“The Most Important Soccer Game Ever Played” tulis sebuah headline di surat kabar Amerika Serikat. Sebuah pertandingan yang dicatat sebagai perjalanan tim underdog terhebat sepanjang sejarah. Jerman Barat yang babak belur pasca Perang Dunia 2, merengkuh gelar juara usai mengalahkan Hungaria dengan skor 3-2 di final Piala Dunia 1954.
Piala Dunia 1954 menjadi Piala Dunia kedua yang digelar usai Perang Dunia II. Swiss mendapatkan kehormatan menjadi tuan rumah menggelar pesta sepakbola terbesar. Swiss menyiapkan enam stadion untuk Piala Dunia yang diikuti 16 kesebelasan ini.
Jerman yang Terpecah, Jerman yang Bangkit
Jerman merupakan kesebelasan yang sangat tangguh sebelum Perang Dunia berkecamuk. Mereka menempati posisi ketiga dia Piala Dunia 1934, mereka mengalahkan Austria yang saat itu memiliki tim berjuluk Wunderteam yang sangat tangguh dan merebut posisi ketiga. Tiga tahun setelahnya Jerman mengalahkan Denmark 8-0 di Breslau (sekarang Wroclaw, Polandia). Di bawah asuhan Sepp Herberger Jerman menghancurkan Denmark yang tidak terkalahkan di 11 pertandingan terakhir dan memenangkan 10 pertandingan di antaranya.
Perang Dunia kemudian dimulai. Adolf Hitler yang sangat membanggakan nasionalisme dan suku bangsa Arya menyuruh semua pria maju ke medan perang untuk membela negara, tidak terkecuali bagi para pesepakbola. Semua dikirim ke medan perang untuk memperjuangkan cita-cita Jerman di bawah Hitler.
Herberger yang menjadi pelatih sekaligus penanggung jawab tim nasional sejak 1936, melakukan yang terbaik untuk menjaga pemainnya untuk masuk ke medan perang. Ia membuat sedemikian rupa agar para pemainnya agar hanya mendapatkan tugas berupa layanan di barak atau menjaga pos. Herberger akan memalsukan dokumen untuk mengamankan para pemainnya, dan sebisa mungkin Herberger akan menjauhkan pemainnya dari medan utama perang. Beberapa anak emas Herberger seperti Fritz Walter diatur agar mendapatkan pekerjaan yang relatif aman di pangkalan angkatan udara, yang juga kebetulan memiliki salah satu tim sepakbola terbaik di Jerman.
Namun upaya terbaik Herberger tidak cukup di tengah perang yang berkecamuk. Misalnya Adolf Urban, striker Schalke yang membantu klubnya meraih juara liga pada tahun 1942, kemudian bermain di final Piala Jerman setahun setelahnya dan kalah dari TSV 1860 Munich. Itu adalah pertandingan terakhirnya, karena satu jam setelah final ia dikirim ke Stalingrad dan, seperti hampir dua juta prajurit lainnya, Adolf Urban tidak pernah kembali ke rumah.
Pertandingan sepakbola Internasional sempat dihentikan pada Februari 1943 atas perintah Joseph Goebbels dan rencananya untuk “perang total”. Semua kegiatan klub sepakbola terhenti pada Agustus 1944. Segera setelah perang, dengan Jerman kemudian kalah di Perang Dunia dan larangan-larangan terhadap klub olahraga di Jerman yang dianggap berorientasi dan dekat dengan Hitler. Kemampuan pemain sepakbola untuk bermain tergantung pada lokasi mereka tinggal, karena tidak setiap tempat memiliki wadah untuk berolahraga.
Namun, secara bertahap, tim-tim olaharaga khususnya sepakbola terbentuk kembali atau membentuk yang baru, saat itu tim-tim yang masih memiliki kemampuan finansial membeli klub kecil disekitarnya dengan imbalan makanan atau bahan bakar.
