Piala Dunia 2006: Keras, Konyol, dan Akhir Tragis Maestro Sepakbola

Setelah mampir ke Asia, Piala Dunia memutuskan kembali ke Eropa. Jerman kemudian terpilih sebagai tuan rumah ajang empat tahunan tersebut. Sama seperti sebelumnya, Piala Dunia kali ini juga mengalami beberapa modifikasi. Yang paling penting adalah penghapusan sistem golden goal dan mengembalikan ke sistem lama yaitu 30 menit perpanjangan waktu saja.

Tidak hanya itu, negara tuan rumah kini mendapat kehormatan untuk menggelar pertandingan pembuka. Tidak seperti sebelumnya ketika juara bertahan menjadi negara pertama yang bertanding dalam partai pertama.

Turnamen kali ini penuh dengan beberapa negara anyar. Negara tradisional Afrika macam Kamerun dan Nigeria tidak lolos putaran final. Mereka diwakili negara debutan seperti Angola, Ghana, Togo, dan Pantai Gading. Australia untuk pertama kalinya sejak 1974 kembali tampil di Piala Dunia sedangkan Yugoslavia kembali hadir dengan nama baru yaitu Serbia dan Montenegro.

Piala Dunia Terkeras

Entah apa yang terjadi dalam pikiran para pemain, namun Piala Dunia 2006 adalah turnamen terkeras yang pernah terjadi sepanjang sejarah. Sejak kartu kuning dan kartu merah digunakan pada 1974, inilah Piala Dunia dengan jumlah kartu terbanyak. Tercatat ada 345 kartu kuning dan 28 kartu merah keluar dari saku wasit. Jumlah yang jauh lebih banyak dibanding empat tahun sebelumnya yaitu 272 kartu kuning dan 17 kartu merah.

Dari 28 kartu merah yang dikeluarkan, setengah diantaranya tersebar untuk tujuh negara berbeda yaitu Kroasia, Rep Ceska, Italia, Belanda, Portugal, Serbia-Montenegro dan Amerika Serikat. Masing-masing dari mereka memiliki dua kartu merah. Bahkan dua milik Amerika Serikat mereka raih hanya dalam satu laga saja ketika melawan Italia.

Brutal di Nuremberg dan Kekonyolan Graham Poll

Akan tetapi, apa yang terjadi pada laga USA melawan Italia tidak apa-apanya dengan kejadian yang terjadi Nuremberg. Pertandingan 16 besar yang mempertemukan Portugal melawan Belanda yang seharusnya menjadi pertunjukkan dua negara dengan permainan indah justru berubah menjadi pertarungan paling kotor sepanjang sejarah Piala Dunia.

Pertandingan dimenangkan Portugal dengan skor 1-0 melalui gol Maniche. Tetapi skor pertandingan saat itu tertutupi dengan rekor 16 kartu kuning dan empat kartu merah yang keluar dari saku wasit Valentin Ivanov. Laga sejak awal sudah berlangsung keras. Cristiano Ronaldo bahkan dibuat menangis oleh tekel brutal Khalid Boulahrouz.

Jumlah 16 kartu kuning terbagi menjadi sembilan untuk Portugal dan tujuh bagi Belanda. Sementara Costinha, Deco, Giovanni van Bronckhorst, dan Khalid Boulahrouz menjadi pemain yang diusir Ivanov. Yang menarik setelah mendapat kartu merah, baik Deco, Van Bronckhorst, dan Boulahrouz justru duduk bersama di tribun penonton.

Sebelum Ivanov, aksi yang lebih nyeleneh sempat dilakukan wasit kenamaan Inggris, Graham Poll. Dia menjadi satu dari 14 wasit yang dipulangkan FIFA karena keputusan anehnya memberi tiga kartu kuning kepada Josip Simunic. Kejadian tersebut muncul pada laga terakhir Grup F yang mempertemukan Kroasia melawan Australia.

Pada menit ke-61, Simunic sudah mendapat kartu kuning. Kartu kuning kedua didapat Simunic pada menit ke-90 dan seharusnya ia sudah dikeluarkan. Akan tetapi, baik Poll, para pemain, hingga perangkat pertandingan tidak ada yang menyadari kejanggalan tersebut. Ketika peluit sudah dibunyikan Pool, ia memberikan kartu kuning ketiga sekaligus kartu merah untuk Simunic.

