Membela 10 kesebelasan di tiga benua berbeda, menjuarai Piala Intertoto, Europa League, Torneo Urugayo, Liga Premier Inggris hingga Hong Kong, Diego Forlan akhirnya mengakhiri kariernya sebagai pesepakbola profesional.
“Setelah 21 tahun bermain sebagai profesional, saya memutuskan untuk gantung sepatu. Banyak memori dan emosi muncul, tapi akan ada petualangan baru siap dimulai,” kata Forlan.
“Terima kasih pada semuanya yang telah menemani saya dalam perjalanan ini. Tak pernah terbayangkan bahwa karier selama dua dekade ini melebihi segala impian saya saat masih kecil. Hanya satu yang tak menjadi kenyataan: Menutup karier di Penarol. Saya sebenarnya ingin melakukan itu, sayangnya gagal mencapai kesepakatan dengan klub,” aku Forlan.
Kesebelasan asal Hong Kong, Kitchee SC, menjadi tim terakhir yang Forlan bela (2018). Setelah satu tahun menganggur, dirinya akhirnya berhenti mencari klub baru. Sepanjang kariernya, Forlan diakui sebagai salah satu penyerang terbaik yang pernah mewarnai dunia sepakbola. Terutama di Spanyol ketika membela Villarreal dan Atletico Madrid.
Bedasarkan data Transfermarkt, Forlan mencetak 128 gol dari 240 penampilannya untuk kedua kesebelasan tersebut. Lebih subur daripada Emilio Butragueno, Fernando Morientes, dan Davor Suker yang mencatat lebih banyak penampilan dibandingkan Forlan. Selama di Spanyol, dia juga berhasil jadi topskorer La Liga dan Eropa sebanyak dua kali (2004/2005, 2008/2009).
Prestasi Forlan semakin menjadi pada 2010 saat dirinya terpilih sebagai pemain terbaik Piala Dunia di Afrika Selatan. Mencetak lima gol sepanjang turnamen, Forlan membantu Uruguay lolos ke semi-final sebelum ditekuk Belanda secara dramatis, 2-3. Mencetak 36 gol dari 112 penampilannya untuk La Celeste, produktivitas Forlan hanya bisa disaingi oleh Luis Suarez dan Edison Cavani. Dengan catatan itu, jelas Forlan layak disebut legenda.
tanto dentro como fuera de la cancha, un sueño haber jugado con uno de mis ÍDOLOS. Serás siempre una LEYENDA en Uruguay. MUCHO ÉXITO EN TUS NUEVOS DESAFÍOS, AMIGO 🔝🔝🔝🔝👏👏👏👏 @DiegoForlan7 #orgullouruguayo #leyendauruguaya #amigogoleador pic.twitter.com/1bkGGoKG62
— Luis Suárez (@LuisSuarez9) August 7, 2019
Kualitas penyerang kelahiran 19 Mei 1979 itu tidak perlu diragukan lagi. Bahkan Sir Alex Ferguson pun mengakui kehebatan Forlan. Padahal Forlan tergolong gagal di Manchester United.
Ia hanya mencetak 17 gol dari 98 pertandingan meski dirinya ditebus dengan harga mahal, 6,9 juta Pauns dari Independiente. Lebih mahal daripada dana dikeluarkan Liverpool untuk Milan Baros di musim yang sama (2001/2002). Tapi Ferguson punya pandangan lain soal masalah Forlan di Old Trafford.
“Kombinasinya dengan Ruud van Nistelrooy memang tidak berjalan dengan baik. Akan tetapi, Forlan tidak punya masalah di Manchester United. Ia bisa menjadi pahlawan klub. Sayangnya, saudari Forlan sakit di Spanyol,” jelas Ferguson.
Forlan telah memberi banyak kesan positif di atas lapangan. Bagi sebagian orang seperti Suarez, anak dari mantan bek tim nasional Uruguay, Pablo Forlan, tersebut bahkan telah meninggalkan warisan untuk La Celeste. Namun, ada satu warisan Forlan yang sering kali dilupakan. Warisan yang ia tinggalkan di Jepang pada 2014.
Ambisi Cerezo Menjadi Tim Terbaik Jepang
Foto: Soccer King
Ketika itu, Forlan mendarat di Osaka untuk membela Cerezo. Hengkang dari Internacional, jasa Forlan sebenarnya masih dipertimbangkan oleh West Ham United. Klub asal Amerika Serikat, Chicago Fire, juga sempat dirumorkan mengincar Forlan. Meskipun pada akhirnya rumor tersebut dibantah oleh pihak klub, Major League Soccer (MLS) adalah pilihan yang lebih masuk akal dibandingkan J.League.
