Thomas Tuchel resmi berpisah dengan Borussia Dortmund akhir musim lalu. Ia hanya meraih satu trofi: DFB Pokal sepanjang kariernya di Dortmund. Ia gagal mengembalikan kejayaan Dortmund seperti era Ottmar Hitzfeld ataupun Juergen Klopp.
Meskipun tidak meraih trofi, tapi Tuchel sejatinya mampu mempertahankan Dortmund di papan atas klasemen. Namun, Chairman Dortmund, Hans-Joachim Watzke, Tuchel dianggap tidak sesuai dengan filosofi Borussia Dortmund: “Echte Liebe”.
Arogansi Awal Borussia Dortmund dan Era Kebangkrutan
Borussia Dortmund adalah tim yang mempunyai segudang prestasi. Medio 1990-an, di bawah asuhan Ottmar Hitzfeld, Dortmund mampu meraih trofi Liga Champions musim 1996/1997.
Dortmund pun secara siginifkan menjadi tim yang cukup ditakuti. Bersama Hamburg SV dan Schalke 04, ketiganya menjadi penantang serius dalam mendapatkan gelar Bundesliga,.
Dortmund dalam medio ini dianggap sebagai tim yang flamboyan. Antara suporter dan tim seolah memiliki jarak. Rataan penonton yang hadir hanya berkisar 25 ribu orang. Kebijakan klub pun dianggap hanya mencari keuntungan finansial.
Lars Pollman, pentolan The Yellow Wall, mengenang ketika itu bahkan tidak ada satu pemain Borussia Dortmund yang akan menyapa atau beramah tamah ketika latihan atau pemanasan menjelang permainan.
Ketika dipublikasikan menjadi perusahaan terbuka, Borussia Dortmund dianggap sangat “arogan” karena ketiadaan kepemilikan saham ke suporter. Kala itu, Dortmund sempat menjadi juara Bundesliga tahun 2002. Setelah itu kebangkrutan melanda.
Kebangkrutan ini sangat merugikan Dortmund, hingga tim sekelas Bayer Munchen harus meminjamkan dua juta Euro. Klub lantas menjual nama Westfalenstadion menjadi Signal Iduna Park, hingga 2016 lalu. Pemotongan gaji pemain hingga 20% merupakan gambaran betapa ironi dari tim besar yang menghadapi kebangkrutan.
Bencana ini berlanjut dengan performa tim yang tidak kunjung membaik, bahkan nyaris menghadapi degradasi musim 2006/2007. Para pemain bintang pun mulai pergi. Namun inilah yang justru menjadi titik balik. Ketika tim mengalami kesulitan, suporter yang mengulurkan tangan. Rataan penonton pun mulai naik. Di sinilah peran The Yellow Wall kian terasa.
Era Kebangkitan dan Klopp Sang Penyelamat
Peran supporter yang mulai terasa tidak diimbangi dengan permainan tim yang masih sering kesulitan menghadapi tim kecil. Thomas Doll, pelatih Borussia Dortmund 2007/2008 tidak memberikan permainan yang sesuai dengan harapan.
Finis di peringkat ke-13, bukan hal yang bisa diterima untuk tim sekelas Borussia Dortmund. Ini yang membuat Juergen Klopp yang dianggap sukses membawa Mainz menjadi klub yang disegani di Bundesliga, didapuk menjadi pelatih Borussia Dortmund pada tahun 2008.
Cukup satu tahun, Klopp sukses mengembalikan Borussia Dortmund ke peta persaingan Bundesliga dan meloloskan ke UEFA Cup (Europa League sekarang). Rataan supporter pun meningkat, hampir 94% dari kapasitas stadion (81.264 duduk dan berdiri).
Yellow Wall yang semakin dilibatkan dalam keputusan tim, dengan kepemilikan saham dan masuknya beberapa wakil mereka di dewan direksi Borussia Dortmund. Michael Zorc, mantan pemain Borussia Dortmund sekaligus bagian dari Yellow Wall, didapuk menjadi Sport Director, bagi Borussia Dortmund
Semua terjawab dengan gelar juara pada 2011. Klopp sukses membawa kembali nama besar Borussia Dortmund, dengan pemain-pemain berkelas dan potensial, seperti Marco Reus dan Shinji Kagawa yang menjadi motor dari serangan Borussia Dortmund.
Prestasi yang membanggakan ini juga membuat nama Klopp menjadi “perwakilan suporter”, karena gestur dan gaya Klopp yang kerap meledak-ledak, menjadikan pendukung Borussia Dortmund secara tidak langsung bersimpati, dan seolah memiliki “rasa” yang sama ketika Klopp marah, senang, atau sedih.
Contoh ketika Klopp harus kehilangan pemain bintang seperti Kagawa dan Götze, ekspresi kesedihan suporter seolah terwakili dengan Klopp yang sangat kecewa dengan hengkangnya bintang mereka.
Tahun 2012 secara resmi “Echte Liebe” menjadi filosofi tim, sekaligus menjadi strategi marketing untuk suporter. Jersey Borussia Dortmund diberikan slogan tersebut di bagian dalam belakang.
Menurut Sascha Fligge, juru bicara Borussia Dortmund kala itu, ini merupakan wujud apresiasi terhadap suporter Borussia Dortmund yang tetap bersama, bahkan ketika momen buruk sekalipun. “The black-and-yellow miracle” merupakan gambaran dari sinkronisasi dan loyalitas pendukung Borussia Dortmund.
Musim 2014/2015, merupakan ujian loyalitas dari The Yellow Wall. Borussia Dortmund pada paruh musim menempati zona degradasi. Kekalahan atas tim Padeborn 07 berakhir unik, dengan Matt Hummels, dan Roman Weidenfeller, menghampiri The Yellow Wall, untuk mendengar keluhan dan masukan dari suporter secara langsung. Mereka bahkan menjanjikan bahwa Borussia Dortmund akan menjadi lebih baik pada pertandingan berikutnya.
Pada pertandingan kandang menghadapi Vfb Stuttgart, The Yellow Wall membuat spanduk bertuliskan “du fällst, ich falle mit dir” yang berarti, “jika kau harus jatuh, aku akan jatuh bersama kalian.”
What a Support!