Taktik Perang Sun Tzu dan Aplikasinya di Sepakbola

Sepakbola punya pemandangan yang mirip dengan keadaan seperti memasuki medan perang. Mulanya, kedua kesebelasan memasuki lapangan yang dipimpin oleh kapten. Kemudian rekan-rekannya mengikuti dari belakang. Tidak jauh dari mereka, berjejer mereka yang jelas memiliki pangkat lebih tinggi ditambah sederet pasukan cadangan yang siap sedia untuk dimainkan.

Sebuah pemandangan yang sekiranya mirip dengan keadaan memasuki medan perang. Namun itulah sepakbola, sebuah “perang” untuk meraih kemenangan, gelar juara, atau gengsi. Semua dilengkapi dengan strategi-strategi untuk menghadapi lawan yang diatur oleh sang Manajer. Meskipun bukan nyawa taruhannya, namun harga diri pemain dipertaruhkan juga di atas lapangan.

Membahas strategi tentang perang, tentu saja tidak mungkin lepas dari Mahaguru strategi perang, Sun Tzu. Semua strategi perang yang ada saat ini merupakan perkembangan dari apa yang ditulis Sun Tzu ribuan tahun silam. Sun Tzu memberikan dasar strategi dalam bukunya berjudul The Art of War. Berisi 13 bagian yang berisi dari dasar apapun yang diperlukan dalam peperangan.

Strategi ini tidak hanya berguna di perang atau pertempuran. Semua strategi olahraga tidak lepas dari strategi ini. Tidak terkecuali sepakbola, implementasi strategi Sun Tzu sangat mengakar, meskipun sepakbola konon ditemukan lebih dulu dibandingkan The Art of War –nya, Sun Tzu. Sepakbola kini lebih kompleks mengenai strategi dan taktik.

Mungkin sudah sering kita dengar bahwa Luis Felipe Scolari adalah pengagum strategi Sun Tzu, hal yang memang diakuinya sendiri. Menangani Brasil di Piala Dunia 2002, Scolari sadar bahwa talenta Brasil yang ada saat itu bukanlah talenta sembarangan. Namun itu tidak cukup, diperlukan motivasi yang kuat untuk membuat para pemain menampilkan permainan terbaik.

Scolari kemudian menyuruh stafnya membawa serta potret lukisan “Our Lady of Caravaggio”, lukisan Bunda Maria yang sangat kental dengan nuansa religius, dan memastikan para pemainnya menatap potret tersebut selama 10 menit sebelum bertanding. Para pemain seperti Rivaldo, Cafu, dan penjaga gawang Marcos, merasakan aura positif yang membuat mereka lebih tenang di atas lapangan.

Persiapan merupakan bagian penting dalam taktik Sun Tzu. Maka, Scolari menyiapkan timnya sebaik-baiknya. Mengadopsi itu, Scolari mempersiapkan semuanya, termasuk mental dan ketenangan pemain sebelum bertanding. Lebih jauh lagi, Scolari membagikan salinan buku The Art of War, kepada semua pemain Brasil, tradisi yang diteruskan Carlos Alberto Perreira kemudian. Bahkan setelah Piala Dunia berlangsung, Cafu yang saat itu memegang jabatan sebagai kapten, memutuskan mendalami Art of War.

Sun Tzu di Final Piala FA

“Ketahui Musuhmu” dan “Antisipiasi pergerakan lanjutan musuhmu”.

Itu adalah dua kalimat yang mungkin akan dikenang Nigel Reo-Coker ketika Final FA Cup antara West Ham menghadapi Liverpool tahun 2006 silam. West Ham secara permainan jauh lebih dominan dibanding Liverpool. West Ham unggul 2-1 atas Liverpool sebelum turun minum. Gol bunuh diri Carragher dan satu gol dari Dean Ashton hanya mampu dibalas satu gol dari Djibril Cisse.

Sama-sama menurunkan formasi 4-4-2, namun Liverpool sedikit memodifikasinya. Sang kapten Steven Gerrard digeser sedikit melebar, memberikan ruang bagi duet Sissoko-Xabi Alonso di tengah.

