Para penggemar mungkin berpikir kalau wasit akan menjalani hidupnya dengan baik-baik saja usai memimpin suatu pertandingan. Faktanya tidak. Banyak wasit di Premier League yang merasa tertekan begitu hebat usai membuat keputusan salah.
“Itu begitu menyakitkan. Jauh dari kenyataan untuk berpikir wasit pulang ke rumah sembari bernyanyi dan mendengarkan musik usai membuat keputsan besar yang salah di Premier League,” kata mantan wasit Premeir League, Bobby Madley, kepada BBC.
Saat ini, tekanan kepada wasit Premier League amatlah besar. Puluhan kamera menyorot setiap aksi di lapangan. Setiap kesalahan dari wasit akan diulang di layar televisi. Ditambah lagi mulut pedas para pundit yang mempertanyakan keputusan tersebut. Belum lagi para cyber army yang siap menyerang akun media sosial si wasit.
Madley sejak terpilih sebagai wasit top Inggris pada 2013, sudah paham kalau setiap keputusannya tak akan bisa menyenangkan semua orang. Wasit yang sudah memimpin lebih dari 100 pertandingan Premier League ini paham kalau dalam setiap pertandingan, ada mata pencahariaan orang-orang yang dipertaruhkan.
“Dan meskipun satu keputusan tidak langsung membuat seseorang dipecat atau terdegradasi, tapi itu berkontribusi besar,” ucap Madley yang kini pindah ke Liga Norwegia.
“Pengawasan dari media telah meningkat begitu besar. Ada lebih banyak kamera, kualtias gambar juga lebih jelas, teknologi pun lebih baik, dan orang-orang ingin lebih banyak informasi. Mereka tak lagi ingin cuma menonton highlight gol yang terjadi,” kata Madley.
Tekanan ini bahkan membuat para wasit ketika membuat keputusan benar sekalipun, terkadang merasa membuat kesalahan. Untuk itu, wasit bekerja sama dengan psikologis olahraga untuk memahami reaksi dari para pemain, manajer, dan penonton, untuk menghindari rasa bersalah macam itu.
Wasit adalah manusia yang amat mungkin melakukan kesalahan, bahkan untuk wasit top sekalipun. Wasit Inggris misalnya, pernah membuat kesalahan, seperti Howard Webb yang tak mengusir gelandang Belanda, Nigel de Jong, usai melakukan tendangan kungfu ke dada Xabi Alonso di menit awal final Piala Dunia 2010. Salah satu yang memalukan adalah ketika di Piala Dunia 2006, Graham Poll memberikan tiga kartu kuning buat bek Kroasia, Josip Simunic.
Salah satu yang paling sering adalah keputusan offside. Seringkali asisten wasit keliru, meski ini terbilang jarang terjadi di Premier League, apalagi kalau dibandingkan dengan di Liga Indonesia. Tugas asisten wasit kian berat setelah aturan baru dibuat yang membuat aturan offside menjadi rumit.
Aturan offside yang baru membuat pertandingan lebih terbuka. Pemain disebut offside kalau terlibat aktif dalam bola. Namun, seringkali pesepakbola lebih cerdik di mana pemain yang offside tidak melakukan apa-apa dan memberikan peluang tersebut untuk rekannya yang lain, yang jelas-jelas tidak offside. Di sini, kejelian wasit benar-benar diperlukan.
Saat melakukan kesalahan, wasit terkadang goyah konsentrasinya. Ini yang menjadi fokus utama Madley saat memimpin pertandingan agar tetap fokus meski membuat kesalahan agar tak terjadi efek bola salju pada keputusan selanjutnya.
“Kalau Anda tidak konsentrasi 100 persen, bahaya mengintai dengan Anda salah memutuskan di kejadian selanjutnya, dan itu membuat Anda panik tiba-tiba. Dua keputusan salah bisa bertambah dengan mudah menjadi tiga kesalahan,” ucap Madley.
Wasit Premier League sendiri dilarang memiliki akun media sosial. Tujuannya untuk melindungi mereka dari serangan cyber army. Setelah keluar dari Premier League, Madley mulai membaca berbagai hal dari Twitter dan Facebook tentang dirinya dan hasilnya tidak menyenangkan.
“Saya mengerti saat Anda membuat keputusan salah, itu membuatmu menjadi wasit terburuk di dunia. Namun, ketika orang-orang bilang, ‘Aku harap rumahnya terbakar dengan keluarganya di dalam’, mari realistis. Itu adalah kesalahan di lapangan sepakbola, jadi ada alasan psikologis yang bagus mengapa wasit jangan punya media sosial,” kata Madley.
Untungnya, wasit yang tergabung di Premier League mendapatkan dukungan yang baik. Mereka dibantu oleh psikologis olahraga dan punya pelatih yang merupakan mantan wasit top yang mengerti masalah yang terjadi. Bantuan dari psikolog ini biasanya dilakukan di jalan usai memimpin pertandingan.
“Anda bisa pulang dan mengeluh tentang segala hal, bicara ke ayah atau teman tentang apa yang telah terjadi. Tapi mereka tak akan pernah mengalami bagaimana rasanya berdiri di tengah dan mengambil tekanan itu,” tambah Madley.
Ini yang membuat Madley dan wasit lainnya bicara ke enam sampai tujuh wasit lainnya tentang apa yang terjadi. Biasanya para wasit ini akan memberikan dukungan moral yang penting buat mental mereka.
Jadi, sudah paham mengapa memimpin pertandingan di Premier League itu berat?