Makna Suporter di Era Industri Sepakbola

Saat ini kurang lebih ada 104 klub di seluruh dunia yang memensiunkan nomor 12 sebagai tanda penghormatan kepada suporter mereka. Selain nomor 12, beberapa nomor dipensiunkan dengan alasan senada. Reading dan Notts County misalnya memensiunkan nomor 13 untuk suporter mereka. APOEL melarang pemain menggunakan nomor 79, karena menghormati angka 79 sebagai angka kelahiran Ultras mereka. Bahkan klub Swedia, AIK, memensiunkan nomor “1” untuk suporter mereka.

Suporter merupakan bagian penting dari sebuah kesebelasan. Dukungan suporter diharapkan memberikan keuntungan buat kesebelasan. Karena ini, klub juga mengakomodasi dengan menambah kapasitas stadion hingga membuat stadion sedemikian rupa agar dukungan suporter lebih terasa.

Dortmund dan The Yellow Wall

Signal Iduna Park adalah salah satu contoh sempurna bagaimana sebuah klub mengakomodasi keuntungan suporter. Kapasitas stadion milik Borussia Dortmund ini lebih dari 80.000 dengan lebih dari 24 ribu merupakan tribun tanpa tempat duduk. Tribun ini dikhususkan untuk suporter fanatik Dortmund yang dikenal sebagai The Yellow Wall.

Fanatisme The Yellow Wall jelas tidak perlu diragukan. Mereka bernyanyi sepanjang pertandingan, berdiri dengan gagah untuk memberikan dukungan bagi Dortmund sekaligus meneror lawan. Tidak berhenti di situ. Atap Signal Iduna Park juga didesain sedemikian rupa dengan kemiringan sudut 31 derajat. Apa fungsinya? Kemiringan atap ini dimaksudkan untuk memaksimalkan tingkat kebisingan yang dihasilkan suporter, sekaligus menambah teror bagi lawan.

Blackpool dan Dukungan Kuat dari Suporter

Suporter yang datang pun memberikan keuntungan secara finansial bagi klub. Di sini, kita tidak berbicara mengenai klub elit yang pemasukan utamanya datang dari hak siar televisi. Masih ingat, 7 tahun lalu, klub kecil dari bagian barat daya Inggris, Blackpool, secara mengejutkan promosi ke Premier League, setelah nyaris 60 tahun tidak berkompetisi di divisi teratas Inggris. Blackpool benar-benar hidup dari tiket penonton yang hadir ke stadion mereka, Bloomfield Road, yang berkapasitas 17 ribu penonton.

Sang pemilik klub, Owen Oyston, memang masuk daftar 2.000 orang terkaya se-Britania Raya versi Sunday Times. Namun, roda ekonomi klub tidak lepas dari kehadiran dan militansi suporter untuk datang ke stadion. Ekonomi klub yang tidak terlalu baik menyebabkan minimnya jumlah staf klub. Blackpool bahkan cuma punya satu pemandu bakat!

Karena hal ini, suporter tidak tinggal diam. Mereka mengajak usahawan lokal untuk beriklan di Bloomfield Road untuk menambah pemasukan klub di akhir musim 2003/2004. Penonton yang hadir pun meningkat sekaligus menambah pemasukan dari tiket. Puncaknya  terjadi pada musim 2010 di mana mereka berhasil promosi ke Premier League.

Hubungan Love-Hate ala Suporter Manchester United

Hubungan klub dengan supporter juga bisa dalam bentuk love-hate yang sering terlihat. Pernah mendengar klub FC United of Manchester yang didirikan 2005 silam? Klub ini dibentuk oleh suporter Manchester United yang tidak senang dengan akusisi Keluarga Glazer ke United.

Klub yang bermarkas di Broadhurst Park, sekitar 20 menit dari Old Trafford ini, merupakan contoh bagaimana suporter menyuarakan aspirasi atas ketidaksetujuan mereka terhadap kebijakan klub. Namun bukan berarti mereka membenci Manchester United. Andy Walsh selaku CEO klub masih memegang tiket musiman Manchester United. Pun dengan Damian Chadwik selaku salah satu pendiri klub. Bahkan Chadwik masih menyatakan dirinya sebagai suporter garis keras United.

Bentuk Loyalitas Suporter

Wujud protes yang dilakukan suporter juga merupakan wujud kecintaan mereka. Ketika klub melenceng dari idealisme yang menjadi dasar klub berdiri, suporterlah yang berada di garda depan untuk melakukan teguran. Seperti yang dilakukan suporter Aston Villa yang menerbangkan pesawat dan melakukan walk out akibat buruknya performa kesebelasan dan berujung degradasi. Semusim setelahnya, stadion Villa Park tetap penuh.

Studi juga menunjukkan bahwa suporter yang loyal tidak hanya mendukung ketika timnya menang. Ketika kalah pun mereka dengan bangga tetap menyatakan kesetiaannya terhadap klub pujaannya.

Peneltian yang dilakukan Oxford University menyatakan bahwa ketika memberikan dukungan terhadap sebuah klub, orang tersebut secara antropoogi terjebak dalam peleburan identitas dengan klub yang didukungnya.

Mereka tidak ragu membanggakan klub mereka sekalipun tidak memiliki prestasi dalam kurun waktu yang lama. Bahkan, mereka mempromosikan klub mereka kepada orang-orang di sekitar mereka dan mengajak untuk mendukung klub tersebut. Peleburan identitias ini memiliki level yang sama dengan orang yang masuk ke dalam jaringan terorisme. Fanatisme ini biasanya terjadi dalam satu momen yang membuat mereka kemudian mencintai klub tersebut.

Lalu bagaimana cara efektif menyerap dukungan yang mereka terima? Secara ekonomi mungkin dengan menyediakan merchandaise klub, memberikan fasilitas untuk menjembatani suporter agar lebih dekat dengan klub. Seperti Manchester United yang memberikan diskon untuk membeli tiket dengan menunjukkan kartu pelajar Anda dari universitas manapun di seluruh dunia. Atau menggelar pra musim untuk ajang promosi dan memperluas pasar.

Selain itu, bisa mencontoh apa yang dilakukan Borussia Dortmund dengan slogan “Echte Liebe” yang disablon di jersey mereka beberapa musim silam. Slogan itu merupakan wujud apresiasi klub terhadap dukungan suporter mereka. Bahkan “Echte Liebe” ini sudah menjadi sebuah filosofi klub dan mewujudkan simbiosis mutualisme antara suporter dengan klub.

Namun, banyak yang berpendapat di era sepakbola sekarang, ketika teknologi sudah masuk ke dalam tiap aspek sepakbola, suporter sedikit kehilangan gairahnya dalam memberi dukungan. Ketika dulu gol tercipta, semua supporter yang hadir secara spontan bersorak, memutar-mutarkan scarf di udara atau mencium logo klub kebanggaan mereka. Kini ketika terjadi gol, semua langsung mengarahkan kamera untuk merekam perayaan gol. Yang sedikit mengganggu, ketika dalam beberapa kesempatan, suporter bahkan makan pop corn di pinggir lapangan, sebuah pemandangan yang jelas sangat asing rasanya bagi suporter yang memang mencintai sebuah klub.