Pada 1974, FIFA menunjuk Kolombia sebagai tuan rumah untuk penyelenggaraan Piala Dunia 1986. Akan tetapi 8 tahun setelah ditunjuk, mereka mengundurkan diri karena konflik di dalam negeri yang berimbas pada sektor ekonomi. FIFA mengadakan pemilihan ulang dengan tiga negara yang menjadi kandidat yaitu Meksiko, Kanada, dan Amerika Serikat.
Dengan beberapa pertimbangan, otoritas tertinggi sepakbola memilih Meksiko sebagai tuan rumah. Pengalaman menjadi host pada 1970 dijadikan alasan utama mengapa negara beribukota Mexico City ini terpilih. Inilah kali pertama sebuah negara dua kali menjadi tuan rumah Piala Dunia. Meski diganggu gempa delapan bulan sebelum turnamen, beruntung Meksiko masih bisa menggelar Piala Dunia dikarenakan kondisi stadion yang tidak mengalami kerusakan yang parah.
Lahirnya Babak 16 Besar
Piala Dunia 1986 adalah kejuaraan pertama yang menggunakan format babak 16 besar setelah penyisihan grup. Dikarenakan jumlah peserta hanya 24 negara, maka empat peringkat tiga terbaik diperbolehkan untuk lolos ke perdelapan final melengkapi 12 negara yang menjadi juara dan runner up grup.
Bulgaria, Belgia, Polandia, dan Uruguay menjadi negara pertama yang lolos dengan status peringkat tiga terbaik. Jika Belgia dan Polandia lolos dari grup dengan membawa satu kemenangan, maka lain halnya dengan Bulgaria dan Uruguay.
Kedua negara tersebut lolos tanpa membawa satupun kemenangan dan selisih gol yang minus. Menariknya, dari empat negara tersebut, tiga diantaranya harus puas sampai babak perdelapan final saja. Satu-satunya negara yang bisa melangkah jauh adalah Belgia. Rode Duivels malju sampai semifinal meski dikalahkan Argentina di semifinal dan Prancis pada perebutan peringkat ketiga.
Rekor Buruk Batista
Setelah gagal lolos dalam dua turnamen sebelumnya, Uruguay akhirnya kembali lolos ke putaran final Piala Dunia. Mereka berada di Grup E bergabung bersama Denmark, Jerman Barat, dan Skotlandia. Kiprah mereka sebenarnya cukup positif dengan berhasil melangkah ke babak 16 besar. Salah satunya menahan imbang Jerman Barat 1-1.
Akan tetapi, perjalanan mereka di Meksiko 1986 diwarnai aksi konyol salah satu pemainnya. Dalam laga terakhir melawan Skotlandia, Jose Batista diusir wasit Joel Quiniou ketika pertandingan baru berjalan 56 detik. Kurang dari satu menit, Batista dikeluarkan dari lapangan karena melakukan tekel keras terhadap Gordon Strachan.
Beruntung bagi Uruguay, meski laga berakhir 0-0 mereka tetap lolos ke babak 16 besar. Sebaliknya bagi Skotlandia, hasil tersebut membuat kesebelasan yang diasuh Sir Alex Ferguson ini menempati posisi terakhir.
Sementara itu, catatan memalukan Batista masuk dalam buku rekor dunia Guiness sebagai kartu merah tercepat dalam turnamen Piala Dunia.
Kejutan dari Denmark dan Maroko
Piala Dunia 1986 menghadirkan tiga negara debutan yaitu Denmark, Kanada, dan Irak. Akan tetapi, hanya satu dari mereka yang tampil sangat baik sepanjang turnamen yaitu Denmark. Tidak ada yang menyangka tim asuhan Sepp Piontek ini bisa membuat kejutan. Sepanjang turnamen, Tim Dinamit kerap menjadi bahan olokan karena warna kostumnya yang aneh.
Akan tetapi, keanehan kostum mereka ditutupi dengan permainan sepakbola yang atraktif. Bersama Brasil, Denmark menjadi negara yang menyapu bersih tiga pertandingan fase grup dengan kemenangan.
Skotlandia mereka kalahkan 1-0, Jerman Barat yang masih diperkuat Franz Beckenbauer dikalahkan 2-1. Juara dunia dua kali, Uruguay, mereka kalahkan dengan skor telak 6-1. Sayangnya, langkah mereka harus terhenti di babak 16 besar dari Spanyol dengan kekalahan yang mencolok 1-5. Pada pertandingan itu, bintang Real Madrid, Emilio Butragueno menceta empat gol.
