Liverpool yang Harus Belajar dari Musim 2013/2014

Foto: Koptalk.com

Liverpool kini menjadi kesebelasan yang menakutkan. Permainan mereka sangat menghibur, cepat, dan taktis. Namun Liverpool versi musim 2013/2014 merupakan Liverpool yang juga menarik. Di bawah Brendan Rodgers mereka menguasai semuanya. Namun, pada akhirnya pil pahit mereka telan di akhir musim dengan gagal menjadi juara Premier League.

Taktik Rodgers 

Liverpool musim 2012/2013 melakukan perombakan besar-besaran. Liverpool memiliki investor baru, yakni Fenway Sports Group. Reputasi investor ini sudah tidak lagi diragukan di negara asalnya, Amerika Serikat. FSG sebelumnya sukses membuat salah satu klub Baseball ternama, Boston Red Sox, kembali ke masa kejayaan mereka. Dengan meraih gelar World Series setelah terakhir direnguh Boston Red Sox pada 1918.

FSG berambisi besar membangun Liverpool. Owner mereka yang juga menjadi Chairman Liverpool hingga kini, Thomas C. Werner, menyukai manajer dengan gaya bermain cepat taktis dan progresif. Pilihan FSG jatuh kepada Brendan Rodgers. Ini bukan pilihan mengejutkan namun memang keraguan jelas hadir. Apalagi Rodgers belum pernah menangani klub besar.

Brendan Rodgers dikenal lewat permainan cepat ketika menangani Swansea. Penguasaan bolanya merupakan salah satu yang tertinggi. Permainan Swansea juga menghibur. Sekilas mungkin mengingatkan kita pada permainan ala Spanyol atau Barcelona.

Secara taktik, 4-3-3 ala Rodgers memang menuntut para pemainnya mampu menguasai bola. Penjaga gawang pun harus aktif dalam memainkan bola. Vorm memang bukan penjaga gawang ideal bagi Premier League. Tingginya hanya 184 sentimeter. Padahal tinggi rata-rata penjaga gawang Premier League nyaris 190 sentimeter. Tapi Rodgers melihat keunggulan Vorm dalam mengalirkan bola dari belakang. Inilah filosofi Rodgers, yang akan menjadi boomerang ketika menjadi Manajer Liverpool.

“Ketika Anda menguasai bola, lawan jelas tidak punya peluang. Ketika Anda menguasai 60-75% penguasaan, maka lawan tidak bisa melakukan apapun. Kami belum mencapai titik itu namun kami berusaha,” ujar Rodgers ketika di Swansea 2011.

Tujuan Rodgers jelas, dominasi total. Permainan Rodgers bersama Swansea-lah yang membuat Thomas Werner kemudian menunjuk Rodgers sebagai nahkoda Liverpool. Setelah sebelumnya Liverpool memiliki Kenny Daglish dan Roy Hodgson dengan permainan yang cenderung membosankan dengan skema yang mudah terbaca. Rodgers diharapkan mampu membawa angin segar bagi Liverpool.

Mengawali musim 2012/2013 Rodgers membuat perubahan besar. Rodgers mendepak Andy Carroll secara pinjaman ke West Ham, sedangkan Charlie Adams, Dirk Kuyt, Alberto Aquilani, Craig Bellamy dan Maxi Rodriguez, ditransefer ke klub lain. Rodgers kemudian membawa masuk Joe Allen yang dijuluki “the Welsh Xavi” dan Fabio Borini.

Ketika Premier League dimulai, Liverpool sedikit kesulitan dengan gaya bermain ala Rodgers. Mereka dibantai tiga gol tanpa balas oleh West Bromwich Albion di pertandingan pembuka. Skema 4-3-3 Rodgers belum sepenuhnya dipahami trio Borini-Suarez-Downing tidak bekerja baik. Beruntung Liverpool kemudian mendatangkan Daniel Sturridge dari Chelsea dan Philippe Coutinho dari Inter Milan.

Drama Luis Suarez

Kedatangan Sturridge dan Coutinho dalam formasi 4-3-3 Rodgers tidak menghasilkan hasil yang signifikan. Mereka finish di posisi ketujuh klasemen akhir. Namun Liverpool meraih gelar Piala Liga dan lolos ke final FA Cup.

