Vic Akers, Ketika Kitman Membayangi Pep Guardiola

Foto: Standard.co.uk

Mengalahkan Chelsea di Community Shield dan Piala Liga. Lolos ke delapan besar Liga Champions dan mengantarkan Manchester City menuju semi-final FA Cup. Serta masih bersaing dengan Liverpool untuk gelar Premier League. Ada tiga piala di depan mata the Citizens. Jika berhasil memenangkannya, mereka akan menutup musim 2018/2019 dengan lima piala.

Pep Guardiola memiliki peluang untuk melewati pencapaian Sir Alex Ferguson 10 musim sebelumnya. Ketika itu, Feguson dan Manchester United mengakhiri kompetisi 2008/2009 dengan menjuarai Piala Dunia Antar Klub (2008), Community Shield (2008), Piala Liga (2009), dan Premier League (2008/09).

Baca juga: Persiapkan Quadruple, Pep Guardiola Liburan

Quadruple -empat piala dalam satu musim-, tak ada kesebelasan Inggris lain yang bisa melakukannya. Apalagi quintuple -lima piala dalam satu musim-, Pep gila jika berhasil meraih semuanya!

Sekalipun pernah memberikan Barcelona enam piala dalam satu tahun kalender, sejatinya itu bukanlah sextuple seperti kata kebanyakan orang. Istilah treble, quadruple, quituple, dan lain-lain seharusnya hanya dihitung dalam satu musim. Bukan satu tahun kalender.

Kompetisi di Eropa bisa menjalankan dua musim dalam satu tahun kalender. Dari musim kedua itulah Pep berhasil memberikan Piala Super Spanyol ataupun Eropa bagi Barcelona.

Pep sendiri mengakui, memborong semua piala yang tersedia untuk tim asuhannya adalah hal mustahil. “Tentu itu tidak akan terjadi. Tidak mungkin. Dalam sepakbola jika sekali saja gagal meraih tiga poin, Anda bisa kehilangan piala,” katanya. Ia bahkan tidak menghitung Community Shield sebagai piala.

Begitu juga media-media Inggris seperti Guardian dan Telegraph. Community Shield hanya uji coba. Mengutip perkataan mantan bek Liverpool, Mark Lawrenson, “Terserah Anda mau bicara apa tentang pertandingan ini [Community Shield]. Pada akhirnya, ini hanya uji coba yang dibesar-besarkan”.

Jika mengacu kepada pemahaman tersebut, Sir Alex Ferguson berarti hanya meraih treble di 2008/2009 dan Pep Guardiola memiliki peluang untuk quadruple. Sesuatu yang tak pernah dirasakan kesebelasan asal Inggris sebelumnya. Setidaknya itulah narasi populer yang ada di tengah masyarakat.

Padahal, Arsenal pernah melakukannya pada 2006/2007. Tak menghitung Community Shield, the Gunners menjuarai Piala Liga, Premier League, FA dan UEFA Cup. Sosok yang memberi piala itu bukanlah Arsene Wenger, tapi seorang kitman bernama Vic Akers.

Baca juga: Mimpi Quadruple Manchester City

Perjalanan Menjadi Kesebelasan Terbaik Inggris

Foto: Twitter / @ArsenalWFC

Jelas Arsenal yang dimaksud bukan Fabregas dan kawan-kawan. Melainkan rekan mereka di divisi perempuan. Dibela mantan penyerang Inggris, Kelly Smith (pensiun) dan Lianne Sanderson -per Maret 2019 membela Juventus-, Arsenal tak terbendung selama 2006/2007.

Pertama, Arsenal mengalahkan Leeds dengan skor 1-0 di final Piala Liga. Kemudian, piala mereka bertambah dengan menjuarai Premier League. Juara dengan keunggulan 14 poin dari pesaing terdekat, Everton. Menyapu bersih 22 partai tersedia dan mencetak 119 gol sepanjang musim, gelar liga hanya masalah waktu.

Seiring dengan liga, the Gunners mewakili Inggris di UEFA Cup. Terhindar dari Frankfurt, Sparta Praha, dan Tribune Postdam, anak-anak asuh Vic Akers melenggang mudah hingga semi-final. Sampai mereka bertemu Brondby, lagi.

Arsenal tiga kali bertemu Brondby pada musim itu. Saat fase semi-final dua kali, dan sekali di babak grup. Pada pertemuan pertama di grup, Arsenal menang 1-0 dan hal itu dijadikan sebagai modal utama untuk partai empat besar. “Kami sudah pernah mengalahkan mereka di fase grup. Jadi ada kepercayaan diri bahwa hal itu bisa terulang,” kata Smith.

