Perjalanan Mesir Sebagai Wakil Pertama Afrika di Piala Dunia

Maroko telah mencatatkan dirinya sebagai negara Afrika pertama yang mampu menembus semi final Piala Dunia 2022. Meski akhirnya kalah, dan juga takluk dalam perebutan peringkat ketiga, setidaknya itu jadi pencapaian terbaik wakil benua hitam di event sepakbola terbesar dunia tersebut. Sementara Kamerun menjadi negara Afrika pertama yang berhasil lolos dari penyisihan grup di Piala Dunia 1990.

Kedua negara itu bisa dibilang sebagai yang tersukses dari Afrika dalam sejarah Piala Dunia. Bahkan, Kamerun sudah delapan kali bertarung dalam ajang empat tahunan itu, terbanyak di antara negara-negara tetangganya. Disusul Maroko, serta Nigeria dan Tunisia yang sudah lolos enam kali. Namun, di antara mereka, tentu hanya ada satu yang pertama kali mewakili benua hitam di Piala Dunia; Mesir.

Piala Dunia 1934

Mesir melewati Palestina; pada masa itu di bawah mandat Inggris dengan mayoritas pemain Inggris, untuk lolos ke Piala Dunia 1934 di Italia. Mereka berhasil mengalahkannya dalam dua leg, kandang dan tandang. The Pharaohs menang dengan skor 7-1 di Kairo, di mana sang kapten, Mahmoud “El-Tetsh” Mokhtar mencetak hat-trick, sebelum menuntaskan tugas dengan menang 4-1 di Tel Aviv.

Seharusnya, masih ada satu negara lain yang mesti disingkirkan Mesir untuk bisa merebut tempat di Piala Dunia 1934. Ketika itu, FIFA hanya menyediakan satu tiket untuk tim-tim dari Afrika dan Asia. Turki menjadi pesaing lainnya. Namun, tim lawan ternyata memilih mengundurkan diri. Sehingga Mesir pun berhak mendapatkan tiket dan menjadi tim Afrika pertama yang tampil di Piala Dunia.

Tim Firaun akhirnya berangkat ke Italia. Mereka melakukan perjalanan melalui laut menuju Naples di Italia selatan, tempat di mana pertandingan akan dilangsungkan.

“Kami pergi ke Italia dengan kapal bernama Helwan. Itu adalah perjalanan yang memakan waktu empat hari, tetapi kami menikmati pengalaman itu,” cerita Mustafa Kamel Mansour, kiper Mesir saat itu, dilansir oleh BBC pada 2002.

Lawan Hungaria

Mesir menghadapi salah satu tim kuat Eropa, Hungaria pada 27 Mei 1934 di Stadion Giorgio Ascarelli, sekarang dikenal sebagai Stadion Partenopeo, yang dulu pernah menjadi markas Napoli, salah satu klub Italia. Pelatih mereka asal Skotlandia, James McCrae sudah menyiapkan tim terbaik untuk menantang sang lawan. El Tetsh masih jadi andalan di lini depan tim, sekaligus sebagai kapten.

Sayangnya, saat pertandingan baru 11 menit, gawang Mesir sudah kebobolan. Pal Teleki mencetak gol pertama untuk Hungaria, disusul gol Geza Toldi menit ke-31. Tapi, wakil Afrika ternyata tak mau dipermalukan begitu saja. Mereka memberi respon, dan sempat menyamakan kedudukan. Striker Abdelrahman Fawzi membalas dengan dua gol hanya dalam empat menit jelang jeda babak pertama.

“Kami adalah tim yang lebih baik, kami pantas menang,” kata Mansour.

Tetapi, wasit Italia, Rinaldo Barlassina yang memimpin pertandingan telah menggagalkan kemenangan Mesir, menurutnya. “Saat pertandingan 2-2, rekan saya Fawzi mengambil bola dari tengah dan menggiring bola melewati para pemain Hungaria untuk mencetak gol ketiga. Tapi wasit membatalkannya karena offside!” ujarnya.

“Gol keempat Hungaria datang dari pelanggaran terhadap saya. Saya menangkap bola dari umpan silang, tapi striker mereka memukul dada saya dengan lututnya. Sikunya mematahkan hidung saya, dan mendorong saya ke dalam gawang. Bukannya menghukum Hungaria karena pelanggaran, wasit malah mengesahkan gol di tengah kemarahan 15.000 penonton,” ucap Mansour melanjutkan cerita.

“Semua surat kabar Italia mengkritik wasit keesokan harinya, dan menyebut wasit itu telah memberi Hungaria tiket ke babak berikutnya,” tambahnya.

Mesir akhirnya pulang lebih dulu, karena kalah 4-2. Mereka hanya bermain sekali, karena saat itu FIFA memakai format sistem gugur di Piala Dunia 1934 dengan 16 peserta; berbeda dengan Piala Dunia edisi pertama pada 1930 yang diikuti oleh 13 negara.

Perintis Afrika

Meski berhasil lolos ke Piala Dunia untuk pertama kalinya dalam edisi kedua tersebut, sekaligus jadi wakil pertama dari Afrika, namun pencapaian Mesir itu sebenarnya tak terlalu mengejutkan. Karena, sebelumnya mereka sudah unjuk gigi dalam cabang sepakbola di ajang Olimpiade. Bahkan, Mesir bisa dibilang jadi perintis sepak bola Afrika, karena sudah tampil di Olimpiade 1920 Antwerp Belgia.

Enam tahun sebelum tampil di Piala Dunia 1934, Mesir pun sukses menembus semi final sepak bola di Olimpiade 1928 Amsterdam Belanda. Saat itu, El-Tetsh tampil sebagai bintang dengan mencetak empat gol di usia 20 tahun, termasuk hat-trick ke gawang Turki di putaran pertama. Sebelumnya, mereka pun ternyata pernah mencukur Hungaria tiga gol tanpa balas di Olimpiade 1924 Paris Prancis.

Sayangnya, kiprah Mesir di Piala Dunia belum sementereng pencapaian mereka di cabang sepak bola Olimpiade. Bahkan, The Pharaohs harus menunggu 56 tahun untuk kembali ke Piala Dunia. Mereka lolos ke Piala Dunia 1990, lagi-lagi di Italia. Mesir pun belum mampu berbuat banyak; gagal di fase grup meski sempat menahan imbang Belanda dan Republik Irlandia, sebelum kalah dari Inggris. Lalu, mereka terbang lagi ke Piala Dunia 2018 Rusia, tapi tiga laga di penyisihan grup harus berakhir kalah.

Sumber: BBC, Kingfut, ESPN