Bergaji tinggi, mudah punya kekasih seperti bidadari, bergelimang trofi, dan bermain untuk tim sebesar Chelsea. Nikmat mana lagi yang kamu dustai? Nyatanya, saat bertekuk lutut dari Arsenal pekan lalu, penggawa The Blues hanya sekumpulan pemain sulit termotivasi. Memicu manajer mereka, Muarizio Sarri, memaki-maki.
“Saya harus bilang saya luar biasa marah, sangat marah. Kekalahan ini menyoal mentalitas kami ketimbang hal lain.
“Kami kurang cukup motivasi, solid secara mental, dan determinasi. Saya lebih memilih berada di ruang gantu berbicara mengapa kita kalah secara taktik. Namun tampaknya sekumpulan pemain ini luar biasa sulit termotivasi,” ungkap Sarri kepada situs resmi klub.
Sarri memilih berbicara dalam bahasa ibu, bahasa Italia, untuk mengungkapkan kemarahannya. Untuk pertama kalinya sejak melatih di Inggris, juru taktik 60 tahun meminta jasa penerjemah supaya ekspresi kekecewaannya terlihat gamblang dan pesan soal kurangnya keganasan anak asuhnya tersampaikan dengan jelas.
Karakternya begitu, berbicara tanpa tedeng aling-aling tiada takut ambil risiko ada ego pemain yang terluka. Dia menagih Kepa Arrizabalaga, dkk., mengubah mentalitas bermain, karena meyakini skuatnya punya kemampuan dan karakter untuk berubah ke arah yang lebih baik.
Apa yang tampak pada laga melawan Arsenal memang demikian. Khususnya di lini tengah, Chelsea kepayahan hadapi tekanan galangan empat gelandang The Gunners, Lucas Torreira, Granit Xhaka, Aaron Ramsey, dan Matteo Guenduozi. Jorginho sebagai penerjemah skema Sarriball kerap kelimpungan akibat N’Golo Kante yang anehnya sering diberi tugas menyerang.
Kegoyahan tersebut merembet kemana-mana. Gambaran Eden Hazard yang menggetarkan bibir setelah kebobolan cukup menjelaskan segalanya. Padahal menurut Sarri, secara taktik mereka tidak kalah dari tuan rumah, tapi petaka hadir karena tampilan mental yang salah. Bayangkan, baru pada menit ke-82, Chelsea peroleh tendangan tepat arah.
Chelsea Mulai Lelah?
Biang keladi minimnya motivasi bisa mudah dicari. Chelsea mulai lelah, mungkin saja. Siapa juga yang fisik dan mentalnya tidak tergerus kompetisi tidak kenal libur Nataru (Natal dan Tahun Baru)? Sekalipun mayoritas pemain punya pengalaman bertahun-tahun melakukannya, tapi rutinitas tahunan tanpa penyegaran bisa menggembosimu.
Ingat, The Blues juga belum tersingkir dalam satu kompetisi pun yang mereka ikuti musim ini. Pada tengah pekan ini saja mereka perlu mengejar defisit skor 0-1 atas Tottenham Hotspur di Piala Liga Inggris.
Banyak faktor lain, seperti kebijakan perpanjangan kontrak jangka pendek untuk pemain di atas 30 tahun yang bisa membuat pening. Belum ada satupun pemain yang imun, temasuk John Terry dan Frank Lampard sekalipun. Terbaru, Cesc Fabregas dikirim ke AS Monaco bergulat dengan lumpur papan bawah Ligue 1.
Dari pemain yang diturunkan versus Arsenal, ada lima pemain sekitaran kepala tiga yang masa depannya di klub segera temui keputusan. Plus, saga transfer Hazard yang menggantung terterpa udara dari jendela Januari yang menganga. Sejak bursa transfer tengah musim ini terbuka, jumlah gol Hazard kosong.
Belum lagi mengenai isu visa izin tinggal bos besar Roman Abramovich yang bermasalah. Setelah kasus peracunan Salisbury kepada warga negara Rusia yang menjadi mata-mata Inggris, hubungan kedua negara merenggang. Sebagai bagian oligarki, Roman Abramovich juga kena imbas. Batang hidungnya tidak kunjung terlihat di Stamford Bridge. Perayaan Piala FA musim lalu pun tanpa melibatkan sang bos. Ketiadaan sosok penguasa 15 tahun tim London Barat, pasti bisa memengaruhi motivasi pemain.