Prestasi Liverpool statis tapi permainan mereka berkembang. Sedangkan Rodgers masih mencoba-coba kerangka yang tepat. Namun di balik banyaknya perkembangan yang dibawa Rodgers di Liverpool ada satu nama yang sedikit merusak harmoni tersebut: Luis Suarez.

Suarez merupakan striker papan atas dan tokoh sentral Liverpool, namun juga menimbulkan banyak masalah. Kasus rasisme dengan Evra sudah cukup merugikan. Seolah tidak belajar dari kesalahannya, Suarez melakukan tindakan lain seperti yang dilakukan anak di usia 4 tahun ketika bertengkar: menggigit lawan.

Pertandingan Liverpool menghadapi Chelsea yang berkesudahan 2-2 memang pertandingan yang menarik. Namun insiden Suarez menggigit Branislav Ivanovic adalah highlight penting dalam pertandingan tersebut. Suarez dihukum 10 pertandingan yang menjadi kerugian besar bagi Liverpool, dan masalah Suarez tidak berhenti di situ.

Suarez kemudian memanaskan suasana ketika menyatakan keinginannya untuk pindah ke Juventus di awal musim 2013/2014. Arsenal kemudian melakukan keisengan dengan menebus dengan harga 40 juta Paun lebih satu paun, di mana harga klausul Suarez memang seharga 40 juta Paun sedangkan Liverpool menginginkan lebih. Arsenal memutuskan menawarkan cek yang cukup menghina Liverpool.

FSG melalui salah satu ownernya, John Henry, menyatakan keenggaannya menjual Suarez. “Kami tidak dalam posisi untuk menjual pemain kami,” ujar Henry di sebuah konfrensi di MIT, Amerika Serikat, “Kami pernah menjual Torres seharga 50 juta Paun dan kami kesulitan setelahnya dan kami tidak berminat menjual pemain kami,” ujar Henry.

Namun apa yang diungkapkan Henry belum cukup. Suarez tetap ingin hengkang. Dan apabila menunjuk siapa yang paling berjasa dari bertahannya Suarez di Liverpool, maka Steven Gerrard jawabnya. Gerrard melakukan intervensi dengan berbicara pada Suarez untuk meyakinkannya agar tetap bertahan. Suarez bertemu dengan Gerrard di Melwood, sesudahnya Gerrard mencoba mempertemukan Rodgers dengan Suarez berdua, Suarez menolak, ia minta Gerrard menemani. Dan terjadilah, Suarez tetap bertahan, puzzle Liverpool lengkap untuk musim 2013/2014.

SAS dan Terplesetnya Gerrard

Liverpool masih belum bisa memainkan Suarez akibat ulahnya menggigit Ivanovic. Rodgers mengubah formasinya dari 4-3-3 menjadi 4-2-3-1 dengan Sturridge di depan. Liverpool meraih kemenangan di tiga pertandingan pertama.

Pada pekan kelima, Suarez bermain bersama Sturridge didepan dalam formasi 3-5-2 Rodgers yang sedikit aneh secara permainan menghadapi Sunderland. Namun Suarez menggebrak. Ia langsung mencetak 2 gol dan 1 gol lagi diciptakan Sturridge, Liverpool menang 3-0.

Duet Suarez-Sturridge dianggap duet paling menakutkan di Premier League musim 2013/2014. Namun keduanya bukanlah duet tanpa masalah, justru ego kedua pemain ini luar biasa besar.

“Mereka bukan duo yang baik,mereka dua individu dengan bakat luar biasa. Rodgers selalu berkata, keduanya merupakan dua solois berlomba menjadi yang terbaik namun menghasilkan harmoni luar biasa, keduanya jarang berbicara, bahkan Suarez sedikit keras pada Sturridge,” ujar Gerrard di autobiografinya.

Tapi tetap saja, keduanya mematikan di depan gawang lawan. Menghadapi Spurs, Liverpool kesetanan dengan mengalahkan Tottenham Hotspur dengan skor 5-0 di White Hart Lane. Suarez mencetak dua gol, Coutinho satu gol, dan Sturridge satu gol.

