Sepakbola Indonesia sedang dirundung pilu. Dugaan skandal pengaturan skor menjadi tajuk utama dalam beberapa pekan terakhir, mulai dari pengaturan skor di Liga 2 maupun Liga 3. Namun yang paling mencengangkan adalah dugaan skandal pengaturan skor di Final Piala AFF 2010 ketika Malaysia menghadapi Indonesia. Kala itu, Malaysia menang mutlak dengan skor 3-0 di leg pertama.
Klarifikasi kemudian muncul ketika dugaan pengaturan skor Indonesia menghadapi Malaysia mencuat. Para pemain Indonesia yang saat itu menjadi aktor penting di Piala AFF 2010 seperti Maman Abdulrahman dan Hamka Hamzah, memberikan penjelasan mengenai gol yang kerap dianggap aneh oleh para penikmat sepakbola nasional di Mata Najwa.
Yang sebenarnya disorot adalah bagaimana sebuah rivalitas antara Malaysia dan Indonesia yang sedemikian panasnya justru terjadi pengaturan skor. Bukankah gengsi menggunakan lambang nasional di dada akan membuat para pemain akan menunjukkan yang terbaik untuk menjaga gengsi mereka?
Bukan perdana ini sebuah rivalitas tidak dipermainkan menjadi sebuah komoditas untuk pengaturan skor. Pada 2 April 1915, salah satu rivalitas terpanas di Inggris terjerumus dalam skandal pengaturan skor terkelam sepanjang sejarah sepakbola Inggris. Manchester United vs Liverpool terlibat pengaturan skor untuk menyelamatkan United dari ancaman degradasi.
Bursa Taruhan yang Panas dan Ancaman Degradasi Manchester United
Musim 1914/1915 bukanlah musim yang sulit bagi kedua kesebelasan. Musim itu, Football League diikuti 20 kesebelasan dengan hanya satu kesebelasan yang terdegradasi. Pada tengah musim, Manchester United menempati peringkat ke-19, yang jelas bukan sesuatu yang menguntungkan.
Dalam situasi ketika Perang Dunia Pertama berpotensi untuk pecah dan tidak kondusif, Football League dan Football Association memutuskan bahwa liga akan tetap berjalan apapun risikonya. Hal tersebut berdampak pada permainan kesebelasan di Inggris.
Para pemain merasa bahwa Perang Dunia akan mengakhiri karier mereka di sepakbola untuk selamanya. Beberapa pemain yang awalnya merupakan pesepakbola profesional beralih menjadi semi-profesional karena punya pekerjaan lain. Kondisi ini menjadi tidak menguntungkan buat para pesepakbola karena mereka tidak bisa menjaga kebugaran tubuh. Soalnya, mayoritas mereka bekerja sebagai penjaga pub ataupun restoran.
Liga tidak berjalan begitu kompetitif. Pun bagi Liverpool dan Manchester United saat itu. Mereka kesulitan karena pemain tidak dalam kondisi prima. Ketika Liverpool menghadapi Manchester United, “perwakilan” kedua klub bertemu di sebuah pub untuk membahas masalah pengaturan skor untuk mematuhi bandar judi.
Petemuan berlangsung di The Dog and Partridge Pub di Manchester. Ada tujuh pemain yang hadir kala itu, yakni Sandy Turnbull, Arthur Whalley, dan Enoch West, dari Manchester United, serta Jackie Sheldon, Tom Miller, Bob Pursell, dan Thomas Fairfoul, dari Liverpool. Mereka membahas masalah kemungkinan memainkan perjudian di mana saat itu bursa taruhan dalam posisi 7/1 untuk United.
Liverpool saat itu tidak punya kepentingan lagi. Mereka menempati peringkat kedelapan. Liverpool tidak mungkin untuk meraih gelar juara atau kepentingan apapun di liga, sedangkan United membutuhkan poin untuk bisa lolos dari jeratan degradasi.
Kecurigaan di Babak Kedua
John ‘Jack’ Robson, Manajer Manchester United kala itu, adalah sosok pertama yang mencurigai adanya pengaturan skor dan pemain yang melakukan perjudian. Memang banyak kesimpangsiuran soal siapa yang mencurigai pertama kali ada perjudian di pertandingan antara United melawan Liverpool yang digelar di Old Trafford saat itu.
Semua mata tertuju ketika banyaknya kejanggalan yang terjadi di lapangan dan gol yang dicetak oleh George Anderson benar-benar membuat semua orang terbelalak. Nukan karena proses golnya yang luar biasa, tapi terasa kejanggalan yang membuat pertandingan seolah-olah sudah diatur. United menang 2-0 dari Liverpool lewat dwi gol dari George Anderson.
FA langsung melakukan investigasi pada pertandingan yang dihelat pada 2 April 1915 tersebut. Delapan bulan kemudian, FA meringkus para pemain yang dianggap terlibat, dengan tambahan George Anderson yang juga ternyata turut berperan.
Uniknya pihak klub tidak mendapatkan hukuman apapun karena dianggap tidak terlibat secara langsung. Sedangkan kemenangan Manchester United atas Liverpool membuat United aman dari degradasi di akhir musim.
FA menghukum larangan terlibat dalam pertandingan sepakbola Inggris seumur hidup untuk delapan pemain tersebut. Namun, hukuman ini dicabut FA pada 1920 atau usai Perang Dunia karena mereka dianggap berjasa pada negara, kecuali Enoch West yang baru dicabut pada 1945. Namun, Sandy Turnbull tak pernah kembali bermain karena wafat di medan perang.
Jadi untuk Anda yang menyangsikan apakah perjudian sepakbola tidak bisa terjadi karena gengsi kedua kesebelasan yang tinggi, mungkin Anda keliru. Rivalitas United dan Liverpool adalah rivalitas yang terpanas di Inggris dan tetap bisa terjadi pengaturan skor karena naluri dasar manusia yang menginginkan kestabilan secara finansial.
Namun mari berharap apabila skandal AFF 2010 tidak pernah terjadi. Karena sungguh sangat ironis melihat puluhan ribu air mata menetes di Gelora Bung Karno untuk sebuah pertandingan yang (konon) sudah diatur hasilnya.