Zlatan Ibrahimovic dan Tradisi Striker Veteran Tajam di Serie-A  

Dua golnya ke gawang Napoli menambah koleksi gol yang dibuat Zlatan sejak awal musim Liga Italia Serie-A 2020/2021. Striker berusia 39 tahun tersebut sudah membuat 10 gol di 6 kali penampilannya bersama Milan secara beruntun. Catatan ini membuatnya memuncaki daftar pencetak gol terbanyak sementara Serie-A musim ini yang telah berjalan 9 pekan.

Zlatan dengan segala kepiawaiannya dalam urusan mencetak gol (juga aksi sesumbarnya) patut mendapat aplaus. Banyak penggemar sepakbola mengangap bahwa dirinyalah yang merupakan aktor dibalik “kebangkitan” AC Milan yang telah bertahun-tahun terpuruk.

Maklum saja, banyak yang menganggap bahwa keputusannya kembali ke San Siro setelah sempat mengembara ke MLS hanyalah bentuk kangen-kangenan belaka. Kurang lebih mirip seperti yang pernah dilakukan Andriy Shevchenko dan Ricardo Kaka kala kembali untuk kali kedua. Hal inilah yang membuat Zlatan berbeda dengan legenda Milan lainnya. Bedanya, Zlatan membuat efek.

Sebenarnya ada hal yang tak disadari bahwa kompetisi Serie-A kerapkali memunculkan nama-nama striker gaek yang punya andil besar terhadap kesebelasan masing-masing. Karakter sepakbola Italia yang lebih mengandalkan kedisiplinan taktikal (sehingga membuat tempo permainan cenderung lambat), membuat banyaknya lahirnya fenomena ini. Sebagai gambaran, sulit rasanya bila harus membayangkan para striker berumur lebih dari 33 tahun masih menjadi striker inti di Premier League.

Menoleh ke musim 2018/2019, nama Fabio Quagliarella muncul sebagai Capocannoniere. Striker yang kini masih aktif bermain untuk Sampdoria, menjadi pencetak gol terbanyak saat usianya menginjak 35 tahun.

Torehan 26 golnya di musim itu mampu menempatkan Il Samp di posisi papan tengah. Sebagai pembanding, bintang baru Juventus saat itu, Cristiano Ronaldo hanya mampu mencetak 21 gol. Bahkan gol Quagliarella melawan Napoli masuk nominasi FIFA Puskas Award 2019.

Empat musim sebelumnya, yakni 2014/2015, striker senior milik Hellas Verona, Luca Toni menjadi pencetak gol terbanyak dengan 22 gol. Berkat sumbangsih golnya, Hellas Verona bisa berada di posisi ke-13 klasemen akhir Serie-A.

Pada musim sebelumnya yakni 2013/14, Toni mampu mencetak 20 gol bagi Verona dan terpaut 2 gol saja dari capocannoniere saat itu, Ciro Immobile yang memperkuat Torino. Layaknya Zlatan, Toni yang sempat berkelana ke Bundesliga bersama Bayern Muenchen, sempat diramalkan telah habis lantaran usianya yang kala itu menginjak 38 tahun.

Mundur lagi ke musim 2010/2011, striker senior milik Udinese, Antonio Di Natale berhasil mencatatkan gelar capocanonniere secara dua kali berturut. Di usianya yang kala itu menginjak 34 tahun, Di Natale mencetak 28 gol.

Bahkan di 3 musim berikutnya, ia bisa bersaing dengan menduduki posisi 2 atau 3 daftar pencetak gol terbanyak. Kontribusi Toto, sapaan akrabnya, mampu mengantarkan Udinese ke posisi 5 besar dalam 3 musim berturut (2011-2013).

Berdasarkan penjelasan di atas, ternyata yang sejauh ini dicapai Zlatan Ibrahimovic bukan sesuatu yang baru dan luar biasa di kompetisi yang pernah menjadi termahsyur. Hal ini membuktikan bahwa Serie-A menyajikan hal yang berbeda dari liga-liga sepakbola lainnya.

Faktor non-teknis seperti atribusi sang pemain senior di ruang ganti, sifat kepemimpinan atau keteladanan pemain senior nyatanya sangatlah berdampak. Pentingnya peran Zlatan Ibrahimovic bagi AC Milan di musim ini adalah salah satu bukti bahwa fenomena ini terus berlanjut.

Selain Ibra, di musim ini ada nama striker berusia 35 tahun, Cristiano Ronaldo yang menguntit dengan torehan 8 gol hingga pekan ke-10 Serie-A. Jangan lupakan pula peran penting Francesco Caputo, striker berusia 33 tahun yang berkontribusi mengangkat performa Sassuolo. Caputo kini mencetak 5 gol dari 6 laga.

Sementara itu, nama lain seperti Fabio Quagliarella (37) bagi Sampdoria serta Edin Dzeko (34) untuk AS Roma yang masing-masing mencetak 4 dan 3 gol bagi timnya sejauh ini. Belum lagi kalau berbicara pemain senior lainnya seperti Rodrigo Palacio (38) atau Goran Pandev (37) yang masih bermain inti bagi Bologna dan Genoa.

Terima atau tak terima, hal ini menguatkan bukti kalau Serie-A adalah kompetisi bagi para calon pensiunan. Di saat kompetisi top lainnya seperti Bundesliga atau Premier League terus menerus memproduksi talenta-talenta muda dalam hal daftar pencetak gol, Serie-A masih diisi nama-nama kawakan. Hal ini pula yang berdampak pada skuat tim nasional mereka. Francesco Caputo bahkan dipanggil ke timnas saat usianya 33 tahun.

Akhirulkalam, Liga Serie-A sampai sejauh ini (masih) jadi tontonan sepakbola primadona para “om-om” dan digemari para penyerang-penyerang calon pensiunan.