Shakhtar Donetsk yang Terusir Karena Konflik

Ukraina menghadapi konflik besar pada 2014 setelah pemberontak menduduki kota Donbass. Tak berselang lama, giliran Luhansk dan Donetsk yang diduduki. Pemerintah Ukraina berusaha keras untuk mengambil alih kota tersebut, tapi sulit karena ada campur tangan pihak Rusia.

Konflik di Ukraina bemula pada 2013. Saat itu, Pemerintah Ukraina menolak untuk mendekat ke Uni Eropa demi menjaga hubungan baik dengan Rusia. Secara kultur, Rusia dan Ukraina begitu dekat. Ukraina merupakan bagian dari Uni Soviet sebelum pecah pada 1991. Masyarakatnya pun banyak yang pro-Rusia.

Sayangnya, penolakan tersebut membuat sebagian kelompok tak senang. Kelompok bernama “Euromaidan” tersebut melancarkan protes yang berujung pada revolusi yang menjatuhkan Presiden Viktor Yanukovich dari takhta-nya.

Kondisi Ukraina yang tak stabil dimanfaatkan oleh Rusia dengan menganeksasi wilayah Crimea. Selain itu, milisi pro-Rusia juga menduduki wilayah timur Ukraina, utamanya di Donbass dan menghadirkan peperangan yang tak kunjung usai hingga kini.

Selain jutaan jiwa yang harus mengungsi, sementara puluhan ribu lainnya tewas, klub Shakhtar Donetsk juga terdampak karenanya. Donbass Arena berkali-kali kena dampak peperangan. Ini yang membuat Shakhtar harus pindah kandang ribuan kilometer jauhnya ke Lviv.

Apa yang terjadi di Ukraina ini cukup mengejutkan. Apalagi dua tahun sebelumnya, Ukraina bersama dengan Polandia, menjadi tuan rumah Piala Eropa 2012. Donbass Arena bahkan menjadi saksi duel Portugal menghadapi Spanyol yang berakhir lewat adu tendangan penalti.

Menjadi tuan rumah Piala Eropa menjadi awalan bagus untuk bergabung dengan Uni Eropa. Namun, kenyataannya tak semudah itu. Kepentingan dari luar negeri ikut memengaruhi keputusan.

Shakhtar Donetsk merupakan salah satu kekuatan sepakbola di Ukraina bersama dengan Dynamo Kiev. Berdiri pada 24 Mei 1936, Shakhtar telah mengoleksi 13 gelar Ukrainian Premier League yang pertama kali diraih pada musim 2001/2002.

Saat konflik berlangsung, Shaktar tengah mengawali kompetisi tanpa pemain utama. Henrikh Mkhitaryan dijual ke Borussia Dortmund, Fernandinho ke Manchester City, sementara Willian ke Anzi Makhachkala.

Shakhtar tak begitu berdampak saat konflik terjadi. Soalnya, Liga Ukraina tengah libur musim dingin, dari Desember hingga Maret. Kompetisi tengah berlanjut di tengah konflik, meski terdapat penurunan drastis dalam hal jumlah penonton.

Ketika konflik mulai terekskalasi, Shakhtar memutuskan pindah ke Lviv pada Mei 2014. Ini dipicu dari didudukinya kantor Kementerian Dalam Negeri oleh separatis pro-Rusia.

Pada akhir musim 2013/2014, Shakhtar tetap keluar sebagai juara Liga Ukraina. Striker mereka, Luiz Adriano, menjadi top skorer liga. Manager Mircea Lucescu pun mendapatkan penghargaan Romanian Coach of the Year.

Saat bertanding, para pemain Shakhtar tak pernah mau menggunakan kaos bertuliskan dukungan buat tentara Ukraina, sebagai bentuk protes atas perang yang terjadi di Donetsk.

Setelah pindah ke Lviv, Shaktar juga bermain di Metalist Stadium di Kharkiv yang berjarak sekitar 250 kilometer barat laut Donetsk. Namun, sejak Mei 2020, Shaktar berkandang di Olimpiyskiy National Sports Complex, di Kiev.

Meski tempat asalnya dibombardir dengan perang yang tak pernah berakhir, tapi Shakhtar tetap menunjukkan kualitasnya. Sejak 2014, mereka sudah menjuarai empat gelar liga dan empat gelar Piala Ukraina.