Sistem liga yang baru pun lahir pada Juli 1949 sebelum DFB (Asosiasi Sepakbola Jerman Barat), muncul kembali. Pada bulan Februari 1950 Tim nasional Jerman Barat kembali dibentuk di bawah asuhan Herberger, komposisinya berasal dari para pemain yang selamat dari perang maupun proses peradilan yang dilakukan pasca perang. Pada bulan September 1950 Jerman Barat resmi diterima menjadi anggota FIFA dan pada bulan November Jerman Barat memainkan pertandingan internasional pertama pasca perang melawan Swiss di Stuttgart, saat itu Jerman Barat menang 1-0.
Hasil itu tidak membuat Jerman Barat menjadi tim yang digdaya, mereka kalah melawan Turki dan Irlandia di ujicoba, sekaligus membuat Herberger di bawah tekanan. Jerman Barat bertanding di kualifikasi untuk Piala Dunia 1954 dengan hasil imbang 1-1 di Oslo melawan Norwegia. Jerman kemudian lolos usai meraih kemenangan 3-1 di laga yang digelar di Saarbrucken.
Berangkatlah Jerman Barat sebagai tim yang tidak diunggulkan ke Piala Dunia 1954.
Meremehkan Hungaria sebagai taktik
Jerman Barat berangkat ke Swiss sebagai tim non unggulan. Membawa 22 pemain, Jerman Barat berada di Grup 2 bersama dengan Korea Selatan, Hungaria dan Turki, dua nama terkahir merupakan tim unggulan dan ada aturan unik dari FIFA mengenai tim unggulan di Piala Dunia.
Negara yang berstatus tim unggulan tidak akan bertemu di ronde pertama atau babak grup, ini berarti Hungaria dan Turki tidak akan bertemu, lalu bagaimana menentukan kelolosan? Akan dilakukan satu pertandingan play off untuk menentukan siapa yang berhak lolos sebagai pendamping juara grup, apabila tim unggulan memiliki poin yang sama dengan tim non unggulan di grup. Dan kemenangan hanya dihitung dua poin, kalah 0 dan imbang 1 poin.
Jerman Barat membuka laga dengan mengalahkan Turki yang merupakan tim unggulan dengan skor telak 4-1, Hungaria menang telak atas Korea Selatan 9-0 dan membuat Puskas heran kenapa Korea Selatan saat itu bisa lolos ke Piala Dunia, “Sangat tidak bisa dijelaskan bagaimana tim Korea Selatan bisa lolos,” tulis Puskas. “Mereka sangat lemah dan tidak memiliki fisik yang prima.” Tukasnya.
Di partai kedua, Turki mengalami apa yang dialami Hungaria, Turki melaju mudah dengan skor 7-0. Kontroversi terjadi ketika Jerman Barat menghadapi Hungaria, Herberger hanya memasang 4 pemain yang sama ketika Jerman Barat mengalahkan Turki di pertandingan pertama, alasannya karena merasa Hungaria bukan tim sulit, Jerman Barat menyerah dengan skor telak 8-3 dari Puskas dan kawan-kawan.
Sebenarnya bukan karena meremehkan Hungaria, namun Herberger menyimpan kekuatan terbaiknya supaya tidak terbaca oleh Hungaria karena Herberger yakin bisa mengalahkan Turki di Play off. Praktis Jerman Barat hanya menurunkan 4 pemain yang sama yakni Werner Kohlmeyer, Jupp Posipal, Horst Eckel dan sang Kapten Fritz Walter sebagai pemain yang diturunkan ketika menghadapi Turki dan Hungaria.
Jerman Barat menugaskan Jupp Posipal untuk mengawal Puskas namun gagal, Posipal akhirnya bertukar posisi dengan Werner Liebrich. Puskas dengan mudah pun melewati Liebrich, namun yang tidak diketahui Puskas adalah Liebrich punya tugas khusus untuk melakukan pengawalan dengan keras dan tanpa ampun, benar saja, Puskas kemudian cidera engkel akibat tackle keras dari Liebrich.