Reputasi Poll hancur. Ia yang datang ke Jerman sebagai wasit terbaik Inggris justru berubah menjadi salah satu wasit terburuk di dunia. 10 hari sebelum final Piala Dunia 2006 digelar, Poll memutuskan pensiun dari dunia wasit.

Calciopoli Lahirkan Juara Dunia

Sebulan sebelum Piala Dunia dimulai, sepakbola Italia diguncang skandal yang memalukan. Lima kesebelasan Serie A yaitu Juventus, AC Milan, Lazio, Fiorentina dan Reggina terbukti melakukan tindak pengaturan skor. Skandal yang disebut Calciopoli ini disebut-sebut lebih parah dari apa yang pernah terjadi 24 tahun sebelumnya yaitu Totonero.

Kesebelasan yang menjadi terhukum mendapat beberapa ganjaran seperti pengurangan poin yang membuat posisi mereka di liga melorot beberapa tingkat. Yang terparah tentu saja hukuman yang didapat Juventus. Selain pengurangan poin, mereka juga harus terdegradasi ke Serie B dan merelakan dua gelar Scudetto yang dicabut. Skandal ini sekaligus mencoreng wajah Azzurri yang pada Piala Dunia 2006 membawa 13 pemain dari empat klub yang terhukum tersebut.

Akan tetapi, Calciopoli justru tidak membuat Italia tampil lesu di Jerman. Sebaliknya, mereka tampil sangat konsisten. Lippi dibekali 23 pemain yang saling melengkapi satu sama lain yang mampu membawa mereka melangkah hingga menjadi juara dunia.

Tergabung di Grup E, Italia mengantungi tujuh poin hasil dua kemenangan melawan Ghana dan Rep Ceska. Satu-satunya hasil imbang diraih ketika melawan USA. Pada perdelapan final, aksi teatrikal Fabio Grosso membuat Australia tersingkir lewat satu gol penalti Francesco Totti. Ukraina kemudian dibabat 3-0.

Pada babak empat besar, Italia secara mengejutkan membuat Jerman menangis di Dortmund. Dua gol yang masing-masing dicetak Fabio Grosso dan Alessandro Del Piero membawa mereka ke partai puncak bertemu Prancis. Di Olympiastadion Berlin, mereka berhasil mengalahkan Prancis dalam babak adu penalti 5-3.

Mereka meraih gelar keempatnya dengan cara yang serupa ketika meraih Piala Dunia 1982 yaitu sama-sama dinaungi skandal pengaturan skor. Spesial dalam turnamen kali ini, Italia menjadi juara dengan mencetak 12 gol yang dibuat 10 pemain berbeda.

Tragisnya Karier Zinedine Zidane

Bintang Real Madrid, Zinedine Zidane menegaskan kalau Piala Dunia 2006 akan menjadi ajang terakhirnya di dunia sepakbola. Ia bertekad untuk memberikan Prancis gelar juara dunia layaknya delapan tahun silam.

Prancis melaju hingga partai puncak dikarenakan apiknya permainan Zidane terutama ketika memasuki fase gugur saat mengalahkan Spanyol, Brasil dan Portugal. Zidane pun mencetak gol pertama untuk Prancis pada babak final sebelum disamakan oleh Marco Materazzi.

Akan tetapi, karier Zidane harus berakhir pada menit ke-110 babak perpanjangan waktu. Wasit Horacio Elizondo mendapat sinyal dari wasit keempat, Luis Medina Cantalejo kalau ada insiden yang melibatkan Zidane dengan Materazzi. Setelah berdiskusi, Elizondo kemudian berlari sambil memberikan kartu merah kepada Zidane.

Setelah melihat rekaman video, diketahui Zidane menanduk dada Materazzi. Zizou pun hanya melangkah gontai sembari berjalan melewati trofi Piala Dunia yang bisa saja ia raih jika ia tidak diusir Elizondo. Selepas pertandingan, Zidane mengatakan kalau ia menanduk Materazzi dikarenakan ucapan Matrix yang melecehkan Ibu dan saudara perempuannya. Sementara Materazzi merasa kalau ia tidak pernah menghina keluarga Zidane. Hingga saat ini belum diketahui apakah keduanya sudah berdamai atau tidak.