Kesebelasan Ligue 1, Bordeaux mengajukan kebangkrutan beberapa hari usai mereka terdegradasi ke divisi tiga Liga Prancis. Kebangkrutan Bordeaux memang mengejutkan karena mereka merupakan salah satu klub top di Prancis. Nasib bisa lebih baik andai pembicaraan dengan Fenway Sports Group tidak menemui jalan buntu
Apa yang sebenarnya terjadi?
Masalah Finansial Sejak Covid
Masalah finansial memang sudah dirasakan Bordeaux sejak beberapa tahun lalu. Ketika pandemi Covid-19 merebak, Bordeaux merupakan salah satu yang paling terdampak. Soalnya, di Prancis, musim 2019/2020 selesai lebih awal dan laga dimainkan tanpa penonton.
Masalah kian bertambah runyam ketika pemegang hak siar Ligue 1, Mediapro, menarik diri. Padahal, mereka berencana berinvestasi senilai 780 juta euro.
Masalah muncul pada April 2021 saat King Street, pemilik mereka, menyatakan kalau mereka tak lagi mau mendukung klub secara finansial. King Street bilang kalau mereka sudah berinvestasi senilai 53 juta USD sejak Desember 2019. Karena itu, Bordeaux dijual pada Gerard Lopez.
Namun, perubahan pemilik tak juga memberikan hasil baik. Bordeaux terdegradasi pada musim 2021/2022, atau yang pertama kalinya sejak 31 tahun. Sebulan kemudian, DNCG, sebuah badan yang bertugas memantau finansial klub Prancis, mendegradasikan Bordeaux ke divisi tiga. Bordeaux menentang dan berhasil menang banding atas keputusan tersebut. Sayangnya, di akhir musim, Bordeaux terdegradasi secara administratif.
Bordeaux akhirnya menerima dan pada 25 Juli, mereka menyerahkan status mereka sebagai klub profesional. Ini dianggap sebagai konsekuensi yang tak terelakan dalam proses restrukturasi. Bermain di Divisi Tiga akan menjadi langkah awal untuk memulihkan klub dengan keuangan yang sehat dan ambisi yang baru.
Terdegradasinya Bordeaux membuat banyak pihak menyalahkan Gerard Lopez sebagai pemilik. Sejatinya, Lopez bukan orang baru. Sebelumnya, ia menjalankan tim Lotus di Formula One sejak 2009 hingga 2015 dan pernah menjadi pemilik Lille.
Karena Bordeaux menyerahkan status profesional, maka seluruh kontrak para pemain otomatis batal. Ada kemungkinan Bordeaux tetap mempertahankan para pemain muda yang akan melakoni divisi tiga.
Hampir Diselamatkan FSG
Fenway Sports Group yang juga merupakan pemilik Liverpool sempat mengirimkan utusan ke Prancis untuk bernegosiasi dengan Gerard Lopez dan otoritas sepakbola Prancis. Buat FSG, ini merupakan salah satu strategi untuk menambah portofolio mereka di sepakbola dan bikin model multi-club ownership seperti yang dilakukan City Football Group dan Red Bull.
Penawaran FSG cukup menarik: kucuran 45 juta USD untuk menutup pengeluaran operasional klub jelang Ligue 2 musim ini. Suntikan dana ini penting bagi Bordeaux untuk memenuhi kriteria finansial yang ketat dari DNCG.
Masalah muncul karena Lopez enggan Bordeaux nantinya jadi feeder club buat Liverpool. Sebelumnya, Lopez juga sudah menolak tawaran dari Todd Boehly-nya Chelsea. Lopez ingin mendapatkan investasi tapi tetap menjaga identitas independen dan ambisi klub. Penolakan ini pun akhirnya membuat Bordeaux di-degradasi-kan.
Terlalu Bergantung pada Hak Siar Televisi
Bordeaux jelas bukan satu-satunya klub yang terdampak usai Mediapro menarik diri. Ligue 1 memang bekerja sama dengan Amazon tapi nilainya jauh ketimbang yang ditawarkan Mediapro. Ini membuat klub harus menghitung ulang pengeluaran dan pemasukan mereka.
Secara keseluruhan, sepakbola Prancis menjadi tidak pasti masa depannya. Ini pula yang jadi salah satu alasan FSG tak mau terlalu ambisius membeli Bordeaux. Soalnya, ada beberapa hal yang harus mereka pertimbangkan termasuk ongkos pemeliharaan stadion sampai urusan dengan pemerintah.
FSG juga menyoroti kalau mereka harus menanggung beban operasional stadion Matmut Atlantique yang menjadi kandang Bordeaux sejak 2015. Stadion ini sendiri dibangun salah satunya untuk menjadi tempat pertandingan Piala Eropa 2016.
Hal Penting Agar Tak Bangkrut Seperti Bordeaux
- Mencari sumber pendapatan lain: Saat ini sepakbola seperti terlalu bergantung pada pemasukan hak siar yang angkanya terlalu tinggi. Ini bikin klub jadi rentan terhadap fluktuasi pasar. Klub sukses biasanya fokus untuk mendapatkan pendapatan dari berbagai sumber seperti kerja sama komersil, merchandise, dan konten digital.
- Pertumbuhan yang Berkelanjutan: Pertumbuhan yang kelewat cepat atau membeli pemain mahal tanpa fondasi finansial yang solid akan berpengaruh pada instabilitas jangka panjang. Klub harus menyeimbangkan ambisi dengan kebijaksanaan finansial, berinvestasi pada infrastruktur dan pengembangangan pemain muda, bersama dengan pengeluaran tim utama.
- Kepemimpinan dan Tata Kelola: Kepemimpinan yang konsisten bersama dengan visi yang jelas sangat krusial saat menghadapi tantangan finansial. Perubahan yang terlalu sering dalam kepemilikan Bordeaux berkontribusi pada minimnya rencana jangka panjang.
- Model Multi-Club Ownership: Akan sulit menyatukan klub-klub yang punya sejarah ke dalam satu grup. Namun, model ini terbukti menguntungkan karena dijalankan hanya dengan satu pemilik.
- Memaksimalkan Stadion: Dalam kasus Bordeaux, terlihat betapa pentingnya perencanaan sebelum membangun stadion. Stadion yang terlalu besar membuat biaya pemeliharaan melonjak, sementara penonton yang hadir tidak pernah memenuhi seluruh isi stadion. Stadion modern bisa saji beban finansial kalau tak ditangani secara efektif.
- Aturan Finansial: Kehadiran DNCG di Prancis mungkin dibenci oleh Bordeaux. Namun, kehadiran mereka menjadi penting agar klub sepakbola menjadi sehat dan tidak terus merugi.