Lionel Messi sudah banyak berubah sejak pertama kali dia sampai di Eropa untuk bergabung dengan akademi Barcelona menjelang akhir 2000. Selama 23 tahun, sebagian besar bersama Lau Blaugrana sebelum dua tahun terakhir di Paris Saint-Germain, sang pemain telah tumbuh dan berkembang jadi salah satu yang terbaik dalam dunia sepakbola internasional, hingga di usianya sekarang, 36 tahun.
Bintang Argentina itu telah bertransformasi dari seorang anak muda pemalu tapi sangat jenius ketika pertama kali masuk ke La Masia di usia 13 tahun, menjadi pemimpin yang “nakal” hingga membawa tim negaranya, La Albiceleste menjuarai Piala Dunia 2022. Trofi tertinggi itu seperti menjadi sebuah pengakuan paripurna atas kemampuannya di lapangan hijau, menjelang akhir karier profesionalnya.
Messi yang Pemalu di Akademi Barcelona
Messi lahir di Rosario, Provinsi Santa Fe, Argentina pada 24 Juni 1987. Dia tumbuh dalam keluarga yang sangat mencintai sepak bola, sehingga di usia empat tahun sudah bermain dengan klub lokal Grandoli yang dilatih ayahnya, Jorge. Dua tahun kemudian, dia bergabung ke salah satu klub raksasa di kota kelahirannya, Newell’s Old Boys, sebelum pindah ke Catalunya, Spanyol pada akhir 2000.
Messi kecil dikenal sangat pendiam. Bahkan, rekan-rekan setimnya ketika baru masuk akademi El Barca percaya bahwa dia bisu. Apalagi, kondisi selama setahun akibat konflik perpindahannya dari Newell’s Old Boys memaksanya tak bisa diturunkan dalam pertandingan resmi tim junior, membuat dia kesulitan berintegrasi dengan tim, sehingga jadi cadangan secara alami dan jarang berinteraksi.
Bahkan saking pemalunya Messi remaja, dia akan diganti di koridor stadion untuk menghindari rekan setimnya di tim muda Barcelona, meski sudah hampir tiga tahun di sana. Tapi, kejeniusannya sudah sejak lama tak diragukan dan diperdebatkan lagi. Kemampuannya yang luar biasa itu yang membuat direktur tim utama Barcelona saat itu, Charly Rexach ingin merekrutnya, meski dewan direksi ragu.
Piala Dunia 2022
Tetapi, bahkan meski hanya sebagian kecil saja, sosok yang pemalu itu tidak terlihat lagi ketika Messi berjuang membawa Argentina hingga menjadi juara dunia. Dialah yang membuat skuat Lionel Scaloni bisa bertahan setelah kekalahan mengejutkan dari Arab Saudi dalam laga pembuka Piala Dunia 2022.
“Dia mengatakan (pada media), kita lebih baik dari ini,” kata penulis biografinya, Guillem Balague.
“Dia berbicara pada setiap penyiar dan mengulangi kalimat yang sama, percayalah pada kami, kami tidak akan mengecewakan Anda… Itu kalimat yang sangat kuat dari Leo,” tambah rekan setimnya, kiper Emiliano Martinez.
Dan, dia pula yang memastikan Argentina tetap panas ketika saling kejar gol dengan Prancis hingga extra time di final Piala Dunia 2022, sebelum akhirnya menang adu penalti.
“Piala Dunia ini dia berbeda,” ujar Martinez.
“Kami mungkin lebih agresif daripada para pemain di tim nasional yang pernah bermain dengannya sebelumnya. Jadi dia mungkin menjadi sedikit lebih seperti kami, anak nakal itu,” sambungnya.
Messi memang tampil lebih meledak-ledak, tidak sekalem biasa. Tapi, dia tetap bisa tenang, mengontrol permainan dan memastikan tim masih di jalur yang benar.
Salah satu ledakan terjadi di perempat final melawan Belanda. Sempat disindir pelatih lawan Louis van Gaal sebelum laga, dia akhirnya bersitegang dengan asisten pelatih Edgar Davids di koridor usai pertandingan.
“Messi menyela wawancara dan mengatakan, pergilah konyol, apa yang kamu lihat?” ungkap wartawan Argentina Marcela Mora y Araujo yang terus bersama tim sepanjang turnamen.
Messi Jadi Diri Sendiri
“Selama bertahun-tahun ada tekanan besar pada Messi untuk tampil, atau menjadi, atau berperilaku terhadap permintaan samar untuk jadi lebih Argentina, lebih bergairah, lebih seperti Maradona,” lanjut Araujo.
Ingatan kita akan kembali ke Piala Dunia 2006, ketika Messi berusia 19 tahun menjadi pemain pengganti tidak digunakan, termasuk saat kalah dari tuan rumah Jerman di perempat final.
“Saya pikir untuk waktu yang lama dia merasa tidak nyaman dengan itu. (Dan) Hal utama yang dapat diamati tentang Messi di Piala Dunia ini adalah kenyamanan pada diri sendiri. Lebih sedikit tekanan untuk tampil. Lebih nyaman jadi diri sendiri,” tambah Araujo.
Dia melihat Messi kini jauh dari bocah yang membawa beban keluarga di Catalunya atau superstar yang terbebani oleh harapan negaranya.
Selama sebulan Messi bisa tetap tenang, tanpa mengurangi keinginan untuk menang.
“Itu kombinasi sangat menarik. Di Piala Dunia 2006, dia duduk di bench dan bahkan tak bisa bermain saat kalah oleh Jerman di perempat final. Ada reaksi menggerutu, mengamuk, seperti anak kecil yang bertentangan dengan Messi yang kita lihat di Qatar,” sambung Christian Martin, wartawan lain di kubu Argentina.
Hanya enam bulan setelah puncak di Qatar, Messi mengambil keputusan besar untuk meninggalkan Eropa. Sebenarnya ada tawaran menggiurkan dari Timur Tengah, tapi dia memilih pergi ke Amerika Serikat; karena mungkin bukan uang lagi yang dicarinya. Dia gabung ke Inter Miami dan menjalani debut pada 21 Juli 2023 dengan sebuah gol indah dari tendangan bebas untuk kemenangan timnya.