Beberapa tahun yang lalu, klub Skotlandia, Celtic F.C. (lebih akrab disapa Glasgow Celtic) pernah mengejutkan kompetisi sepakbola Eropa. Kejadian tersebut terjadi pada musim 1966/1967 di mana The Hoops meraih gelar Piala Champions Eropa. Tidak tanggung-tanggung, dalam partai final yang berlangsung di National Stadium, Lisbon, mereka mengalahkan Inter Milan yang saat itu adalah juara bertahan.
Satu sosok yang berperan memberikan kejayaan tersebut adalah seorang Jock Stein. Dia merupakan manajer dalam keberhasilan Celtic meraih satu-satunya gelar Eropa hingga saat ini. Seandainya dia belum berpulang ke pangkuan tuhan, pada tanggal 5 Oktober lalu dirinya akan berusia 96 tahun.
Sosok Pekerja yang Terhenti Karirnya Karena Cedera
Layaknya kehidupan warga Skotlandia pada umumnya, Stein memiliki latar belakang sebagai seorang pekerja. Ia menghabiskan waktu dengan bekerja di industri batu bara dan pabrik pembuatan karpet di kediamannya, Lanarkshire. Kerasnya kehidupan sebagai seorang buruh membuat ia mencari pelarian. Dan sepakbola adalah pilihannya.
Selain menghabiskan waktu sebagai pekerja, namanya juga terdaftar dalam klub lokal Blantyre Victoria. Dua tahun bersama klub junior tersebut, Stein akhirnya mendapatkan kesempatan bermain untuk tim senior ketika dikontrak oleh Albion Rovers. Stein menjadi sosok yang tidak tergantikan pada lini belakang Albion.
Sempat memperkuat tim non liga asal Wales, Llanelli, Stein memutuskan untuk pulang kampung setelah Celtic merekrutnya dengan nilai 1.200 pounds pada 1951. Ia bahkan langsung diangkat sebagai wakil kapten semusim berselang karena sifatnya yang sangat vokal ketika bertanding.
Meski demikian, karir Stein tidak begitu ciamik selama enam tahun membela The Boys. Ia hanya sekali meraih gelar Liga dan Piala Skotlandia. Karir sepakbolanya berakhir setelah menderita cedera engkel parah ketika ia tampil dalam laga persahabatan menghadapi Coleraine pada 1957.
Pensiun sebagai pemain, ia kemudian alih profesi sebagai manajer. Tim cadangan Celtic menjadi awal mula Stein bergerak di balik layar. Di sanalah ia menemukan nama-nama macam Billy McNeill, Bobby Murdoch, dan John Clark yang nanti akan menjadi pemain andalannya beberapa tahun kemudian.
Sayangnya ia hanya bertahan beberapa musim saja di tim cadangan Celtic. Stein yang merupakan penganut Protestan merasa tidak akan berkembang bersama Celtic yang memiliki kebijakan menggunakan manajer beragama Katolik. Pada 1960, ia kemudian hijrah ke Dunfermline. Di sana ia mampu memberikan beberapa prestasi termasuk memenangi Piala Skotlandia pada 1961 sebelum menangani Hibernian tiga musim berselang.
Selepas menangani Hibernian, ia kemudian diangkat menjadi manajer tim utama Celtic pada Maret 1965. Sebelum ditangani Stein, Celtic begitu kesulitan untuk menjadi raja di Skotlandia. Mereka sudah tidak memenangi liga sejak musim 1953/1954. Namun kedatangan Stein mampu mengubah permainan Celtic secara signifikan.
Kesuksesan di Eropa
Dalam melatih, ia menekankan filosofi bahwa pertahanan terbaik adalah menyerang. Itulah yang ditunjukkan Celtic pada musim keduanya menjadi manajer. Mereka menjadi juara liga pada 1966 dengan mencetak 106 gol. Dalam tiga musim berturut-turut, mereka mengakhiri liga dengan membuat lebih dari 100 gol.
Keberhasilannya kala itu membuat Celtic berhak untuk ikut kompetisi Eropa pada pertama kalinya. Meski akan menghadapi tim-tim yang mungkin kekuatannya lebih kuat dibanding timnya, Stein bahkan dengan percaya diri mengatakan, “Kami bisa memenangi segalanya.”
Ucapan yang terkesan arogan tersebut ternyata benar-benar direalisasikan oleh Stein. Celtic dibawa memenangi semua gelar domestik pada musim tersebut. Dari kompetis Liga Skotlandia hingga kejuaraan tingkat Kota (Glasgow Cup) berhasil diraih Celtic. Puncaknya terjadi pada kompetisi Eropa.
Pada putaran pertama, Celtic berhasil menyingkirkan Zurich dengan agregat 5-0. Klub Prancis, Nantes, kemudian dikalahkan pada babak selanjutnya. Sempat kesulitan mengalahkan Vojvodina di perempat final, ia kemudian membawa Celtic melaju ke babak final setelah menyingkirkan Dukla Prague.
Di partai final, Celtic menjadi tim yang tidak diunggulkan. Wajar saja karena di partai puncak mereka bertemu Inter Milan asuhan Helenio Herrera yang terkenal akan konsep catenaccionya. Di sana juga bercokol pemain-pemain besar macam Giachinto Fachetti, Armando Picchi dan Sandro Mazzola.
Akan tetapi Stein hanya menekankan untuk terus menyerang lini pertahanan Biru-Hitam. Sempat tertinggal melalui penalti Mazzola, Celtic mencetak dua gol kemenangan melalui Tommy Gemmell dan Stevie Chalmers. Penampilan atraktif skuad asuhan Stein tersebut membuat mereka dijuluki The Lisbon Lions.
Penampilan atraktif skuat Stein mengundang kekaguman dari beberapa pihak. Tidak terkecuali dari Herrera sendiri. Ia mengatakan, “Saya angkat topi untuk Celtic. Mereka pantas menang karena performanya sangat menakjubkan. Piala Champions berada di tangan yang tepat.”
“Nama Stein akan kekal dalam catatan sejarah,” ujar manajer legendaris Liverpool, Bill Shankly.
Meninggal Karena Sepak Bola
Stein bertahan di Celtic selama 13 tahun dan memberikan 10 gelar Liga Skotlandia dimana sembilan diantaranya diraih secara berturut-turut. Total 31 gelar diraih bersama rival abadi Rangers tersebut.
Selepas menangani Celtic, Stein kemudian hijrah ke Leeds United selama dua bulan sebelum menangani timnas Skotlandia. Nahasnya dalam satu pertandingan kualifikasi Piala Dunia 1986 menghadapi Wales, Stein menghembuskan nafas terakhirnya sesaat setelah pertandingan berakhir karena serangan jantung.
Stein adalah sosok yang besar di mata pecinta Glasgow Celtic. Namanya kemudian masuk dalam daftar Scottish Football Hall of Fame. Selain itu pada Maret 2011, patung Stein berdiri tegap di luar kandang Celtic Park dengan menggenggam tropi Si Kuping Besar.