Kejutan lain datang dari Maroko. Mereka adalah negara Afrika pertama yang bisa lolos ke babak 16 besar Piala Dunia. Berada di Grup F, mereka berhasil finis sebagai juara grup di atas Inggris, Polandia, dan Portugal. Inggris, yang berisi bintang-bintang macam Gary Lineker, Terry Butcher, dan Peter Shilton berhasil mereka tahan 0-0.
Di laga terakhir, mereka mengalahkan Portugal dengan skor 3-1 dan lolos ke babak berikutnya. Langkah mereka baru terhenti oleh Jerman Barat. Tim Panzer bahkan butuh gol Lothar Matthaus di menit terakhir untuk menghentikan langkah Badou Zaki cs di perdelapan final.
Keberhasilan Maroko menembus 16 besar tidak lepas dari kejeniusan pelatihnya, Jose Faria. Ia memasukkan gaya Brasil ke dalam permainan anak asuhnya sehingga Singa Atlas tampil begitu menghibur. Entah karena keberhasilannya di Piala Dunia atau tidak, namun ketika melatih Maroko, Jose Faria memutuskan untuk memeluk agama Islam dan mengganti namanya menjadi Mehdi Faria.
Piala Dunianya Maradona
Pada akhirnya, membahas Piala Dunia 1986 tidak akan lengkap tanpa membahas Diego Armando Maradona. Dialah kapten, inspirator, pahlawan, sekaligus penjahat dalam satu turnamen. Maradona menyelamatkan Argentina dari kekalahan ketika melawan Italia. Ia juga menjadi bintang ketika Argentina melawan Bulgaria dan Korea Selatan.
Aksinya ketika melawan Inggris tentu tidak bisa dilupakan sampai kapanpun. Dalam pertandingan di Stadion Azteca itu, label Maradona sebagai pahlawan sekaligus penjahat melekat dalam kurun waktu lima menit saja. Pada laga itu, kedua negara bertanding membawa sisa-sisa perseteruan mereka ketika perang memperebutkan kepulaua Falklands atau yang akrab disebut Malvinas.
Drama dimulai ketika enam menit setelah jeda, Maradona bertukar umpan dengan Jorge Valdano. Sayangnya, umpan Valdano tidak sempurna yang kemudian disapu oleh Steve Hodge secara tidak sempurna pula. Bola sapuannya kemudian mengarah ke penjaga gawang Peter Shilton. Maradona yang mengejar bola tersebut seketika mengalahkan Shilton dan mencetak gol menggunakan tangannya.
“Tuhan membantu saya mencetak gol itu. Balasan dari mereka atas direbutnya Malvinas. Saya tidak pernah merasa bersalah karena orang Argentina akan selalu memanfaatkan segala cara baik itu dengan tangan, sikut, bahkan mendorong orang lain demi mendapat sepotong roti,” ujar Maradona dilansir FourFourTwo Juni 2014.
Wasit Ali Bin Nasser kebingungan. Maradona di sisi lain merayakan gol tersebut. Wasit asal Tunisia itu kemudian mensahkan gol tersebut. Drama tidak berhenti sampai di situ, empat menit setelah gol kontroversial tersebut, Maradona mencetak salah satu gol terbaik yang pernah hadir di Piala Dunia.
Menerima bola dari tengah, ia berlari melewati Glen Hoddle, Peter Reid, Kenny Sansom, Terry Butcher, dan Terry Fenwick sebelum mengecoh Peter Shilton dan mengubah skor menjadi 2-0. Satu gol yang dibuat Gary Lineker tidak cukup membawa Inggris menahan kebesaran Argentina dengan Maradonanya.
Alih-alih mengutuk gol pertama yang memakai tangan, para pemain Inggris justru merasa kesal dengan gol kedua yang melewati lima pemain. “Saya lebih marah pada gol kedua karena dia mengalahkan saya dua kali. Bajingan kecil itu mengalahkan saya,” ujar Terry Butcher.
Di semifinal, Maradona kembali mencetak dua gol kemenangan melawan Belgia. Salah satunya dibuat dengan cara melewati empat pemain. Satu asisnya ke arah lari Jorge Burruchaga membawa Argentina meraih trofi dunia keduanya sekaligus membuat Jerman Barat kembali kalah di final Piala Dunia untuk kali kedua secara beruntun.