Ini alarm bahaya bagi lini pertahanan lawan ketika menghadapi Liverpool. Liverpool meskipun tidak terlalu stabil secara permainan, mereka mengintai posisi puncak dengan ketat. Setelah mengalahkan Man City 3-2 dikandang mereka, Liverpool mengambil alih puncak klasemen, di mana Premier League hanya menyisakan 4 pertandingan.

Para pendukung Liverpool seolah bersiap mengakhiri puasa gelar. Semua sempurna, penguasaan bola Rodgers, taktik pendek cepat dan tajamnya duet Suarez-Sturridge sangat luar biasa, belum lagi peran Coutinho yang bisa menjadi pemecah kebuntuan. The Kop sangat yakin mereka akan meraih gelar juara, toh lawan tersulit mereka hanya Chelsea, dan itupun sudah memasuki pekan ke-35.

Di balik itu, sebenarnya ada masalah di lini pertahanan dan gelandang Liverpool. Steven Gerrard dan Mignolet adalah dua tokoh yang sedikit kesulitan dibawah Rodgers. Dan partai menghadapi Chelsea menjadi bukti yang tidak akan dilupakan.

Gerrard tidak pernah nyaman menjadi gelandang sentral yang bermain bertahan. Namun Rodgers berdalih Gerrard dibutuhkan sedikit bertahan untuk membantu distribusi bola dari lini pertahanan. Gerrard tidak pernah nyaman dengan posisinya dibawah Rodgers, terplesetnya Gerrard menghadapi Chelsea menjadi bukti, ia seolah ragu-ragu ketika adanya tekanan dari Demba Ba antara melakukan umpan kedepan atau kesamping atau bahkan mencoba melakukan tusukan, Gerrard kemudian terpeleset, membiarkan Demba Ba melakukan giringan dan mencetak gol. Pertandingan yang berakhir 2-0 untuk kemenangan Chelsea jelas bukanlah hal yang baik bagi Liverpool, namun mereka punya peluang untuk merebut tahta dengan mengalahkan klub London lainnya yakni Crystal Palace.

Sedangkan menghadapi Palace, Liverpool menguasai semuanya, permainan maupun peluang. Mereka unggul tiga gol di satu jam pertandingan. Bahkan Liverpool mestinya unggul 6 gol tanpa balas andai mereka efektif. Dan tiga gol penyama dari Palace tidak lepas dari buruknya koordinasi lini belakang terutama kiper mereka, Mignolet.

Mignolet merupakan penjaga gawang yang apik di Sunderland, namun filosofi Rodgers yang meminat kiper bisa memainkan bola sedikit sulit, passing Migno tidak terlalu baik, itu yang membuat lini belakang Liverpool sedikit kesulitan dalam membaca arah umpan dari Migno. Gol kedua Palace menjadi bukti, berawal dari sapuan Mignolet yang terburu-buru. Palace mendapatkan ruang untuk melakukan serangan balik. Palace kemudian melakukan come back atas Liverpool. Skor 3-3 menjadi hasil akhir, sebuah hasil yang dikenang bagi para supporter Palace dengan julukan “Crystanbul”.

Suarez yang menangis, Gerrard yang tampak lesu menjadi cerita kelam diakhir musim. Padahal bisa dibilang, Liverpoollayak menjadi juara musim 2013/2014. Duet Suarez-Sturridge masing-masing mencetak 31 gol dan 21 gol. Liverpool pun hanya membuat dua kesalahan kecil selama satu musim dan sayangnya 2 kesalahan itulah yang membuat Liverpool gagal menjadi juara.

Semoga Klopp belajar dari Liverpool musim 2013/2014, permainan Liverpool yang menakjubkan musim ini, para pemain juga merupakan pemain kelas dunia dan sama seperti Liverpool lima musim lalu, penguasaan bola adalah ciri khas Liverpool musim ini di bawah Klopp. Mari berdoa bersama agar Klopp tidak terpleset di akhir musim dan meraih gelar juara.