Pada 2014, MLS sudah diisi pemain-pemain ternama dunia seperti David Beckham dan Robbie Keane. Sementara J.League hanya memiliki Fábio Simplício dan Freddie Ljungberg. Meski Simplicio dan Ljungberg merupakan pemain yang dikenal bahkan dihormati di Eropa, pamor mereka masih kalah dibandingkan Beckham, Keane, dan Forlan. Apalagi Forlan telah memiliki status sebagai pemain terbaik Piala Dunia.
Kedatangan Forlan ini merupakan awal dari era baru J.League. Era di mana mereka dapat bersaing dengan liga-liga yang diisi kesebelasan berlimpah harta dalam perebutan pemain. Forlan bahkan menjadi pemain dengan gaji termahal dalam sejarah J.League. Dibayar 600 juta Yen, atau dua kali lipat dari penghasilan Garry Lineker di Nagoya Grampus 21 tahun sebelumnya (1993).
“Saya sudah lama menyukai Jepang. Saya sangat berterimakasih kepada Cerezo dan Pemerintah Osaka atas kesempatan yang mereka berikan. Saya akan berusaha sekuat tenaga untuk membantu Cerezo bertahan di J.1,” kata Forlan.
Kepada Daily Japan, Alan MA, salah satu suporter Cerezo Osaka di Indonesia menjelaskan alasan tim favoritnya itu mendaratkan Forlan. “Masano Okano selaku presiden klub punya ambisi menjadikan Cerezo menjadi kesebelasan terbaik di Jepang. Forlan berpengalaman main di Eropa dan ia diharapkan bisa menularkan ilmunya kepada pemain-pemain muda Cerezo,” ungkap Alan.
Putus Kontrak Setelah Degradasi
Foto: Mercado Libre
Sayangnya, kedalaman skuad Cerezo Osaka kurang mendukung. Tampil sebanyak 26 kali, Forlan membantu Cerezo mencetak delapan gol. Namun, mereka pada akhirnya tetap turun ke divisi dua. Cerezo mengakhiri musim di peringkat ke-17 dengan raihan 31 poin dari 34 laga. Terpaut lima poin dari penghuni terakhir zona aman, Shimizu S-Pulse.
Gagal mencapai targetnya, Forlan pun pergi dari Jepang. Pulang ke Uruguay, membela tim yang membesarkan dirinya, Penarol. Gaji awalnya dirumorkan menjadi alasan utama Forlan pergi dari Cerezo. Namun, mantan penyerang Inter Milan itu langsung membantahnya.
“Lucu mendengar kabar itu beredar di internet. Saya sudah mengenal Jepang sejak lama. Saat di Inter, saya juga bermain dengan Yuto Nagatomo. Masalahnya, setelah melakukan semua yang saya bisa, Cerezo tidak bertahan di J1,” buka Forlan.
“Waktu saya pertama datang, Cerezo hanya mengoleksi tujuh poin sama dengan jumlah pertandingan yang telah dijalani saat itu. Setelah 16 pertandingan dan 10 poin kemudian, kami tetap gagal. Itu menyakitkan,” jelasnya.
Sebelum pulang ke Penarol, Forlan sebenarnya sempat tampil di J2. Mencetak 10 gol dan juga mengarsiteki tiga lainnya untuk Cerezo. Tapi kemudian kontraknya tidak diperpanjang dan Penarol datang memanggil. Saat itu, Forlan dikira akan pensiun setelah satu atau dua musim bermain untuk Carboneros. Tapi ternyata alur cerita kariernya berubah haluan.
Setelah Zico, Sebelum Iniesta
Foto: Trivela
Forlan mungkin bisa dibilang gagal di Cerezo. Apalagi targetnya di sana tidak tercapai. Tapi ia tetap menikmati masa-masanya di Osaka. Bahkan berjanji untuk kembali ke Jepang dan mengisi pos direktur olahraga Cerezo.
Sebelum Forlan datang ke Jepang, sepakbola di Negeri Matahari Terbit memang sudah pernah melihat pemain-pemain ternama dunia. Entah itu Zico, Dunga, ataupun Lineker, semuanya pernah merasakan Liga Jepang. Tapi tanpa Forlan, belum tentu Lukas Podolski, Fernando Torres, dan lain-lain mendarat di sana.
Meski memiliki nasib berbeda, Forlan mungkin bisa dibilang memiliki pengaruh yang serupa dengan Beckham di MLS. Sebelum Beckham membela LA Galaxy, Amerika Serikat pernah melihat Pele, George Best, dan Franz Beckenbauer mewarnai liga sepakbola mereka. Tapi setelah Beckham datang, pemain-pemain lain seperti Steven Gerrard, Wayne Rooney, dan Zlatan Ibrahimovic pun ikut merumput di Negeri Paman Sam.
Forlan mungkin datang ke Cerezo dari Internacional, bukan Barcelona. Tapi dirinya saat itu masih diperhitungkan oleh klub seperti West Ham United. Bahkan pemerintah daerah ikut terlibat dalam kedatangannya ke Osaka. Forlan adalah awalan dari era baru J.League yang tengah dinikmati saat ini.