Hal itupun terulang. Menang dengan aggregat 5-2 setelah menghajar Brondby tiga gol tanpa balas pada leg kedua di Inggris. Namun, lawan yang menunggu di partai puncak tidaklah mudah. Umea IK, salah satu kesebelasan terbaik Swedia dan juga juara bertahan di sana.

“Arsenal mungkin lebih dikenal dunia. Tapi jika bicara sepakbola perempuan, the Gunners dan Umea bukanlah perbandingan sepadan,” tulis FIFA menjelang final.

Menyandang status kuda hitam, the Gunners tetap keluar sebagai juara. Mereka menang dengan aggregat 1-0 dan gol itu tercipta di Swedia. Mungkin mirip Chelsea kontra Bayern Munchen pada Liga Champions 2012.

Jarak antara final UEFA Cup dengan Piala FA hanya satu minggu. Meski kelelahan, Akers sukses meraih quadruple setelah membantai Charlton 4-1. “Saya bangga melihat pemain-pemain kami. Pertandingan melawan Umea membuat kami kesulitan dan kelelahan. Tapi kami berhasil mengatasinya,” kata Akers.

Pelatih Terbaik Arsenal

Foto: Eurosport

Raihan Akers bersama tim perempuan Arsenal pada 200620/07 adalah quadruple pertama yang pernah dirasakan pelatih asal Inggris. Sebenarnya ia memenangkan enam piala pada musim itu. Tapi dua diantaranya tidak dianggap sebagai sesuatu yang kompetitif, termasuk Community Shield.

Menghiasi ruang ganti Arsenal sejak era 80-an, Akers memiliki pekerjaan sebagai kitman di dalam ruang ganti Arsene Wenger. Tugas Akers adalah membersihkan dan mempersiapkan segala pakaian yang digunakan untuk latihan ataupun bertanding. Namun sebelum Wenger datang, Akers adalah ketua komunitas di sana.

Pada 1987, dengan restu Manajer Arsenal George Graham, Akers membentuk kesebelasan perempuan untuk the Gunners. Ketika itu, sepakbola perempuan di Inggris belum seperti 2019. Masih minim ketertarikan yang diperlihatkan oleh publik. Akers bahkan menjalankan divisi perempuan tanpa dana dari klub selama bertahun-tahun.

Sumbangan dan bala bantuan dari komunitas yang jadi roda utama Akers saat itu. Sekitar lima tahun kemudian, kesebelasan perempuan Arsenal meraih piala pertama mereka. Juara FA Cup 1993, mengalahkan Doncaster Belles 3-0.

Sebagai pendiri, Akers dikenal tak pernah lelah berusaha untuk sepakbola perempuan. “Dia 24 jam dan tujuh hari tak pernah meninggalkan teleponnya. Terus mencari talenta-talenta terbaik. Saya baru bisa menghubunginya mungkin jam 9/10 malam. Tetapi Akers memang tidak pernah salah memilih pemain,” aku mantan bek tim nasional Inggris dan produk asli Arsenal, Alex Scott.

“Vic mirip dengan Arsene. Ramah, memiliki komitmen kuat, dan loyal. Arsenal berhutang banyak pada dirinya,” kata mantan wakil presiden the Gunners, David Dein.

Pengorbanan itu tidak sia-sia bagi Akers. Keluar dari Arsenal pada 2018, dirinya memberi 32 piala bagi the Gunners. Lebih banyak dibanding Wenger (10), tak termasuk Community Shield. Saat Wenger puasa gelar di Emirates, Akers memberikan sembilan gelar untuk tim perempuan Arsenal.

Pahlawan Dengan Tanda Jasa

Foto: Twitter / @FAWSL

David Dein menyebut Akers sebagai ‘unsung hero’, pahlawan tanpa tanda jasa. Alasannya, Akers tidak menyukai publikasi tapi sangat serius menjalani pekerjaannya. “Terlepas dari semua pencapaiannya. Ia tidak suka publikasi,” kata Dein.

“Sebagai kitman, dirinya juga bisa dipercaya oleh para pemain. Ketika sesuatu terjadi di dalam klub, Vic orang pertama yang mereka hubungi,” lanjutnya. Meski demikian, Akers sebenarnya memiliki tanda jasa dan dikenal oleh berbagai pihak.

Ia adalah sosok yang dekat dengan Dennis Berkamp saat penyerang Belanda itu bermain di Highbury. Penduduk sekitaran area klub juga memiliki banyak cerita tentang Akers dan tak semuanya memiliki nada positif. Akers bahkan pernah berkelahi dengan Mathieu Flamini.

