Pada awal musim 2018/2019, Barcelona merekrut Malcom dari Bordeaux senilai 41 juta euro. Tujuannya jelas: Malcom diharapkan bisa menjadi pelapis Luis Suarez. Suarez memang masih fit, tapi masa depan siapa yang tahu.
Sayangnya, Malcom tak menjanjikan. Barcelona pun berpikir ulang. Mereka butuh striker dengan kriteria yang sulit: bisa menjadi pelapis, menahan tekanan, dan mencuri menit bermain dari Luis Suarez. Namun, Barca juga ingin seseorang yang berpengalaman, yang siap dari awal, tapi tak masalah kalau memulai dari bangku cadangan.
Sialnya, Barca ingin pemain yang murah, bukan orang yang suka cari ribut, dan bisa pergi dengan mudah. Orang ini harus bisa menjadi solusi terhadap masalah tim yang spesifik seperti mencetak gol. Barcelona mungkin ingin orang seperti Henrik Larsson di Manchester United.
Barcelona sebenarnya punya skuad yang kuat. Musim sebelumnya, 2017/2018, Barca meraih double dengan menjuarai La Liga dan Copa del Rey. Sayangnya, perjalanan mereka di Liga Champions hanya mencapai perempat final.
Momen itu pula yang menjadi titik di mana Barcelona memang membutuhkan striker pelapis yang layak. Malam pada 14 Maret 2018 tersebut, Barca sudah unggul 4-1 atas Roma di Camp Nou. Suarez, ingin dirinya dirotasi. Karena sudah unggul tiga gol, maka fokus harusnya tak lagi menyerang habis-habisan, tapi mempertahankan keunggulan.
Akan tetapi, Ernesto Valverde tidak bisa memilih opsi tersebut. Soalnya, Barcelona sangat ingin menjuarai Liga Champions. Di laga itu, Suarez tak mencetak gol. Malah, ia mendapatkan kartu kuning. 10 menit kemudian, Kostas Manolas mencetak gol buat Roma yang membuat agregat menjadi 4-4. Sial buat Barca, karena mereka kalah gol tandang.
Alternatif Striker
Barcelona sebenarnya masih punya Munir El Haddadi. Ia sempat memukau publik Barca setelah menjadi pencetak gol termuda ketiga Barca setelah Bojan dan Lionel Messi. Namun, karier Munir justru mandek. Ia dipinjamkan ke Valencia dan Alaves sebelum akhirnya dipermanenkan Sevilla pada awal musim 2018/2019.
Lalu masuk nama Alvaro Morata. Akan tetapi, harganya terlalu tinggi. Di sisi lain, Barca juga tak yakin soal rencana jangka panjang dengan merekrut Morata. Masuk nama striker Uruguay, Christian Stuani. Sayangnya, Barca kembali terkendala dana. Klausul pelepasannya mencapai 15 juta euro.
Carlos Vela pun masuk dalam rencana. Barca ingin memulangkan Vela dari Amerika Serikat kembali ke Eropa. Tetapi, itu semua tak terjadi.
Sampai akhirnya, Kevin Prince-Boateng yang menghiasi headline media olahraga di Spanyol dengan penuh pertanyaan. Soalnya, Boateng tak masuk ke dalam daftar incaran atau gosip per-transfer-an.
Selain karena tak masuk daftar, Boateng juga dipandang tak menghadirkan prestise untuk Barcelona. Ia dipinjam dari Sassuolo, sementara klub terakhirnya di La Liga adalah Las Palmas. Dari dua nama klub ini saja publik melihat kalau Boateng belum ada di level yang sama buat main untuk Barca.
Rencana Jangka Panjang
Kehadiran Boateng sejatinya menunjukkan hal lain yang tak kalah mengkhawatirkan: soal rencana jangka panjang Barcelona.
Ya, Boateng bisa main sebagai striker, meski ia bukan pemain nomor 9 secara natural. Perekrutan Boateng juga dianggap sebagai improvisasi dari manajemen. Akan tetapi, ini menunjukkan kalau Barcelona sebenarnya tak punya rencana.
Pada musim panas 2018/2019, pengeluaran gaji Barca turun senilai 28 juta euro. Namun, angka ini terhitung kecil karena kalau melihat presentase, 66 persen dari total pengeluaran mereka dihabiskan untuk menggaji pemain. Dampaknya terjadi pada musim ini, di mana Barca jadi kesulitan mendaftarkan pemain karena biaya gaji yang melampaui batas yang ditetapkan La Liga.
Mantan Direktur Olahraga Barcelona, Albert Soler, pernah bilang andai Barca menghabiskan 270 juta euro cuma buat dua pemain, maka dia harus mengundurkan diri karena tak bertanggung jawab. Faktanya, Barca menghabiskan lebih dari itu utnuk Ousmane Dembele dan Philippe Coutinho. Setelahnya, Soler pun mengundurkan diri.
Di posisi direktur olahraga, ada sejumlah nama yang gagal bertahan lama. Ada nama Robert Fernandez yang menggantikan Andoni Zubizarreta. Sebelum Soler, Raul Sanllehi sudah terlebih dahulu mengundurkan diri.
Banyak yang bilang kalau posisi direktur olahraga Barcelona sebenarnya mampu untuk bekerja. Sayangnya, mereka tak mendapatkan dukungan dan kuasa yang besar. Soalnya, ada Josep Maria Bartomeu, eks Presiden Barca, yang juga punya penasihat pribadi.
Posisi pelatih di Barcelona juga terbatas pada melatih para pemain, bukan menangani pemain yang keluar dan masuk. Karena itu, masuknya Boateng, bukan karena keinginan Ernesto Valverde 100 persen. Karena transfer tersebut atas keinginan Ariedo Braida.
Transfer Mengejutkan
Pada akhirnya, transfer Boateng jelas mengejutkan. Boateng pun menyebut kalau transfer tersebut sebagai kesempatan besar untuknya yang ia, dan orang-orang lain, tak menduga. Ia bilang kalau agennya awalnya bilang dia akan pindah ke Milan. Padahal, dia pindah ke Spanyol membela Barca. Kabar ini sangat mengejutkan sekaligus membahagiakan buat Boateng.
Di Spanyol, media-media Katalan juga mengumumkan berita yang hampir mirip. Akan ada kata-kata “mengejutkan” atau “pilihan yang tersembunyi” dalam tajuk berita mereka soal transfer Boateng.
Boateng bergabung dengan status pinjaman dengan opsi pembelian senilai 8 juta euro. Akan tetapi Barca memilih tak membelinya sehingga ia cuma sampai akhir musim 2018/2019. Alasannya bisa jadi karena ia cuma main di tiga pertandingan La Liga dan golnya nihil.
Perekrutan Boateng memang mengejutkan. Namun, tidak mengejutkan kalau ia gagal bersaing bersama Barcelona.
Sumber: The Guardian