Wan-Bissaka, Zaha, dan Akademi Crystal Palace

Foto: MCFC Watch

Ketika membicarakan akademi terbaik di Inggris, Southampton dan Manchester United mungkin jadi yang mudah diingat. Bagaimana tidak? Baik Adam Lallana, Theo Walcott hingga Gareth Bale sebelumnya pernah merasakan akademi the Saints sebelum bersinar bersama kesebelasan tenar Premier League.

Sementara Manchester United yang sudah memiliki popularitas tingkat dunia merupakan penghasil David Beckham, Ryan Giggs, dan Marcus Rashford. Gelandang Skotlandia, Scott McTominay melanjutkan tradisi itu setelah diorbitkan Jose Mourinho pada 2016/17.

Namun, bicara tentang tradisi akademi produktif di Inggris, sering kali nama Crystal Palace dilupakan. Pemain Pantai Gading, Wilfried Zaha, mungkin menjadi produk akademi Crystal Palace paling dikenal saat ini. Tapi jelas dia bukan satu-satunya. Premier League 2018/19 menjadi panggung tersendiri bagi junior Zaha, Aaron Wan-Bissaka.

Bek kelahiran 12 November 1997 itu bergabung dengan akademi Crystal Palace sejak 2008. Sekitar 10 tahun kemudian, the Eagles mengalami krisis di lini belakang. Nahkoda Crystal Palace Roy Hodgson memanggil Wan-Bissaka ke tim senior.

“Dia sempat datang ke saya dan meminta untuk dipinjamkan ke kesebelasan lain. Tapi permintaan tersebut saya tolak. Kekurangan pemain di lini belakang, saya memanggilnya ke tim senior. Setelah itu, kami tidak pernah menengok ke belakang. Mungkin keputusan saya saat itu aneh, tapi sekarang terbukti tepat!,” kata Hodgson.

Bersama Zaha, Wan-Bissaka membantu Crystal Palace duduk di peringkat 13 klasemen sementara Premier League. Unggul 10 poin dari Cardiff City yang berada di zona merah dan hanya butuh satu kemenangan lagi untuk mendapatkan angka magis 40.

Penampilannya di lini belakang the Eagles pun membuat berbagai kesebelasan tertarik untuk memboyong pemain keturunan Republik Demokratik Kongo itu di bursa transfer musim panas 2019. Arsenal, Manchester United, hingga Bayern Munchen disebut tertarik.

Jangan Terburu-Buru

Foto: BT Sport

Wan-Bissaka bahkan disebut ingin didaratkan ke Old Trafford satu paket dengan Wilfried Zaha. Meski Zaha sempat gagal pada percobaan pertamanya sebagai pemain the Red Devils, Ian Holloway mendukung mantan anak asuhnya untuk kembali ke Manchester.

Menurut Holloway, sistem permainan Ole Gunnar Solskjaer bisa memaksimalkan talenta Zaha. Tidak seperti saat ditangani David Moyes. “Zaha sebelumnya tidak pernah diberikan kesempatan untuk menyisir sisi lapangan. Jika Manchester United sekarang ingin fokus ke pola 4-4-2, mereka wajib mendatangkan Zaha lagi,” kata Holloway.

Akan tetapi, Hodgson menolak menjadikan Zaha ataupun Wan-Bissaka sebagai objek dagang. “Keduanya masih memiliki kontrak di sini, itu membuat saya lega. Zaha masih memiliki kontrak lima tahun. Sementara kontrak Wan-Bissaka menyisakan tiga tahun lagi. Kami jelas tidak mempromosikan mereka untuk dijual ke kesebelasan lain,” kata Hodgson.

Bek Crystal Palace juga mendorong klub untuk tidak menjual dua talenta mereka. “Bagi kesebelasan seperti kami, mempertahankan pemain-pemain terbaik yang tersedia tentu sebuah prioritas. Tidak tahu apakah di masa depan mereka akan pindah, tapi kami jelas senang bersama mereka selama mungkin,” kata Dann.

Legenda Crystal Palace, John Salako mengingatkan Wan-Bissaka untuk tidak terburu-buru. “Ingat saat Wilfried [Zaha] di Manchester United? Dia terlalu muda dan diberikan tekanan. Kemudian lihat Nathaniel Clyne, dari Crystal Palace ke Southampton. Kini ia bermain untuk Liverpool,” kata Solako.

Mendukung Perkembangan Pemain Muda

Foto: Twitter / @CPFC

Clyne, Zaha, Wan-Bissaka, semua merupakan produk akademi Crystal Palace. Bahkan jauh sebelum tiga nama itu muncul, akademi Crystal Palace sudah memproduksi banyak pemain kualitas Premier League. Entah itu Hayden Mullins (eks-Portsmouth), Ben Watson (eks-Wigan), Victor Moses, ataupun nakhoda Inggris saat ini, Gareth Southgate.

Sayangnya, Crystal Palace selalu terlalu cepat melepas talenta-talenta tersebut. Mullins dilepas setelah lima tahun. Watson hengkang setelah lima musim. Moses hanya diberikan tiga tahun. Tidak ada lagi yang bertahan di Selhurst Park selama Southgate (1988-1995).

Gelandang Wales, Jonny Williams mungkin satu-satunya yang bisa menyaingi Southgate. Bertahan di Crystal Palace selama delapan tahun setelah pertama dipromosikan ke tim senior pada 2011. Ia hengkang ke Charlton Athletic di bursa transfer musim dingin 2019. Zaha sekalipun dilepas ke Manchester United hanya dalam dua setengah musim.

Padahal sejarah membuktikan the Eagles pandai memaksimalkan talenta pemain muda. Mereka membeli Andrew Johnson dari Birmingham saat masih berusia 21 tahun. Johnson kemudian menjadi salah satu jika bukan penyerang terbaik sepanjang sejarah klub.

Ashley Cole membela the Eagles sebagai pemain pinjaman sebelum menjadi invincible bersama Arsenal. Terakhir Ruben Loftus-Cheek konsisten tampil di lini tengah the Eagles. Lihat bagaimana dirinya sekarang diperjuangkan untuk mendapat tempat di tim nasional ataupun Chelsea.

Bukan Kesebelasan Berlimpah Harta

Foto: CPFC Report

Secara finansial, pemilik Crystal Palace, Steve Parish, bukanlah orang yang makmur di Inggris. Kekayaan yang dimiliki Parish bahkan masih kalah dari pemilik Bristol City yang bermain di divisi dua. Ketika ekonomi kurang kuat, menggunakan pemain-pemain asli akademi adalah pilihan terbaik.

Wan-Bissaka dan Wilfried Zaha bisa memulai trend baru di Crystal Palace. Talenta mereka mungkin diminati banyak kesebelasan lain. Namun mempertahankan jasa keduanya, lalu mempromosikan talenta-talenta baru seperti Luke Dreher yang digadang sebagai penerus Bryan Robson akan membuat the Eagles semakin kuat.

Terlebih lagi, nama mereka tidak akan dilupakan lagi. Publik bisa menyetarakan mereka dengan Southampton atau Manchester United sebagai produsen talenta terbaik di Inggris, seperti seharusnya.