Apes. Tidak ada kata lain yang bisa mendeskripsikan kondisi Atalanta pada Kamis dini hari kemarin selain kata tersebut. Sudah unggul 1-0 selama kurang lebih satu jam, mereka tidak bisa mempertahankan keunggulan hingga akhir karena gawang mereka kebobolan dua kali pada menit-menit terakhir.
La Dea tidak kuasa menahan gempuran dari juara Prancis tersebut. Sedari awal, jalannya pertandingan tampak memihak PSG. Namun, justru mereka yang lebih dulu mencetak gol melalui Mario Pasalic. Setelah unggul, PSG semakin memperkuat tempo serangan mereka dan terus mencecar lini belakang Atalanta hingga mendapat dua gol pada menit penghabisan.
PSG cukup beruntung memiliki kedalaman skuad yang jauh lebih baik dibanding Atalanta. Masuknya Kylian Mbappe dan Julian Draxler membuat intensitas serangan mereka cukup terjaga. Mereka juga masih punya Eric Maxim Choupo Moting sebagai alternatif di lini depan. Pada akhirnya, kombinasi Mbappe dan Mouting yang membuahkan tiket semifinal untuk Le Parisiens.
Bagi PSG, keberhasilan melangkah ke semifinal adalah sebuah sejarah. Inilah kali pertama mereka masuk semifinal ajang Eropa sejak Piala Winners 1996/1997. Untuk Liga Champions, inilah prestasi tertinggi mereka setelah selalu mentok di 16 besar atau perempat final.
Pemandangan bertolak belakang jelas datang dari kubu Atalanta. Setelah Choupo Moting mencetak gol, beberapa pemain cadangan yang ada di tribun memegang kepala tanda rasa tidak percaya. Cerita indah yang sudah mereka rajut sejak awal musim harus berhenti sampai di sini. Mereka tidak bisa melangkah lebih jauh lagi.
“Kekalahan ini mengecewakan karena kami nyaris lolos. Kami bisa saja kebobolan lebih awal dengan cara yang lebih baik dari kebobolan menit terakhir yang jelas lebih menyakitkan. Kami sudah melakukan semua yang kami bisa,” kata sang pelatih, Gian Piero Gasperini.
Sulit memang menerima kekalahan jika hal tersebut dikarenakan comeback lawan. Kemenangan yang suda di depan mata sirna hanya karena kesalahan mereka yang tidak bisa menjaga kekompakan di antar lini.
Atalanta adalah harapan Italia di kompetisi tertinggi Eropa. Inter adalah kesebelasan Italia terakhir yang bisa mengangkat trofi ini. Ketika Atalanta sukses membuat kejutan, banyak yang berharap kalau kejutan tersebut akan terus lestari hingga babak final.
“Sangat dekat. Menyedihkan. Namun, saya sangat bangga dengan tim ini, dan apa yang sudah kami capai musim ini,” kata pencetak gol Pasalic dalam akun Instagramnya.”Kekecewaan ada tapi kami harus bisa melihat ke depan dan lebih siap lagi untuk musim depan. Tim-tim ini memiliki begitu banyak kualitas individu sehingga bisa menyakiti Anda kapan saja.”
Sulit untuk tidak setuju dengan pernyataan Pasalic. Hasil babak perempat final memang menyedihkan karena mereka hanya butuh dua kali bertanding lagi untuk mencapai final. Namun kisah Atalanta sepanjang musim 2019/2020 ini sudah layak untuk dibilang fantastis.
Tidak ada yang menyangka kalau mereka bisa lolos dari fase grup. Ini menjadi debut mereka di Liga Champions. Dalam perjalanannya, Atalanta menelan tiga kekalahan beruntun. Kemenangan baru mereka raih pada pertandingan kelima melawan Dinamo Zagreb. Tiga poin di kandang Shakhtar kemudian menjadi kunci kelolosan mereka. Seandainya mereka kalah dari Manchester City, maka tidak ada tiket lolos bagi La Dea. Yang mengalahkan mereka adalah tim kuat Prancis dan itu pun harus menunggu hingga menit terakhir.
Kiprah mereka di Serie A juga sangat memuaskan. Untuk kedua kalinya secara berturut-turut, Atalanta finis pada posisi tiga. Poin mereka lebih baik sembilan angka dibanding musim sebelumnya. Mereka juga mencetak 98 gol dan menjadi tim dengan produktivitas gol tertinggi dibanding tim-tim besar lainnya. Perlu diingat pula kalau pencapaian ini hadir satu dekade setelah mereka terdegradasi ke Serie B.
“Masyarakat Bergamo akan tetap bersukacita karena tim ini sudah memberikan segalanya. Sumber daya kami adalah hasrat dan ide. Bukan uang. Kami akan terus memanfaatkan itu semua di masa depan. Pada akhir pertandingan yang sulit dan melelahkan ini, saya hanya bisa mengucapkan terima kasih kepada para pemain,” tutur Gasperini.
Itulah yang terlihat saat mereka kembali ke Bergamo. Beberapa suporter hadir dan mengiringi mereka dengan tepuk tangan serta chant kebesaran klub. Tidak ada raut kesedihan. Mereka tampak puas dengan kejutan yang mereka raih sampai babak delapan besar ini. Ada kegembiraan luar biasa ketika melihat tim kesayangan mereka mendapat atensi dan panen pujian dari penggemar sepakbola dunia. Bahkan tidak sedikit yang mulai menjadi penggemar Atalanta dadakan berkat raihan sepanjang dua musim terakhir.
Beberapa waktu lalu, Bergamo mengalami guncangan yang luar biasa. Mereka menjadi salah satu wilayah yang paling parah terkena dampak virus corona. Salah satu klaster penyebaran virus ini hadir saat mereka sedang memeras keringat pada babak 16 besar melawan Valencia. Sekitar seminggu dari kejadian itu, kasus positif COVID-19 di Bergamo mendekati angka 75 ribu.
Namun, kesedihan mereka kini berubah menjadi senyum kepuasan dan rasa salut yang luar biasa berkat kiprah kesebelasan kesayangan mereka. Semifinal gagal diraih, namun kisah mereka pada Liga Champions musim 2019/2020 akan abadi dalam benak para pendukungnya. Atalanta pantas untuk pulang dengan kepala tegak atas prestasi yang mereka sudah raih pada musim ini.
Tantangan sudah pasti akan dihadapi oleh Gian Piero Gasperini. Musim depan, ekspektasi akan menjadi lebih tinggi lagi karena kini mulai banyak yang ingin melihat dan merasakan magis Atalanta. Ia dituntut minimal menyamai prestasi musim ini atau bahkan bisa melebihi ekspektasi dengan meraih trofi. Jika hal itu bisa terjadi, maka cerita Atalanta dalam buku sejarah akan terasa lebih manis lagi.