Sarri sekalipun berbicara terus terang seperti itu, masih yakin ada pemain yang mampu diharapkan memenuhi permintaannya tampil motivasi tinggi. Siapa tahu, ucapan kerasnya bisa memancing pemain bangkit. Taktik yang dilakukan Antonio Conte saat dua musim lalu juga kalah di Stadion Emirates, tapi lantas mengubah pendekatan taktiknya sampai keluar sebagai juara liga.
Tidak dipungkiri kegoyahan ini juga imbas dari taktik jangka pendek klub yang kejayaan moderennya dibangun lima belas tahun lalu lewat guyuran dana milioner Rusia. Kebijakan perekrutan pemain yang bongkar-pasang dengan manajer yang berganti-ganti menyebabkan ketidakcocokan yang dipaksakan.
Ucapan keras Sarri hanya satu dari sekian banyak konflik terbuka antara manajer dengan pemain/staf klub. Antonio Conte punya relasi buruk dengan Diego Costa yang kemarahannya dia tertawakan. Musim lalu, pelatih Italia berkonflik dengan para pemain Brasil, berpuncak Willian menimpa wajah Conte dengan emoji trofi untuk unggahan media sosialnya. Periode kedua Jose Mourinho di klub tuntas (tentu saja di musim ketiga) akibat konflik dengan staf medis, Eva Carneiro.
Di Chelsea, keharmonisan terbukti tidak serta merta hadir seiring raihan trofi.
Tawaran Solusi
Sarri mesti berpikir cepat menyelesaikan masalahnya. Latihan di Cobham tetap berjalan, sebagaimana hidup pun harus terus bergulir. Sarri pasti tahu caranya mengingkatkan gairah.
Mengetikkan ‘How to motivate yourself’ di Youtube bisa dicoba. Mendengar para motivator berbicara di panggung TEDx, menonton tutorial kegiatan-kegiatan remeh yang mampu meningkatkan mood, atau sekadar mengajak nonton bareng serial komedi Marvelous Mrs. Maisel bisa dipertimbangkan.
Sebatang dua batang rokok bersamanya di sisi belakang gedung menghilangkan penat juga mengapa tidak? Toh sudah sering pesepak bola kedapatan merokok di waktu luang. Dia juga bisa mengajak berbicara topik keuangan, dunia perbankan, atau kesantaian orang-orang Italia selatan. Para pemain bisa membalas dengan menggunjing para manajer terdahulu Chelsea, karena selain menghibur, gosip dapat membangun ikatan sosial, terlebih jika ikatan sosial itu muncul dari ketidaksukaan bersama.
Jika ada satu malam kosong untuk bersama bisalah digelar malam keakraban. Memotong kayu, menyalakan api unggun, dan berkerumun di sekitarnya. Dari sana segala keluh kesah semestinya tumpah.
Pemain yang tidak kerasan tinggal di London, patut didatangkan Marie Kondo ke rumahnya. Siapa tahu keresahannya akibat rumah yang berantakan, kesalahan penyusunan barang, atau terlalu banyak barang tak perlu. Niscaya spark joy meliputi hatinya. Pemain yang imannya kering kerontang, bisa diberi kontak pemuka agama setempat. Terserah, mau pemuka agama yang politis mendukung Brexit, pemuka agama yang mengomodifikasi ajaran Tuhan untuk hiburan, atau pemuka agama yang seutuhnya menyebarkan rahmat ke seluruh umat. Niscaya, aspek spiritual terpenuhi.
Ah apapun itu, Sarri pastilah tahu yang terbaik. Karena motivasi memang datang lebih cepat daripada kunjungan Spurs ke Stamford Bridge, Jumat (25/1) dini hari WIB. Supaya apa? Supaya Sarri tidak marah-marah lagi.
Sumber: The Guardian/Chelseafc/WhoScored/Tirto.id