Gerrard sedikit asing di posisi ini. Meskipun sempat menempati posisi sayap ketika menghadapi Chelsea di Premier League. Kehilangan Luis Garcia yang memaksa Gerrard bermain sedikit melebar.

Benitez menyadari Gerrard sedikit tidak nyaman bermain melebar. Maka, Benitez memberikan lisesnsi bagi Gerrard sedikit menusuk ke tengah, dengan risiko sayap kanan akan terbuka. Babak kedua berjalan 9 menit, Gerrard mencetak gol fantastis yang menghujam gawang Hislop.

Dan benar saja, Konchesky menjauhkan keadaan menjadi 3-2 ketika memanfaatkan lubang yang ditinggalkan Gerrard di posisi kanan. Menyadari hal ini, Benitez memasukkan Jan Kromkamp untuk mengisi posisi Full-back kanan, membuat Steve Finnan sedikit naik dan menggeser Gerrard ke tengah.

Lini tengah Liverpool yang menang jumlah tidak disadari Reo-Coker. Ia masih sibuk membangun serangan dan tidak megacuhkan Gerrard yang kini telah kembali di posisi alamiahnya. Padahal Alan Padrew menyadari hal ini dan dengan segera meminta Reo-Coker sedikit bertahan plus memasukkan Christian Dally yang berposisi sebagai bek tengah.

Petaka kemudian terjadi, Gerrard yang benar-benar terlepas dari penjagaan, mencetak gol sepaktakuler setelah Reo-Coker terlambat mengawal Gerrard yang melepaskan tendangan dari luar kotak penalty memanfaatkan bola muntah. West Ham kemudian kalah di adu tos-tosan dan Liverpool mendapatkan gelar Piala FA.

Sun Tzu di Manchester yang Lain

Manchester City musim 2011/2012 menerapkan strategi Sun Tzu, “Menipu lawan adalah segalanya. Penipuan akan menyebabkan kebingungan dan kebingungan akan menyebabkan kelemahan.”

United menjanjikan di awal setelah mengalahkan Arsenal dengan skor tipis 8-2. City kemudian bertandang tujuh pekan setelahnya, City menghabisi United dengan skor 6-1. Ferguson berang, media pun berharap ada respons bombastis dari Roberto Mancini. Kenyataannya? Mancini justru mengungkapkan apatisme bahwa City tidak mungkin meraih gelar Premier League.

Wartawan bingung dengan respons tersebut, Ferguson percaya mentalitas Mancini ternyata semudah itu. United jutsru terpleset, unggul 8 poin dari tetangganya, City bahkan berbalik menyalip United ditangga klasemen lewat penampilan apik mereka. Namun Mancini tetap memasang nada datar akan kesuksesan ini.

Ferguson seolah panik dan sempat kehilangan momentum penting. Dan pada akhirnya City meraih gelar juara Premier League mereka. Setelahnya Mancini menjelaskan ke media bahwa para hanya kepada para pemainnya-lah Mancini mengungkapkan keyakinannya untuk meraih gelar bukan pers, untuk mencegah United mendengar dan menaikkan kewaspadaan mereka.

Masih banyak ajaran Sun Tzu yang melekat di sepakbola, salah satunya “Bertahan membuatmu tidak terkalahkan namun menyerang adalah kunci meraih kemenangan”.

Kita melihat ini di sepakbola ala Pep Guardiola, Mourinho hingga Zinadine Zidane. Mereka sadar kekuatan lini serang tidak ada artinya apabila pertahanan rapuh. Untuk itulah, mereka membangun tembok kokoh dipertahanan sekaligus membuat tembok ini secara aktif membantu penyerangan.

Dan bagi mereka yang menyangkal strategi ini. Jangan khawatir, mereka akan bergabung dengan Nigel Reo-Coker, Sir Alex Ferguson, dan Neil Warnock, yang merana akibat tidak menyadari strategi-strategi lawan. Dan Sun Tzu akan tertawa lepas melihat taktiknya bekerja dengan baik, meksipun ia tidak pernah mendapatkan lisensi apapun dibidang sepakbola.