Yang Diubah Solskjaer di Manchester United

Manchester United memang kalah 0-2 atas PSG di leg pertama Liga Champions. Namun, hasil minor ini tak bisa menutupi atmosfer positif di United sejak Desember lalu. Kehadiran Solskjaer memberikan angin segar bukan cuma buat para pemain, tapi juga harapan baru buat para penggemar Manchester United.

Secara strategi permainan, kehebatan Solskjaer mungkin masih bisa diperdebatkan. Akan tetapi, ada hal dasar yang ia ubah dan berhasil. Solskjaer mampu menetralisir aura suram dari ruang ganti. Ia memberikan sentuhan yang membuat para pemain United kini bisa lebih lepas dan kembali tersenyum.

Lantas, apa sebenarnya yang dilakukan oleh Solskjaer untuk membenahi Manchester United? Dikutip dari BBCberikut kami sajikan untuk Anda.

Sentuhan Personal Solskjaer

Sepanjang 14 tahun kariernya sebagai pemain dan pelatih di United, Solskjaer tetap mempertahankan rutinitas kecilnya. Ketika pulang ke Norwegia, ia selalu membawa coklat sebagai oleh-oleh. Solskjaer kemudian membagikannya kepada staf United yang telah bekerja keras meski jarang tersorot kamera kinerjanya.

Ketika Solskjaer terpilih sebagai manajer sementara, ia langsung menerapkan rutinitas serupa. Orang pertama yang ia beri adalah resepsionis klub, Kath Phipps, yang telah bekerja lebih dari setengah abad.

Apa yang dilakukan oleh Solskjaer bukan semata-mata untuk mencari sensasi, karena ia melakukannya secara natural. Meskipun ringan, staf United disebut merasa terkoneksi kembali dengan cara yang pernah mereka dapatkan dulu. Solskjaer menyatakan kalau hadiah yang ia berikan di kedatangannya adalah cara untuk mengembalikan senyuman pada wajah staf United.

Mengembalikan Rutinitas

Belasan tahun bersama Sir Alex Ferguson membuat Solskjaer pun mengembalikan rutinitas yang pernah dilakukan. Tiga manajer terdahulu punya kebiasaan masing-masing. Misalnya, David Moyes menghapus menu keripik. Louis van Gaal memasang lampu untuk latihan di malam hari, sementara Jose Mourinho sering melampiaskan amarahnya di konferensi pers mingguan baik pada jurnalis, maupun pemainnya sendiri.

Solskjaer sendiri menyelenggarakan konferensi pers pada pukul 8:30 setiap Jumat. Media tak lagi mendapatkan pernyataan nyeleneh yang harus dikonfirmasi dan dikonfrontasi ke petinggi klub.

Solskjaer pun langsung menelepon Mike Phelan untuk meminta bantuan. Sempat sulit dihubungi, Phelan langsung mengiyakan karena ia hanya melatih di perkuliahan. Solskjaer tahu masukan dari Phelan akan amat krusial. Dan ia membuktikannya dengan rentetan pertandingan tak terkalahkan dengan Phelan sebagai asisten.

Blusukan

Ketika ditunjuk sebagai manajer sementara, Solskjaer langsung berperan aktif sebagai perwakilan klub. Mulai dari menghadiri makan malam yang dibuat Unicef, sampai mendatangi latihan tim sepakbola perempuan United dan melayani permintaan foto para pemain dan orang tuanya sebanyak mungkin.

Solskjaer pun sering bertemu dengan mantan rekannya, Nicky Butt, yang kini menjabat sebagai Kepala Akademi Manchester United. “Dia punya pengetahuan yang hebat soal akademi. Dia adalah salah satu rekanku. Ketika dia kembali, salah satu hal yang dia katakan adalah kami harus duduk dan bicara, dan mendapatkan pemain yang punya kemampuan untuk dipromosikan,” kata Butt.

Meminta Saran Fergie

Banyak yang merasa kalau apa yang dilakukan Solskjaer hanyalah meneruskan perintah Fergie. Faktanya jelas tidak demikian meski tak salah juga kalau Fergie kini sering bertemu dengan Solskjaer.

Ferguson sudah dua kali ke Carrington sejak penunjukkan Solskjaer, yang pertama atas undangan mantan pemainnya itu, dan yang kedua untuk melihat mantan anak asuhnya, Giuseppe Rossi, yang diizinkan ikut berlatih untuk menjaga kebugaran.

Usai pertandingan, Solskjaer biasanya menelepon Ferguson. Namun, manajer berkebangsaan Skotlandia tersebut biasanya sedang bersama temannya sehingga percakapannya lebih singkat. Ferguson hanya akan memberikan nasihat kalau diminta. Tapi, di usianya yang sudah 77 tahun dan masih dalam pemulihan brain haemorrhage, Fergie jauh lebih senang menonton dari boks kehormatan.

Seperti Ferguson, Solskjaer juga cenderung untuk mengamati ketimbang menjalankan sesi latihan. Berbeda dengan Mourinho dan Van Gaal yang terlibat langsung dalam sesi latihan, Solskjaer mempercayakannya pada Michael Carrick dan Kieran McKenna.

Menjaga Masalah Tetap di Dalam

Di akhir kepemimpinan Mourinho, terlihat bahwa pemain seperti tak lagi mendengarkan instruksinya. Mourinho pun tak segan mengkritik para pemainnya di muka publik. Meski mungkin maksudnya baik, tapi ini jelas tak sehat untuk ruang ganti klub.

Solskjaer pun tak akan mengkritisi pemainnya di muka umum. Namun, ia akan tetap menjaga masalah di antara mereka. Salah satunya dengan melanjutkan hairdryer theraphy ala Sir Alex Ferguson. Pemain akan dimarahi habis-habisan, tapi hanya di ruang ganti.

Manchester United Bukan Cuma Klub

Meski baru dua bulan menangani United, tapi sudah ada banyak hal yang dilakukan Solskjaer. Salah satunya menghadiri pertemuan tahunan untuk peringatan Tragedi Munich di Old Trafford dengan setelan resmi klub. Hal serupa juga dilakukan Mourinho. Namun, manajer berkebangsaan Portugal tersebut justru memilih menggunakan jaket klub yang terkesan tak formal. Padahal, ia menghadiri peringatan 60 tahun Tragedi Munich yang juga dihadiri Fergie dan Sir Bobby Charlton. Ini membuat Mourinho dianggap tak peduli dengan sejarah klub, karena mengenakan pakaian yang tak tepat.

Senin lalu, ditemani Phelan, Solskjaer pun mengikuti gala dinner yang digelar bek Manchester City, Vincent Kompany, sebagai penggalangan dana untuk tuna wisma di Manchester. Manajer City, Pep Guardiola, pun hadir. Keduanya saling menyapa dan bicara.

Dari sini bisa dilihat bahwa untuk menjadi manajer United, ia tak cuma perlu hebat untuk urusan taktikal, tapi juga bagaimana kesadaran mereka terhadap klub dan kota yang diwakili klub itu sendiri.