Berkat kedatangan Fosun Internasional, Wolverhampton Wanderers berhasil menjadi kuda hitam Premier League 2018/2019. Mengakhiri liga di peringkat tujuh klasemen akhir, dan lolos ke Liga Europa 2019/2020 berkat kemenangan Manchester City di Piala FA.
Sejak Fosun datang pada 2016, Wolves telah menghabiskan dana lebih dari 200 juta pauns untuk berbagai pemain ternama. Termasuk mantan gelandang FC Porto, Ruben Neves yang sejatinya menjadi incaran banyak klub.
Uang Fosun mengorbankan para pemain akademi. Pada 2018/2019 saja, hanya ada dua pemain akademi yang terdaftar di tim asuhan Nuno Espirito Santo: Harry Burgoyne dan Morgan Gibbs-White. Padahal, sebelumnya Wolves termasuk salah satu kesebelasan yang sering mengorbitkan pemain akademi.
Leon Clarke, Joleon Lescott, Stephen Gleeson, Danny Bath, dan Wayne Hennessey adalah beberapa jebolan akademi yang bersinar bersama Wolves. Fosun mengubah cara Wolves mencari pemain, talenta-talenta akademi pun terbengkalaikan. Salah satu pemain akademi yang pertama dibuang oleh Fosun bernama Zeli Ismail.
Ismail yang sudah menetap di Wolves sejak 2004 dilepas ke Bury tanpa pernah merasakan atmosfer Premier League sekalipun. Ia hanya tampil tiga kali untuk tim senior Wolves, dua di Piala Liga, sekali melawan Oldham Athletic pada ronde pertama FA 2013/2014.
Dihargai 100 Juta Pauns
Foto: Birmingham Live
Gelandang keturunan Albania itu sempat disebut memiliki potensi untuk menjadi pemain besar. Dia bahkan disebut sebagai pemain pertama yang mendapat label 100 juta pauns. Tapi nasib berkata lain.
Tampil untuk kesebelasan divisi tiga, Walsall pada 2018/2019, Ismail dilepas the Saddlers setelah gagal membantu klub mempertahankan tempat mereka di liga. Bermain sebagai gelandang kanan, Ismail hanya memberi kontribusi dalam empat gol Walsall. Darrell Clarke selaku nakhoda tim akhirnya melepas Ismail bersama 10 pemain lain.
“Saya tidak tahu siapa yang menyebut angka itu [100 juta pauns]. Saya tidak pernah fokus ke perkataan media. Lebih memilih untuk berlatih dan membiarkan penampilan di lapangan yang jadi penilaian,” aku Ismail.
“Jika Anda melihat berita itu, tentu ada ketertarikan untuk melihat permainan saya. Tapi sebenarnya saya hanya main dengan kemampuan terbaik tanpa dipengaruhi oleh media,” lanjutnya.
Media mengutip harga 100 juta pauns itu dari Chris Evans. Bukan Captain America, tapi mantan direktur akademi Wolves yang sudah terlibat di klub sejak 1991. “Tak ada batasan tentang kemampuan dia. Jika dirinya bisa melanjutkan karier dengan baik, ia akan menjadi pemain dengan harga 100 juta pauns,” kata Evans.
Pengakuan Para Pelatih
Foto: Football League World
Zeli mungkin bisa dibilang sebagai salah satu korban media. Talenta yang terlalu dibesar-besarkan dan akhirnya tenggelam oleh sinar sendiri. Sama seperti Freddy Adu atau Cherno Samba. Tapi hampir semua pelatih yang pernah mengasuh Ismail mengatakan hal berbeda.
“Ismail merupakan pemain yang memiliki atribut fisik lengkap. Ia tidak kenal lelah dan di dunia sepakbola, reputasinya sangat bagus. Saya yakin dia punya kesempatan di Wolves,” kata Kenny Jackett, mantan nakhoda Wolves yang sudah memantau Ismail sejak masih di tim U21.
“Kami ingin mempertahankan Zeli [Ismail] di sini. Dirinya telah memberi banyak kontribusi. Tapi Wolves juga pasti ingin menjaga dirinya karena ia memiliki potensi yang sangat besar,” kata Gary Rowett yang menangani Ismail di Burton Albion.
Ismail gagal diperthankan Rowett di Burton. Tapi dirinya berhasil membuat Shaun Derry terpukau dan membawanya ke Notts County. “Ia adalah pemain dengan potensi tinggi dan telah membuktikan dirinya di Burton Albion. Saya ingin membantunya ke level berikutnya dan semoga ia juga bisa mengantarkan kita ke League One,” kata Derry.
Mantan manajer Walsall Jon Whitney punya keinginan serupa dengan Rowett saat Ismail masih berstatus pemain pinjaman dari Wolves. “Saya akan berusaha sekuat tenaga agar ia tetap di sini,” katanya.
Menolak Chelsea dan Real Madrid
Foto: Walsall FC
Kenyataannya, mereka semua salah. Ismail tidak dianggap oleh Wolves. Tak mendapatkan kesempatan dan kini dilepas juga oleh Walsall. Satu-satunya kesalahannya adalah memilih Wolves sebagai tempat belajar.
Menurut Lee Marsh, agen yang menangani Ismail, ia sebenarnya punya peluang bermain untuk Chelsea dan Real Madrid. Sialnya, tidak ada yang mendengarkan sarannya untuk menolak Wolves. “Saya sudah bilang ke dia, dirinya tidak akan mendapat kesempatan di bawah Mick McCarthy,” buka Marsh.
“Zeli [Ismail] tidak mendengarkan saya. Saya kemudian mencoba berbicara dengan pihak keluarganya. Tapi mereka juga menurut keinginan Wolves. Padahal saya sudah berbincang dengan Chelsea dan Real Madrid,” aku Marsh.
“Semua pemandu bakat yang menyaksikan penampilannya saat membela Inggris U16, tahu bahwa ia adalah pemain hebat. Real Madrid sampai menginginkan jasanya. Andai dirinya tidak membuat keputusan untuk bertahan di Wolves, mungkin kariernya berbeda”.
“Masalahnya saat itu dia bergantung pada orang tuanya, dan terkadang mereka tak tahu mana yang terbaik,” jelas Marsh. Sebuah keputusan menghancurkan semuanya. Ketika Wolves transformasi menjadi kesebelasan kaya raya, Ismail pun tidak dianggap layak ada di Molineux Stadium.