Soal tanda jasa, dirinya dianugerahi pangkat kehormatan OBE dari Kerajaan Britania Raya karena pengaruhnya terhadap dunia olahraga. Secara tidak langsung, Akers setara dengan David Beckham. Setidaknya di mata kerajaan.

Pada 2015, kesebelasan perempuan di Inggris untuk pertama kalinya merasakan final di Wembley. Menyusul rekan-rekan pria mereka yang sudah merasakan hal tersebut baik di level semi-profesional (FA Cup Vase) ataupun profesional. Keberhasilan mereka menyusul juga tidak lepas dari pengaruh Akers.

“Kami sudah memperjuangkan hal ini selama 15 tahun. Akhirnya tercapai dan mengubah pemandangan sepakbola perempuan di Inggris. Kami bisa disaksikan 30-40 ribu orang di sini,” kata Akers.

Jasa dan prestasi Akers dikenal dan dikenang. Sayangnya terkadang, demi sebuah narasi hal itu dilupakan. Kenyataannya, Wenger bukanlah pelatih terbaik Arsenal. Kenyataannya, quadruple bukanlah hal mustahil di Inggris. Victor David Akers, OBE adalah bukti nyata dari hal itu.

Peluang Guardiola Samai Akers

Foto: Pinterest

Pep Guardiola memiliki peluang untuk mengikuti jejak Akers di akhir musim 2018/19. Jadi ‘yang pertama’ untuk meraih quadruple bersama kesebelasan Inggris. Sekalipun Guardiola menolak untuk membuka peluang itu, kemungkinannya tetap ada.

Lagipula, apabila ada kepala pelatih atau manajer yang dapat memenangkan empat piala prestisius dengan berbagai kesebelasan berbeda, Guardiola orangnya. Ia berhasil meraih quadruple bersama Barcelona dan Bayern Munchen sebelumnya. Tidak pernah ada pelatih yang meraih kesuksesan itu di dua klub berbeda selain dia.

Sekalipun Piala Super jadi salah satu dari empat gelar yang diraihnya bersama Barcelona ataupun Bayern Munchen. Kondisi di Spanyol dan Jerman berbeda dengan Inggris.

DFL-Supercup tak dianggap remeh. Begitu juga dengan Supercopa de Espana. Setidaknya sebelum La Liga berusaha menjadikannya sebagai pertandingan komersil dan main di luar Spanyol.

Banyak yang beranggapan keseriusan DFL-Supercup dan Supercopa hanya didasari oleh pertemuan antar rival. Barcelona melawan Real Madrid, atau Bayern Munchen kontra Borussia Dortmund. Padahal Community Shield di Inggris juga sering kali demikian.

Foto: Telemundo Deportes

Perbedaan mendasar ada di sikap. Ketika Sir Alex Ferguson menilai Community Shield sebagai tempat mencoba pemain, nilai dari piala itupun ikut turun. “Kami tidak pernah melihat pertandingan ini sebagai sebuah kewajiban untuk menang. Community Shield memang prestius, tapi bagi kami ini hanya sekedar tempat untuk mencoba kebuguran pemain,” katanya pada 2008.

Sementara Fabregas dan Zinedine Zidane melihat Supercopa sebagai sesuatu yang layak diperjuangkan. “Meski banyak pemain yang baru datang, kami mempersiapkan diri dengan serius. Ini akan menjadi pertandingan intens dan kompetitif,” ungkap Fabregas menjelang Supercopa 2012.

“Kami harus siap sejak awal musim dan kami mempersiapkan diri dengan baik. Saya sangat senang dengan hasil yang kami dapat,” tutur Zidane usai memenangkan Piala Super Eropa melawan Manchester United dan Supercopa lawan Barcelona.

Saat di Jerman, Guardiola juga menolak untuk eksperimen saat DFL-Supercup. “Saat ini kami memang hanya memiliki delapan sampai sembilan pemain bugar. Itu normal. Pasti membutuhkan waktu, tapi saya tak akan coba-coba. Ini final, bukan uji coba,” kata Pep jelang DFL-Supercup 2013 di mana Bayern kalah 2-4 dari Dortmund arahan Klopp.

Ketika Sergio Aguero tidak diberikan waktu untuk santai setelah mencetak dua gol di Liga Champions, ada mentalitas serupa dalam diri Guardiola. Old habits die hard, kata Mick Jagger. Dengan mentalitas itulah, Josep Guardiola Sala mungkin akan menjadi manajer ‘pertama’ yang meraih quadruple dengan di Inggris.