5 Fakta Menarik Tentang Kai Havertz

Kai Havertz. (Foto: Sportstar)

Bayer Leverkusen kembali meraih kemenangan dalam lanjutan Bundesliga musim 2019/2020. Menghadapi Freiburg, mereka menang tipis 1-0. Hasil ini membuat Bayer terus mempertahankan tren positif mereka sejak kompetisi kembali dilanjutkan setelah berhenti akibat pandemi virus COVID-19.

Kai Havertz kembali menjadi pahlawan Bayer. Dialah pencetak satu-satunya gol kemenangan atas Freiburg pekan lalu. Sosok pemain muda ini memang sedang naik daun dan menjadi pembicaraan pecinta sepakbola di seluruh dunia. Satu golnya ke gawang Freiburg adalah torehan kelima dari empat laga yang sudah mereka mainkan setelah pandemi.

Kini, Havertz sudah mencetak 11 gol pada kompetisi Bundesliga musim 2019/2020. Secara keseluruhan, ia sudah membuat 15 gol di semua kompetisi. Tidak hanya itu, ia juga telah membuat delapan asis sehingga total ada 23 gol Bayer Leverkusen yang sudah ia ciptakan.

Sensasi Havertz berhasil mengundang kesebelasan top Eropa untuk mendekatinya. Tercatat ada Barcelona, Bayern Munich, Juventus, Chelsea, hingga Liverpool yang terus memantau perkembangan Havertz. Bahkan, Manchester United juga ikut masuk dalam perburuan.

Siapa yang tidak tergoda dengan sosok Havertz? Sembilan dari 11 gol yang sudah ia cetak di liga dibuat ketika kompetisi sudah memasuki tahun 2020. Selain itu, usianya juga baru 20 tahun yang menandakan kalau masa depannya masih cukup panjang. Potensinya juga tidak bisa diragukan lagi dan tidak sedikit yang menilai kalau dia akan menjadi pemain besar beberapa tahun kemudian. Sebelum melihat bagaimana perkembangan Havertz ke depannya, berikut adalah beberapa fakta menarik dari pemain kelahiran Aachen ini.

  1. Dorongan Dari Sang Kakek

Karier sepakbola Havertz dimulai dari desa Mariadorf yang letaknya di sebelah utara kota Aachen. Pada usia empat tahun, ia bergabung dengan klub Alemannia Mariadorf. Keputusan Havertz memilih sepakbola tidak lepas dari sosok Richard Havertz yang merupakan kakek dari Kai Havertz. Richard adalah mantan chairman dari klub tersebut.

“Kakek saya benar-benar membuat saya tertarik dengan sepakbola. Dia yang membantu saya untuk memilih langkah pertama saya. Saudara lelaki dan ayah saya juga melakukan sesuatu untuk membuat saya memilih sepakbola. Semua orang gila sepakbola dan dari situlah gairah saya terhadap sepakbola mulai berkembang.

  1. Melesat Cepat Bersama Alemannia Aachen

Ketika usia Havertz sepuluh tahun, ia memutuskan untuk pindah ke klub Jerman lainnya yaitu Alemannia Aachen. Kepindahan ini jelas sangat menyenangkan bagi Havertz karena dia adalah penggemar klub tersebut.

Sayangnya, ia hanya bertahan satu tahun sebelum pindah ke Bayer Leverkusen. Kepindahan Havertz bukan karena ia bermain buruk melainkan karena dia terlalu hebat di sana. Havertz bahkan bermain bersama pemain-pemain yang usianya lebih tua. Bahkan dalam sebuah pertandingan, ia mencetak hat-trick. Meski sempat gugup pada awalnya, namun pelan-pelan Havertz bisa beradaptasi dengan baik hingga membuka jalan kariernya ke Bayer Leverkusen.

  1. Banyak Rekor Pada Usia Muda

Satu gol ke gawang Freiburg membuat koleksi gol Havertz bersama Bayer Leverkusen di Bundesliga menjadi 35 gol. Angka ini didapat sejak debut pada 2016 lalu. Catatan ini menjadikan Havertz sebagai pemain pertama yang bisa menyentuh angka tersebut sebelum usia 21 tahun. Ia hanya butuh tujuh gol lagi untuk bisa masuk sepuluh besar pencetak gol terbanyak sepanjang masa klub. Havertz juga menjadi pemain paling produktif sepanjang tahun 2020 diantara lima liga top Eropa lainnya.

Beberapa rekor lain juga pernah diciptakan oleh Havertz. Pada 2018 lalu, ia menjadi pemain muda yang bisa bermain 50 kali di Bundesliga pada usia 18 tahun 307 hari. Ia mematahkan rekor yang sebelumnya dipegang oleh Timo Werner. Rekor ini kemudian ia pertajam lagi pada musim ini ketika ia menjadi pemain termuda yang bisa mendapat caps 100 kali di Bundesliga. Lagi-lagi, catatan tersebut mengalahkan Timo Werner.

Pada 26 Januari 2019, Havertz menjadi pemain Bayer Leverkusen termuda yang mencetak gol melalui titik penalti. Debut tim nasional melawan timnas Peru pada 2018 lalu menjadikan Havertz sebagai pemain kelahiran 1999 pertama yang bermain untuk Die Mannschaft.

  1. Pemain Serba Bisa

Satu aspek yang membuat Havertz banyak diincar klub-klub Eropa adalah karena kemampuannya yang bisa bermain di berbagai posisi dan peran. Havertz bermain sebagai gelandang serang atau kadan bermain sebagai winger. Namun catatan 43 golnya selama berkarier menandakan betapa tajamnya dia di depan gawang lawan.

Bertambahnya jumlah gol Havertz juga tidak lepas dari seringnya dia dimainkan sebagai seorang striker. Tingginya yang mencapai 190cm menandakan kalau dia punya kemampuan duel udara yang bagus. Selain itu, Havertz juga bisa memainkan peran sebagai winger, playmaker, hingga false 9. Segala atribut ini jelas menjadi favorit para pelatih mana pun karena memberi kemudahan bagi para pelatih untuk menentukan taktik skuadnya. Havertz juga digambarkan sebagai gelandang yang bisa menggunakan dua kaki dengan sama baiknya. Gaya permainannya juga disebut-sebut mirip seperti Mesut Ozil.

“Dia punya ketenangan dan teknik bermain yang hebat. Pengambilan keputusannya juga sangat baik. Saya melihatnya masuk ke tim utama sejak saya bergabung dan perkembangannya begitu luar biasa. Dia dengan cepat menjadi pemain penting,” kata striker mereka, Kevin Volland.

  1. Tidak Lupa Pendidikan

Meski sudah dikenal sebagai pemain sepakbola, namun Havertz bukan sosok yang melupakan pendidikan. Pihak klub pernah memberinya izin tiga hari dan melewatkan laga Liga Champions melawan Atletico Madrid pada 2017 untuk menyelesaikan ujian level A-nya.

Masa-masa ketika ia baru masuk tim utama Leverkusen menjadi masa-masa yang sulit karena ia harus menjalani sepakbola dan pendidikan secara bersamaan. Sulit rasanya untuk mengelola waktu ketika ia harus bermain pada malam hari dan menjalani ujian keesokan paginya.

“Saya harus melakukan ujian sekolah menengah dan harus bermain pada DFB Pokal pada hari yang sama. Saya pernah menjalani ujian pada Rabu setelah laga tandang Selasa malam yang harus diakhiri dengan perpanjangan waktu dan adu penalti. Saya kadang pulang relatif lambat karena harus ujian pada hari berikutnya.”