial terbesar di persepakbolaan Turki.
Souness menutup karier sebagai pemain bersama Rangers dan memulai karir sebagai player-manager pada 1986-1991. Bersama Rangers, Souness mampu memutus dominasi Celtic. Prestasi itulah yang membuat Liverpool pada 1991 tidak berpikir panjang untuk merekrutnya menggantikan Daglish yang mengundurkan diri.
Souness diharapkan mampu membawa gelar juara Liga Inggris kala itu, di mana dominasi Manchester United, Aston Villa, dan Leeds United, merepotkan Liverpool untuk meraih gelar juara. Namun, Souness tidak mampu menjawab tantangan tersebut. Ia mengundurkan diri pada 1994. Sempat menganggur selama satu tahun, Souness mendapat tawaran untuk melatih salah satu klub raksasa Turki, Galatasaray.
Galatasaray sendiri merupakan salah satu kesebelasan raksasa Turki bersama Beşiktaş dan Fenerbahçe. Ketiganya merupakan penguasa Istanbul dengan Derby Istanbul yang kerap menghadirkan sejumlah masalah seperti kerusuhan antarsuporter yang mengakibatkan korban jiwa. Souness bukannya tidak paham mengenai tensi dalam melatih Galatasaray. Ini yang membuatnya berpikir panjang untuk menerima tawaran ini.
Hanya bertahan satu musim, Souness mengakhiri musim di peringkat keempat klasemen akhir Liga Turki dan satu gelar piala Turkish Cup. Namun, gelar tersebut menyisakan cerita yang akan dikenang penggemar Galatasaray.
Turkish Cup digelar dalam sistem kandang-tandang dan lawan yang dihadapi adalah Fenerbahce. Di Ali Sami Yen, Galatasaray unggul 1-0. Di leg kedua, di Şükrü Saracoğlu Stadium, kandang Fenerbahçe, tensi memanas sejak menit awal. Souness pun menceritakan dalam biografinya di mana ribuan suporter mengejeknya dan menyebut “Kenapa Galatasaray mempekerjakan orang cacat?”. Ejekan tersebut diyakini karena Souness pernah menjalani operasi jantung pada 1992.
Pertandingan berlangsung seru. Di waktu normal, Fenerbahce unggul 1-0 yang membuat agregat sama kuat 1-1. Perpanjangan waktu menjadi titik balik dari semuanya. Dean Saunders mencetak gol yang membuat pertandingan berakhir 1-1 sekaligus membuat agregat menjadi 2-1 untuk Galatasaray.
Memenangkan derby, mengangkat gelar juara di kandang musuh bebuyutan cukup membuat suporter Galatasaray merasa puas akan hal itu. Saking senangnya, Souness berlari ke arah suporter Galatasaray dan mengambil bendera besar. Sambil berlari kecil, ia menancapkan bendera tersebut di titik kick off yang seolah menunjukkan kedigdayaan Galatasaray sebagai penguasa Istanbul.
Di sisi lain, 25 ribu suporter Fenerbahce menganggapnya lain. Mereka marah dan mengecam tindakan tersebut. Sampai-sampai mereka hampir menjebol pagar dan harus diurus oleh kepolisian. Bahkan, pengangkatan piala pun harus dibantu barikade polisi, karena para suporter Fenerbahçe yang tidak puas melemparkan batu dan apa saja yang ada di tangan mereka. Pengangkatan piala hanya berlangsung selama kurang lebih 10 menit.
Souness langsung dianggap pahlawan bahkan disandingkan dengan Ulubatli Hasan, pahlawan nasional Turki di era Ottoman. Kejadian penancapan bendera tersebut disamakan dengan kejadian Ulubatli Hasan ketika menancapkan bendera Kekaisaran Ottoman di salah satu benteng Konstatinople pada 1453.
Semenjak kejadian itu tensi Galatasaray dengan Fenerbahçe sangat tinggi. Bahkan untuk membalas kejadian di kandang mereka, salah seorang suporter Fenerbahçe memasuki kandang Galatasaray dan melakukan hal yang sama dengan Souness dengan pisau ditangan dan bendera yang jauh lebih kecil.
Souness sendiri menyatakan bahwa hal yang ia lakukan bukanlah hal yang cukup cerdas. Souness hanya ingin membalaskan dendam atas ucapan suporter Fenerbahçe sebelum pertandingan. Souness menjelaskan bahkan ketika berlari ia sempat bergumam “Akan kubuktikan apa yang bisa dilakukan oleh orang cacat”.
Kejadian itu diingat dengan “The Flag” oleh suporter Galatasaray. Bahkan, apabila menghadapi Fenerbahçe di kandang mereka dalam tajuk Kıtalararası Derbi, suporter Galatasaray melakukan koreo dengan gambar Souness menancapkan bendera di titik kick off, sebuah hal yang provokatif bagi supporter.
Souness sendiri menikmati dan mengapresiasi hal tersebut. Dalam wawancaranya bersama BBC, Sounes menyatakan, “Sepakbola memang seperti itu, tensi tinggi, rivalitas adalah hal yang biasa, mungkin hal yang saya lakukan bukanlah hal yang cerdas, namun saya menikmati semua wujud apresiasi dan cemoohan yang datang kepada saya dari Istanbul, saya tidak pernah menyesali hal itu”.