Pilihan Herberger benar, Jerman Barat menang mudah atas Turki dengan skor sangat telak 7-2 di babak Play off dan berhak melaju ke Perempatfinal menghadapi Yugoslavia.
Kecerdasan Herberger dan Adi Dassler
Jerman Barat yang tidak diunggulkan kembali mendulang kemenangan atas Yugoslavia dengan skor 2-0 di babak perempatfinal dan Austria yang menjadi lawan berikutnya dihajar dengan telak 6-1. Di partai lainnya Hungaria harus berjuang keras menghadapi Brazil di babak perempatfinal di sebuah laga yang digambarkan sebagai perang di lapangan, tiga kartu merah, ujaran rasis dari para pemain Hungaria dan pemukulan dengan botol oleh Puskas mewarnai partai yang dimenangkan oleh Hungaria dengan skor 4-2. Bahkan setelah pertandingan pemain Brazil menyerbu ruang ganti Hungaria dan membuat perkelahian antar pemain, majalah The Times, menggambarkannya sebagai “Pertandingan penuh kemarahan,” Gustav Zebes, pelatih Hungaria bahkan mendapatkan jahitan di kepalanya.
Hungaria kemudian menghadapi Uruguay yang belum terkalahkan sejak menang Piala Dunia 1950 di Brazil, Hungaria menang dengan susah payah dengan skor 4-2 dan berjumpa Jerman Barat di Final Piala Dunia 1954.
Para pemain Hungaria kemudian menikmati apa yang disebut Grosics sebagai “pesta kecil.” Ini menyebabkan tim Hungaria ketinggalan kereta tepat pukul 5.30 pagi sebelum mereka tiba kembali di hotel mereka. Puskas masih diragukan untuk bisa tampil di babak final.
Sedangkan Jerman Barat bersiap menghadapi partai final Herberger bertekad memainkan pemain terbaik dan menyiapkan skema dengan matang sedangkan Yugoslavia masih berpesta semalam suntuk jelang final.
Kemudian, sore harinya, polisi di luar Stadion Wankdorf menolak masuk bus tim Hungaria, memaksa para pemain untuk berjuang menembus kerumunan orang hanya untuk mencapai ruang ganti.
Sementara itu Jerman Barat lebih tenang, bermain-main di Danau Thun dan bermain kartu di Hotel Belvedere Spiez. Padahal di luar hotel, pesta para pendukung Jerman Barat sangat meriah, “Kami tidak mendengar apa-apa, kami tidak tahu apa-apa,” kata Eckel. “Kami berkonsentrasi pada pertandingan ini. Memang, kami tidak akan mendengarkan apa. Kami hanya melakukan apa yang diperintahkan Herberger untuk kami lakukan. ” lanjut Eckel.
Eckel ditugaskan peran khusus jelang menghadpai Hungaria, “Sebagai wing half, saya biasanya harus melawan Puskas karena ia dimainkan di bermain sebagai penyerang lubang,” kata Eckel.
“Tapi Hidegkuti perlu ditutup, dimatikan – dia adalah playmaker. Herberger berkata, ‘Kamu melawan Hidegkuti. Dan saya sudah bersiap melakoni tugas ini. ”
Eckel saat itu berusia sangat belia, 22 tahun, namun kepercayaan dirinya menggambarkan Jerman Barat sangat siap menghadapi Hungaria. “Kami tahu bahwa jika kami bermain dengan 100 persen dari kekuatan kami, kami bisa mengalahkan Hongaria,” kata Eckel. “Herberger mempersiapkan kami dan menjebak kami agar kami bisa mengalahkan Hongaria.”
Tetapi pada awal hari pertandingan, Jerman Barat mengalami masalah Fritz Walter terkena malaria, namun Jerman Barat tetap bersiap menghadapi laga final tersebut.
