Perjalanan Leicester City Menuju Gelar Juara Premier League 2015/2016

Jelas saja, tak banyak pihak yang mengunggulkan Leicester City sebagai salah satu penantang gelar Premier League 2015/2016; bahkan fans mereka sendiri pun mungkin tahu diri. Klub East Midlands itu baru kembali ke kasta tertinggi sepakbola Inggris tersebut lima musim sebelumnya. Bahkan, pada musim 2008/2009 mereka masih berstatus sebagai kontestan League One, divisi tiga Liga Inggris.

Pelatih Nigel Pearson lalu membawa Leicester bangkit, jadi juara untuk naik ke Championship musim berikutnya, sebelum lanjut menembus play-off promosi Premier League, hanya saja gagal dan sang manajer angkat kaki. Tapi, hanya selang semusim, Pearson kembali, dan akhirnya berhasil membawa Leicester juara Championship 2013/2014 dan promosi ke Premier League setelah absen 10 tahun.

Awal yang Baik

Setelah performa yang buruk saat awal kembalinya mereka di kasta tertinggi sepakbola Inggris pada musim 2014/2015, Perason akhirnya didepak dari jabatannya. Namun, klub berjuluk The Foxes itu akhirnya bisa bertahan setelah memenangkan tujuh dari sembilan pertandingan terakhir, membuat mereka keluar dari dasar klasemen dan finish di posisi 14; pencapaian terbesar dari jurang degradasi.

Memasuki musim baru, manajemen Leicester menunjuk mantan manajer Chelsea asal Italia, Claudio Ranieri sebagai pelatih anyar. Tapi, banyak pihak yang merespon dengan reaksi skeptis. “Mengganti Pearson dengan Ranieri hanya dapat digambarkan sebagai tendangan besar. Risikonya, Leicester kini kehilangan sebagian energi, agresi dan semangat saat lolos dari degradasi,” tulis Alan Smith dari BBC.

Hanya saja, pada pertandingan pembuka musim, Leicester langsung membuat kejutan. Sunderland dicukur 4-2 setelah sempat unggul tiga gol tanpa balas di babak pertama. Gelandang Marc Albrighton jadi bagian penting atas pesta gol itu. Dua gol pertama berasal dari kreativitasnya. Bahkan, beberapa assist lagi terus dicatatkannya untuk gol demi gol Jamie Vardy dalam 11 pertandingan liga beruntun.

Total 13 gol dicetak striker Inggris itu dalam 11 laga berturut-turut, yang memecahkan rekor Premier League milik Ruud van Nistelrooy yang pernah membuat gol dalam 10 laga beruntun. Winger asal Aljazair, Riyad Mahrez juga tak kalah impresif. Dia mencetak dua gol setelah Vardy, untuk membawa Leicester unggul 3-0 di babak pertama, sebelum Albrighton membuat satu gol lagi di babak kedua.

Kemenangan Penting

Leicester tak terkalahkan dalam enam laga pembuka Premier League musim itu, dan terus bersaing di papan atas klasemen. Sempat takluk 2-5 dari tamunya, Arsenal di pekan tujuh, tapi mereka langsung merespon dengan 10 pertandingan beruntun tanpa kekalahan. Hebatnya, delapan laga di antaranya berupa kemenangan, termasuk membekuk Chelsea 2-1 di kandang sendiri pada 15 Desember 2015.

Kemenangan atas The Blues jadi salah satu capaian fantastis Leicester pada paruh pertama musim itu. Vardy, Mahrez dan Albrighton kembali menjadi bintang; dua nama pertama bergantian mencetak gol, sedang yang lainnya membuat satu assist untuk gol kedua. Mahrez bahkan sukses menunjukkan kepiawaiannya, berkali-kali melewati Cesar Azpilicueta di sisi kiri pertahanan Chelsea sepanjang laga.

Tambahan tiga poin atas tim London Barat itu pun membawa Leicester kembali ke puncak klasemen Premier League, setelah sempat turun usai bermain imbang 1-1 dengan Manchester United di King Power Stadium pada akhir November 2015. Tapi, sejak itu, mereka tak pernah lagi keluar dari dua besar klasemen, bahkan meski sempat kalah dua lagi hingga akhir musim, dari Liverpool dan Arsenal.

Pasukan Ranieri takluk 1-0 di markas Liverpool pada 26 Desember 2015, tapi masih bisa menguasai puncak klasemen. Saat kalah 2-1 di kandang Arsenal pada 14 Februari 2016, Leicester pun juga masih bertahan sebagai pimpinan klasemen. Hingga pada 10 April 2016, setelah menang 2-0 di kandang Sunderland, tiket ke Liga Champions berhasil disegel untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka.

Kekuatan Tim

Trofi juara Premier League 2015/2016 akhirnya sukses diamankan Leicester pada 2 Mei 2016, setelah pesaing utamanya, Tottenham Hotspur main imbang 2-2 dengan Chelsea. Sehari sebelumnya, Vardy dkk sudah lebih dulu sukses menahan tuan rumah Manchester United 1-1. Sejumlah surat kabar pun menggambarkan kejayaan Leicester ini sebagai salah satu kejutan besar dalam kompetisi olahraga.

Leicester menjadi juara dengan total 81 poin, hasil 23 kemenangan dan 12 imbang, serta hanya tiga kali kalah sepanjang musim. Bahkan, mereka tak terkalahkan dalam 12 pertandingan terakhir di liga musim itu. Di bawahnya, Arsenal tertinggal jauh hingga 10 poin. Lalu, Tottenham menyusul dengan hanya selisih satu poin, serta Manchester City dan Manchester United dengan sama-sama 66 poin.

“Leicester tak punya pemain-pemain terbaik di liga, dan karena itu cenderung memiliki penguasaan bola yang lebih sedikit. Namun mereka punya pemain-pemain pekerja keras dan kecepatan luar biasa di area-area paling penting,” tulis The Telegraph. “Maka Leicester bertahan lebih dalam, menyerap serangan sampai lawan berusaha keras menghancurkannya, dan seperti pegas, melepaskan umpan langsung ke belakang pertahanan lawan untuk menyerang dengan kecepatan ganas,” tambahnya.

Saat itu, Leicester memang dikenal dengan serangan balik dan soliditas pertahanannya. Makanya, selain Vardy yang mencetak 24 gol, hanya kalah satu gol dari Harry Kane yang jadi top scorer, dan Mahrez dengan 17 gol di posisi lima, juga ada gelandang tak dikenal, N’Golo Kante yang mengalirkan bola di tengah, serta duo bek, kapten Wes Morgan dan Robert Huth mengawal Kasper Schmeichel yang tak kalah penting perannya dalam kesuksesan Leicester menjuarai Premier League 2015/2016.

Sumber: Planet Football, Telegraph, Transfermarkt