Gagal di kualifikasi Piala Asia 2015, membuat PSSI kembali mengubah susunan kursi kepelatihan timnas Indonesia. Pelatih timnas saat itu, Jacksen F. Tiago, dicopot dari jabatannya dan digantikan dengan Alfred Riedl (lagi). Ini adalah kali ketiga Riedl memimpin tim nasional setelah 2010 dan 2012 (timnas KPSI).
Target yang ditetapkan pun sama seperti sebelumnya yaitu menjadi juara Piala AFF yang pertama sepanjang sejarah. Kali ini, turnamen digelar di Singapura dan Vietnam yang terakhir kali menjadi tuan rumah pada 2007 (Singapura) dan 2010 (Vietnam).
Kondisi pada 2014 sebenarnya jauh lebih baik dibanding dua tahun sebelumnya. Tidak ada lagi dualisme kepemimpinan yang terjadi di federasi. Dua tokoh utama yang menjadi poros dari masing-masing organisasi, Djohar Arifin (PSSI) dan La Nyalla Mattalitti (KPSI), berada dalam satu bendera.
Kompetisi profesional pun kembali lagi ke tangan Indonesia Super League yang sebelumnya sempat hijrah ke tangan Indonesia Premier League beberapa waktu lalu. Hal ini diharapkan dapat mempermudah kerja Riedl dalam mencari para pemain terbaiknya.
Akan tetapi, ekspektasi ternyata tidak seiring dengan realita yang ada. Pelatih berkebangsaan Austria tersebut tetap tidak memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan tim yang kuat untuk bertanding di turnamen sesungguhnya.
Tahun 2014, adalah tahun politik bagi Indonesia saat itu. Pesta pemilu beberapa kali membuat pertandingan di kompetisi domestik kerap mengalami penundaan. Kompetisi liga yang saat itu memakai format dua wilayah juga memusingkan Riedl untuk mengadakan pemusatan latihan karena jadwal yang tidak seragam. Tidak hanya itu, kompetisi juga sempat libur cukup panjang karena adanya Asian Games di Korea Selatan.
ISL 2014 baru berakhir pada 7 November, sementara turnamen AFF dimulai pada tanggal 22 November. Dalam rentang waktu 15 hari, Riedl hanya satu kali melakoni uji coba yaitu menghadapi Suriah pada 15 November. Timnas baru bisa mengumpulkan para pemain terbaiknya, satu pekan sebelum sepak mula pertama menghadapi Vietnam dimulai.
Riedl sebenarnya membawa skuat yang berisi pemain-pemain yang sudah dikenalnya saat memimpin timnas empat tahun sebelumnya. Nama-nama seperti Kurnia Meiga, Zulkifli Syukur, Cristian Gonzales, Firman Utina, Muhammad Roby, dan M Ridwan, masih dipertahankan. Sementara Fachrudin Aryanto dan Raphael Maitimo menjadi dua pemain angkatan 2012 yang dipertahankan Riedl.
Yang menarik, ia memasukkan nama Evan Dimas yang setahun sebelumnya masih berkutat bersama timnas U-19. Selain itu, timnas juga kembali kedatangan pemain naturalisasi dalam diri Victor Igbonefo dan Sergio van Dijk. Sayang, Riedl tidak bisa memanggil Greg Nwokolo dan Irfan Bachdim karena cedera.
Pemain-pemain yang dibawa ke Vietnam tersebut, nyatanya tidak memberikan hasil yang positif. Timnas tampil lesu dan kurang bergairah. Kelelahan bermain di level klub membuat para pemain tidak bisa menjalankan instruksi Riedl dengan sangat baik. Timnas, yang pada 2010 di bawah Riedl, akrab dengan permainan kaki ke kaki, justru kembali ke kebiasaan lama yaitu bermain direct ball yang tidak efektif.
Beruntung pada pertandingan pertama, Indonesia masih sanggup menahan imbang tuan rumah Vietnam 2-2. Kesalahan penjaga gawang, Nguyen Tran Manh, yang luput menghalau bola sepakan Samsul Arif mampu menyelamatkan wajah tim nasional yang bermain tidak istimewa.
Masalah stamina terlihat jelas ketika Indonesia menghadapi Filipina tiga hari kemudian. Anjing-anjing jalanan justru bermain lebih galak ketimbang skuad Garuda. Baru 16 menit pertandingan, Indonesia sudah tertinggal melalui penalti Philip Younghusband. Tujuh menit babak kedua dimulai, Filipina menambah gol lewat Manuel Ott.
Selain stamina, koordinasi juga menjadi masalah timnas. Proses gol ketiga dari Martin Steuble memperlihatkan bagaimana lini belakang Indonesia bermain penuh kebingungan. Tertinggal 0-3, Indonesia justru bermain dengan 10 orang setelah Rizky Pora diusir wasit Fahad Al Mari. Rob Gier menggenapkan kemenangan Filipina menjadi 4-0.
Inilah kekalahan pertama Indonesia atas Filipina sepanjang 56 tahun terakhir. Dua tahun sebelumnya, Filipina dibobol oleh timnas Indonesia sebanyak 13 kali di ajang yang sama. Riedl sendiri kaget dan tidak menyangka kalau kemenangan pertama Filipina atas Indonesia menghasilkan skor yang sangat telak.
“Duel tadi adalah pertandingan yang mempertemukan tim yang bugar dan tim yang tidak terlalu fit. Mereka bermain lebih pintar dibanding kami,” tutur Riedl.
Kekalahan 0-4 ini membuat langkah Indonesia menjadi berat. Jika ingin lolos, Indonesia harus menang melawan Laos dengan selisih lima gol dengan catatan Filipina mengalahkan Vietnam minimal dengan selisih dua gol.
Timnas Indonesia mengamuk. Meski kehilangan Supardi sejak menit ke-28, Indonesia tetap menang 5-1 berkat gol dari Evan Dimas, Ramdhani Lestaluhu (dua gol), Zulham Zamrun, dan bunuh diri Souksavanh Ketsada.
Sayangnya, kemenangan ini menjadi sia-sia. Di tempat lain, Vietnam mengalahkan Filipina 3-1. Mereka berdua akhirnya yang melangkah ke fase semifinal. Sementara Indonesia mengulang prestasi mereka pada 2007 dan 2012 yaitu hanya mentok di fase grup. Turnamen ini sendiri kemudian dimenangi Thailand yang saat itu dipegang Kiatisuk Senamuang.
Bagi Riedl, kegagalan ini jauh lebih buruk dibanding empat tahun sebelumnya. Oleh PSSI, Riedl kemudian dicopot karena sesuai perjanjian, kontrak tiga tahun yang disepakati akan gugur apabila gagal menjuarai AFF. Posisinya kemudian digantikan oleh Peter Huistra.