Mengapa Komentator Inggris Tidak Cocok dengan Sepakbola Italia?

Komentar bahasa Inggris mungkin terbilang sangat sesuai dengan pertandingan Premier League, tapi dianggap gagal ketika menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi saat dua klub Italia bertanding. Apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa bisa begitu?

Terlepas dari hal tersebut, para penggemar sepakbola di Amerika cenderung memusatkan perhatian mereka ke Premier League, yang memiliki kaitan dengan budaya sekaligus sebagai bentuk respon baik yang selalu tersaji di atas lapangan. Gambarannya pun sempurna. Stadionnya indah, modern, dan selalu penuh dengan para penggemarnya yang hadir, serta menyanyikan chant dengan suara nyaring. Namun, lebih dari itu, permainannya sangat mudah ditonton dan dipahami karena komentatornya.

NBC, yang menjadi TV penyiar semua 380 pertandingan Premier League yang berada di AS, tidak mengeluarkan siaran yang sama persis seperti yang ditunjukkan di Inggris. Namun, mereka mempekerjakan komentator dengan presenter asal Inggris, dengan tujuan memberi segala kedekatan dan keasliannya. Inilah yang membuat Premier League terpisah dari semua liga besar di Eropa. Sebagai contoh, saat kita menonton pertandingan dari Spanyol, Jerman, Prancis atau Italia, pasti akan ada sesuatu dalam bentuk terjemahan.

Hal ini pun berpengaruh bagi para fans sepakbola Amerika yang mengikuti serta mengagumi sepakbola Italia secara saksama. Semakin mereka mendapati diri menonton pertandingan Serie A, semakin aneh dan terdengar tidak mengenakan jika dengan komentar bahasa Inggris. Bahkan, kebanyakan dari mereka menonton tanpa suara karena hampir terasa seperti kontaminan jika volume komentatornya dinyalakan. Namun, bukan kualitas komentar dalam bahasa Inggris itu yang buruk, melainkan kata-kata yang digunakan tidak sesuai dengan permainan seperti apa yang sering dilontarkan komentar orang Italia.

Alih-alih menonton pertandingan Serie A, mereka merasa seolah-olah sedang mendengarkan orang lain menonton pertandingan, dengan lapisan detasemen tambahan. Bukan hanya karena pengamatannya lebih cerdik dan gairahnya lebih kuat, tapi bahasa Italia berhasil menyatu dengan sempurna dengan tindakan yang dideskripsikannya. Orang Italia bahkan memiliki nama sendiri untuk permainan ini: “Calcio”, yang secara harfiah berarti “menendang”. Mereka lebih memilih untuk tidak melukiskan kata “sepakbola” seperti yang dilakukan oleh Spanyol (fútbol), Prancis (le foot) dan Portugis (futebol).

Seorang siswa dari Amerika pernah bertanya kepada guru bahasa Italianya tentang mengapa orang Italia tidak hanya menggunakan variasi sederhana, seperti di Spanyol. Tanpa sebuah senyuman, gurunya itu pun menjawab dengan dingin. “Karena kami (orang Italia) jauh lebih baik dalam hal sepakbola daripada orang Spanyol,” tuturnya.

Sepakbola Italia sering dikritik karena terlalu dramatis, dengan pemain yang juga menghabiskan terlalu banyak waktu untuk berpura-pura cedera, mengepung wasit atau menjatuhkan diri ke rumput dengan wajah di tangan mereka setelah mereka kehilangan kesempatan. Kritik ini membawa bobot besar, tapi, mengingat bahasa permainan di Italia, sulit untuk melihat bagaimana permainan bisa dinikmati dengan cara lain.

Pertandingan Italia lebih dari sekadar itu. Permainan di sana adalah hasil kinerja di mana para pemain berjuang tidak hanya untuk menang dalam pertandingan tapi juga untuk memenangkan penonton. Di Italia, pemain tidak memainkan sebuah posisi (posizione), melainkan peran mereka adalah berotasi (ruolo).

Manajer di Italia sering berbicara dalam wawancara pasca pertandingan tentang bagaimana pemain telah “menafsirkan peran mereka” atau bagaimana tim telah “menafsirkan pertandingan” secara keseluruhan. Playmaker disebut “regista”, atau “direktur”, sementara pemain yang bertukar operan dikatakan “dialogare”, secara harfiah “berdialog”.

Sebuah gol tidak dicetak, melainkan “ditulis” (l’autore del gol). Seorang pemain yang sering berada di pusat aksi menjadi protagonista permainan, dengan potensi untuk “risolvere la partita”, atau “selesaikan pertandingan”. Pemain yang sangat kreatif mungkin juga dipuji karena disebut sebagai “fantasia”, sementara legenda permainan yang sebenarnya, seperti Roberto Baggio, adalah seorang “maestro”. Sebuah operan atau kepemilikan bola sebuah tim dapat disebut sebagai “fraseggio”, yang secara harfiah berarti “ungkapan”, sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan ekspresi musikal.

Langkah individu pemain adalah “numero”, kesalahan atau kesungguhannya dalam penilaian adalah “pasticcio”, atau “pastiche“, sementara tendangan yang gagal dianggap “fallita”, atau “gagal”, kata yang sama dipakai oleh orang Italia untuk menggambarkan sebuah kebangkrutan. Bola tidak dimenangkan dari tim lawan disebut “conquistato”, atau “ditaklukkan”, dan terjebak disebut “addomesticato”, atau dengan kata lain “dijinakkan”. Tantangan dari pemain lawan adalah “contrasto”, atau “konflik”, pertandingan adalah “duello”, tendangan penalti adalah “rigore” dan semua drama yang terjadi disebut “cori”, atau dalam bahasa Inggris disebut “choruses“, hal ini cenderung mencemooh tim pemenang karena merayakannya tergantung pada penampilannya sendiri.

Sulit untuk mengetahui apakah gaya permainan yang disesuaikan dengan bahasa panggung atau leksikon dikembangkan sebagai respons terhadap gaya tindakan. Komentar Inggris memang penuh warna, namun membuat Serie A terasa tidak asik. Tiba-tiba tingkat drama di lapangan menjadi kurang masuk akal. Pujian tertinggi yang dapat diberikan komentator Italia pada sebuah pertandingan adalah “spettacolo”, yang berarti “tontonan” dan “permainan”. Inilah keunikannya. Bahkan, ketika pelatih Sampdoria kalah dari Napoli pada akhir tahun lalu, ia memuji lawan-lawannya dengan takjub sebagai “una sinfonia”, “sebuah simfoni”.

Ketika ingin mendeskripsikan tren baru dalam permainan, komentator Italia sering melihat ke luar negeri, menggabungkan banyak istilah bahasa Inggris seperti menekan, menyadarkan, membantu, menyilangkan, menggiring bola dan meregangkan, yang dengan aneh diucapkan dan terkadang bahkan membawa makna yang tidak terbayangkan. Dribbling misalnya, diubah menjadi kata benda dalam bahasa Italia yang seharunya menjadi kata kerja. Jadi, alih-alih pemain yang mengalahkan lawan dengan dribble, mereka mengatakan pemain itu memiliki “dribbling“.

Hal inilah yang membuat Serie A memiliki masalah lain saat tampil di TV, termasuk tribun kosong dan stadion usang. Namun hambatan bahasa adalah masalah terbesar bagi para pecinta sepakbola Italia, khususnya di AS. Penggemar Bundesliga, Ligue 1 dan La Liga mungkin memiliki keluhan serupa dan ini mungkin menjelaskan mengapa penutur bahasa Inggris berbondong-bondong hijrah ke Premier League.