Lebih dari 62.000 orang dari 56.000 kapasitan stadion supporter memadati stadion Bern, pertandingan dimulai dengan kabut yang cukup tebal.
“Kami adalah tim yang kuat sama sekali., perhatikan itu, ”kata Eckel. “Memang, kami berhasil masuk ke Piala Dunia sebagai tim yang tidak diunggulkan. Kami tidak benar-benar tahu 100 persen seberapa kuat kami. Ketika Anda pergi ke pertandingan dengan sikap seperti itu, Anda hanya bisa menang. Masalahnya adalah Hongaria tidak menyadarinya – kesalahan mereka adalah rasa puas diri mereka. Mereka pikir mereka akan mencetak banyak gol lagi; itu yang mereka katakan. ” ujar Eckel
Pun detail kecil diperhatikan oleh Herberger, ia berteman dengan Adi Dassler salah satu pendiri Adidas, Herberger menyuplai sepatu dan peralatan dengan sangat detail, kain baju yang lebih tebal, kulit sepatu yang lebih ringan dan jumlah pull sepatu yang lebih banyak untuk menjamin para pemain Jerman Barat bermain apik di final.
Semua terbayar di final setelah enam menit, Puskas membawa Hungaria memimpin. Zoltan Czibor menggandakan keunggulan Hungaria dan Max Morlock mencetak gol di menit 10 dan membuat kedudukan menjadi 2-1, dan pada menit 18 Rahn menyamakan kedudukan Striker Max Morlock memotivasi pemain Jerman Barat “Sekarang mari kita tunjukkan pada mereka!” Katanya, cukup keras untuk didengar semua orang. “Pertandingan akan diputuskan setelah 90 menit, tidak lebih cepat,” saut sang kapten, Fritz Walter.
Rahn kemudian mencetak gol ketiga di menit 84, Hungaria meratapi pesta kepagian mereka, Jerman Barat tumpah ruah, Adi Dassler yang datang ke Wankdorf Stadium, Bern, berlarian bersama dengan Herburger, Jerman Barat mendapatkan ruh sepakbolanya kembali setelah luluh lantak pasca Perang Dunia. Hebbert Zimmermann yang menjadi komentator kehabisan suara, ia hanya berteriak “Teufelskerl” atau dalam bahasa Indonesia adalah tendangan maut usai Rahn mencetak gol keduanya.
Jerman Barat berpesta, Lokomotif yang membawa Walter, Herberger, dan Trophy Jules Rimet kembali ke Jerman Barat berulang kali berhenti, bukan oleh dedaunan di jalur atau salju, tetapi oleh penggemar yang keluar dari rumah mereka dan menuju ke rel secara berurutan untuk melihat sekilas juara dunia dan menunjukkan rasa terima kasih mereka.
Bukan hanya tim sepak bola tetapi Jerman Barat bangkit. Studi akademis telah ditulis tentang pengaruh kemenangan pada tahun 1954 pada jiwa masyarakat Jerman. Penulis Friedrich Christian Delius menyebut “bangsa yang diliputi rasa bersalah tiba-tiba dilahirkan kembali”. Kebanggaan nasional, yang hilang setelah kengerian 1933-45, dapat mulai kembali dalam beberapa bentuk. “Tiba-tiba Jerman adalah seuatu yang luar biasa,” kata Franz Beckenbauer. “Bagi siapa pun yang tumbuh dalam kesengsaraan tahun-tahun pascaperang, Bern adalah inspirasi yang luar biasa. Seluruh negara mendapatkan kembali harga dirinya. ”
“Pemenang Gerd Müller melawan Belanda pada tahun 1974 pada dasarnya hanyalah sebuah gol, seperti penalti Andreas Brehme melawan Argentina pada tahun 1990,” tulis Uli Hesse di Tor!
“Tapi tembakan kaki kiri Rahn pada hari musim panas yang hujan di Swiss adalah sesuatu yang sama sekali berbeda,” tutup Uli Hesse.