Türkgücü München, Representasi Masyarakat Turki di Sepakbola Jerman

Apa yang terlintas di benak kalian ketika membaca kata “Türkgücü”?

Tanpa fasih berbahasa Turki, kalian pasti mengira itu adalah kata dalam bahasa Turki. Tapi bila kata kata Türkgücü disandingkan dengan kata “München”, maka akan muncul keraguan.

Ya, saya sempat mengira bahwa Türkgücü adalah sebuah klub sepakbola di Turki. Ya, mirip-mirip lah dengan Ankaragücü.

Terdapat kisah menarik suatu klub sepakbola yang berbasis di kota München, Jerman. Di sanalah  Türkgücü menjadi salah satu kesebelasan berbasis salah satu komunitas imigran terbesar di Jerman, yakni Turki. Türkgücü dalam perjalanannya, memberikan cerita yang cukup unik.

München adalah salah satu kota favorit untuk tinggal di Jerman. Sejarah penjang mereka menjadi daerah paling makmur di Jerman, mengundang magnet para imigran untuk tinggal di sana. Di dunia sepakbola, München lekat dengan salah satu penguasa sepakbola Eropa, yakni Bayern München. Nama lain asal Bavaria yang mungkin kalian pernah dengar yakni: TSV 1860, 1. FC Nürnberg dan SpVgg Unterhaching yang tengah menanjak.

Didirikan dengan nama Sportverein Türk Gücü (Indonesia: Kekuatan Turki) pada tahun 1975, Türkgücü hanya bersifat sebagai klub sepakbola komunitas saja. Mereka bermain di divisi terendah dalam piramida sepakbola Jerman, setidaknya sampai 1983.

Jatuh-bangun Perjalanan Türkgücü

Pencapaian dan perubahan di tubuh Türkgücü baru terjadi pada 1988. Saat itu para pemain non-Turki mulai masuk ke dalam skuat. Pun dengan pelatih “asing” pertama mereka, Peter Grosser, yang sukses membawa mereka promosi ke Bayernliga (saat itu kompetisi tertinggi di wilayah Bavaria).

Masa-masa tersebut Türkgücü  bahkan kerapkali berbagi lapangan latihan dengan klub amatir lainnya atau juga dengan murid sekolahan. Beberapa kali, Turkugucu sempat libur karena lapangan mereka disewa oleh acara pesta perkawinan.

Dukungan komunitas Turki kepada Türkgücü  sempat mencapai titik terendah, yakni ketika mulai menjamurnya televisi satelit di dekade 90-an. Imigran Turki tentu lebih memilih menyaksikan tim-tim jagoan yang bermain di liga Turki (Süper Lig). Hal ini turut memberikan dampak yang negatif bagi kehadiran para pendukung mereka di stadion. Berkurangnya jumlah pemain Turki yang bermain di tim inti juga menjadi alasan.

Padahal di era sebelum itu, Türkgücü  mencatatkan rekor penonton saat berhadapan dengan “rival” sekota mereka, TSV 1860 München. Sebanyak 12.000 penonton yang mayoritas gastarbeiter (Jerman: perantau) berduyun-duyun memadati stadion.

Jangan kira kalau perjalanan Turkugucu berjalan mulus. Klub ini sebenarnya sempat berkali-kali bubar karena kesulitan keuangan. SV Türk Gücü, nama dan klub “orisinil” yang didirikan sejak 1975 telah bubar pada 2001 silam.

Lekatnya ikatan serta histori yang cukup mendalam antara Türkgücü  dan komunitas Turki di kota München  akhirnya membuat beberapa eks pemain Türkgücü  memutuskan untuk “menghidupkan” kembali klub kebanggaan mereka. Kali ini dengan nama baru: Türkischer SV 1975 München.

Perjalanan Türkischer SV untuk kembali merangkak dari kompetisi Landesliga (level keenam piramida sepakbola Jerman) lumayan sulit. Bahkan pada 2009, mereka akhirnya melakukan merger dengan klub amatir, ATA Spor München dan menjadikan nama mereka SV Türkgücü-Ataspor.

Kesuksesan mereka promosi dari divisi keempat, Regionalliga pada 2019 dijadikan momentum untuk mengembalikan trah Türk Gücü. Maka, mereka sepakat memakai lagi nama Türkgücü München (tanpa spasi).

“Türkgücü Lebih Hebat Daripada RB Leipzig!”

Promosinya Türkgücü München ke kompetisi profesional, 3. Liga di musim 2020/2021 ini membawa momentum kebangkitan kejayaan yang sempat mereka raih di era 90-an. Pun begitu, mereka masih harus menjalani laga kandang di dua stadion berbeda di kota München, yakni Olympiastadion dan Grünwalder Stadion (berbagi stadion dengan TSV 1860).

Sempat ada diskusi sengit di media dan politik lokal tentang di mana Türkgücü harus bermain di divisi ketiga. Namun sang presiden klub, Hasan Kivran secara terbuka menyarankan untuk pindah sementara ke wilayah barat industri Jerman, yang menurutnya memiliki lebih banyak orang dengan latar belakang Turki daripada München.

Kivran berinisiatif dengan terlibat dalam perancangan logo baru yang menunjukkan bendera Bavaria dalam ukuran yang sama besarnya dengan bendera Turki. Hal ini ia lakukan untuk mempertegas identitas dan faktor historis Turki di dalam tubuh klub.

Uniknya, meskipun pemain Türkgücü  tak lagi mayoritas berkewarganegaraan Turki, mereka masih mempercayakan jabatan kapten tim kepada Sercan Sararer, pesepakbola Turki berdarah Spanyol juga 2 pemain Turki lain, Erol Erdal Alkan, dan Fukan Zolba. Terdapat pula beberapa pemain berkebangsaan Jerman berdarah Turki, seperti Atakan Akkaynak, Kerem Kavuk, Emre Kurt, serta Ünal Tosun.

“Kami (bahkan) masih berada di divisi keenam pada April 2018!,” ujar CEO Türkgücü, Max Kothny, dikutip dari thesefootballtimes.

Dengan 3 kali promosinya Türkgücü München dalam 3 musim terakhir (Landesliga Bayern-Südost di 2018, Bayernliga Süd di 2019, serta Regionalliga Bayern di 2020), Kothny bahkan berkata sesumbar: “Bahkan RB Leipzig dan Hoffenheim pun tidak bisa melakukannya!”