Setiap tim sepakbola pasti memiliki gaya permainannya masing-masing. Entah itu permainan atraktif ala Pep Guardiola atau permainan pragmatis ala Jose Mourinho. Berbagai taktik mampu mengantarkan tim meraih trofi, namun perdebatan mengenai taktik mana yang paling baik selalu terjadi dan tak pernah usai. Perdebatan mengenai taktik sudah dimulai sejak awal sejarah sepakbola, terutama di daerah asal olahraga tersebut berasal, Britania Raya. Perdebatan antara permainan short-passing ala Skotlandia dan permainan cepat ala Inggris mendominasi perdebatan mengenai taktik pada masa itu.
Tim Preston yang menjuarai dua titel liga pertama, Sunderland dan Aston Villa yang mendominasi sepakbola Inggris pada tahun 1890-an serta Newcastle yang menguasai Inggris pada tahun 1900-an didominasi oleh pemain Skotlandia, dan tentu saja mereka bermain short-passing ala Skotlandia.
Colin Veitch, kapten Newcastle terstbut sangat berperan atas gaya bermain Skotlandia seiring dengan kedatangan R.S McColl dari Queen’s Park dan Peter McWilliam dari Inverness Thistle. McWilliam, yang kemudian menjadi manajer sukses Tottenham Hotspurs pernah mengungkapkan gaya bermain McColl.
“Pandangan sekilas ke seluruh lapangan dan ia terlihat bisa mengisi semua posisi. Kemudian ia bisa memberi umpan indah dan terukur ke rekan setimnya yang memiliki posisi terbaik, sembari ia mencari posisi terbaik untuk umpan balik,” ujar McWilliam.
Cara tersebut merupakan inti dari permainan Skotlandia, Variasi dari permainan passing yang dipopulerkan oleh Newcastle disebut permainan segitiga, yang melibatkan serangkaian umpan oleh half-back, inside forward, dan sayap pada satu atau dua lapangan dengan formasi 2-3-5. Meski begitu, permainan tersebut tidak mudah diterapkan karena membutuhkan seni dan inetelektualitas yang tinggi.
“Tanggung jawab yang terlalu banyak tidak dapat diberatkan ke satu individu, otak, kemampuan beradaptasi, dan kecepatan. Kebutuhannya sangat tinggi sehingga hanya pemain yang berseni yang dapat memainkannya,” ujar Bob Hewison, salah satu pemain Newcastle.
Hal tersebut tampak merupakan hal mendasar bagi Hewison, atau siapapun yang bermain dengan gaya Skotlandia, namun di bagian selatan Inggris sepakbola masih dimainkan dengan ‘otot’. Corinthians FC, tim asal London yang didirikan oleh Nicholas Lane Jackson merupakan tim sangat memegang kuat tradisi permainan Inggris. Mereka sangat mengutakan fisik dan skil dribel.
“Seluruh pemain di garis depan berlari secara bersamaan, tidak berhenti hingga bola direbut atau membuat tembakan tepat sasaran. Banyak pemain depan memberhentikan dan bergerak ke arah belakang, sebuah metode yang seringnya dapat mempertahankan bola namun memperlambat tempo serangan,” ungkap Jackson yang melawan permainan ala Skotlandia.
Berbeda dengan Skotlandia, Inggris memiliki tipikal permainan yang mengandalkan kecepatan dan skil individu, terutama dari sektor sayap. Gaya permainan tersebut digunakan oleh Blackburn Olympic dan dikembangkan oleh West Bromwich Albion pada pertengahan 1880-an. West Brom kalah di final FA Cup 1886 dan 1887 sebelum mereka masuk final kembali setahun berikutnya dan harus menghadapi Preston yang luar biasa. Preston mengalahkan Hyde dengan skor 26-0 pada babak sebelumnya. Bahkan Preston sempat ingin berfoto dengan trofi sebelum pertandingan dimulai.
Keangkuhan Preston dibayar kontan oleh West Brom yang sukses memenangkan pertadingan dengan skor 2-1, tentu dengan gaya Inggris mereka.
“Umpan jauh dan permainan terbuka West Brom sukses memenangkan pertandingan. Kunci kemenangan mereka adalah sayap kanan mungil yang bermnama W.I Bassett, pemain yang dipanggil tim nasional Inggris untuk menghadapi Wales dan menjadi pemain reguler tim nasional untuk delapan tahun ke depan,” ujar Geoffrey Green, penulis sepakbola Inggris.
Bentrok antara tim Inggris dan Skotlandia kembali terjadi pada tahun yang sama. West Brom sebagai juara FA Cup akan menghadapi Renton sebagai pemenang Scottish Cup. West Brom kalah dan media Skotlandia semakin menggembor-gemborkan tipikal permainan passing Renton jauh lebih baik dibanding permainan cepat West Brom.
Terlepas dari mana yang lebih manjur untuk memenangkan pertandingan, perbedaan tipikal permainan antara Inggris dan Skotlandia dipengaruhi oleh beberapa hal.
“Setelah pengalaman yang banyak di sepakbola Skotlandia dan Inggris, saya tidak ragu untuk mengatakan bahwa permainan Skotlandia lebih lambat meskipun saya rasa Skotlandia meraih hasil yang sama seperti Inggris dengan tenaga yang tidak terlalu terkuras,” ujar media Skotlandia.
“Permainan kelas atas Skotlandia tersebut lebih terkalkulasi, lebih metodis, dan akibatnya lebih lambat dibanding sepakbola Inggris. Orang Skotlandia selain dalam bidang sepakbola memiliki kecepatan yang tidak jauh beda dibanding orang Inggris, namun ketika bermain sepakbola mereka cenderung bermain dengan otak,” tambahnya.
Tiga tahun kemudian, media Skotlandia tersebut menambahkan argumennya. Perbedaan tipikal permainan antara Inggris dan Skotlandia bukan hanya dipengaruhi oleh pemainnya, namun juga dipengaruhi oleh kultur secara umum.
“Di Skotlandia, permainan lebih lambat karena penonton Skotlandia mengerti bahwa ketika pemain memasuki daerah lawan, ia melakukan seluruh aksi tersebut bukan untuk terlihat pintar. Penonton Skotlandia menyadari bahwa diakhir aksi dribel pemain melewati banyak pemain lawan, ia lebih baik mengumpan ke rekan setimnya yang hanya tinggal berhadapan dengan gawang.”
“Di Inggris, pemain yang melakukan semacam itu tidak akan disukai oleh penonton. Ia akan dinasehati untuk tidak melakukan itu, dan permainan Skotlandia tidak populer di Inggris untuk waktu yang lama, hingga akhirnya penonton Inggris menyadari itu.”
Perbedaan gaya permainan tak dapat dipungkiri karena setiap tim dan pelatih dibesarkan dengan lingkungan sepakbola yang berbeda-beda. Contohnya, Guardiola menerapkan permainan possession yang atraktif tentu dipengaruhi oleh Barcelona, tempat ia menimba ilmu sepakbola dari kecil. Terlepas dari perbedaan tersebut, gaya permainan seperti apapun sebenarnya dapat memenangkan pertandingan jika dieksekusi dengan baik.