Belgia, Sekarang, Tahun Depan, atau Tidak Selamanya

Sejak Piala Dunia 2014, Belgia menjadi negara yang menarik untuk diikuti. Nama-nama yang ada dalam skuad arahan Marc Wilmots tersebut sudah dikenal oleh para penggemar sepakbola.

Di Piala Dunia 2014, Belgia punya Thibaut Courtois dan Simon Mignolet di pos penjaga gawang. Di lini pertahanan ada Jan Verthongen, Toby Alderweireld, Thomas Vermaelen, Vincent Kompany, hingga Daniel van Buyten.

Di lini tengah ada Axel Witsel, Kevin de Bruyne, Marouane Fellaini, Eden Hazard, Kevin Mirallas, Mousa Dembelle, Naser Chadli, hingga Adnan Januzaj. Sementara itu, lini serang Belgia tak kalah menyeramkan. Selain Romelu Lukaku, ada pula Dries Mertens dan Divock Origi.

Nama-nama di atas sudah cukup bagi para penggemar untuk tak melewatkan pertandingan yang melibatkan Belgia. Di Piala Dunia 2014, Belgia memuncaki Grup H. Mereka menang atas Amerika Serikat di babak 16 besar, sebelum kalah dari finalis, Argentina, di babak perempatfinal.

Capaian di Piala Dunia ini kemudian berlanjut ke turnamen setelahnya, yakni Piala Eropa 2016. Belgia menjadi negara yang menarik untuk diperhitungkan, meski akhirnya kalah di perempatfinal dari Wales.

Puncaknya ada di Piala Dunia 2018, ketika Belgia lolos hingga semifinal. Akan tetapi, negara yang diarsiteki Roberto Martinez tersebut kalah dari Prancis dengan skor tipis 0-1. Skuad yang dibawa Martinez tak begitu berbeda dengan di 2014. Namun, ada tambahan kualitas seperti Yannick Carrasco, Thomas Meunier, Thorgan Hazard, Youri Tielemans, Leander Dendoncker, dan Michy Batshuayi.

Di Euro 2020 pun Belgia tampil menarik dengan skuad yang mereka bawa. Berbeda dengan di Piala Dunia 2018 yang hadir dengan wajah segar, di Euro 2020, nama-nama yang lebih senior kembali muncul. Sebut saja Dedryck Boyata (30 tahun), Matz Sels (29 tahun), Hans Vanaken (28 tahun), Dennis Praet (27 tahun), hingga Christian Benteke (30 tahun).

Apa yang terjadi kepada Belgia sebenarnya bukanlah kebetulan. Banyaknya pesepakbola Belgia yang main di liga top Eropa tentu ada alasannya. Hal-hal ini selain memberikan prestasi dan kebanggaan, juga menyatukan Belgia sebagai sebuah bangsa.

Beda Wilayah, Beda Bahasa

Indonesia dengan wilayah yang begitu luas disatukan dengan bahasa Indonesia. Namun, kondisi ini tak bisa diterapkan di Belgia. Soalnya, mereka punya tiga wilayah, yang ketiganya dihuni masyarakat yang bicara dengan bahasa berbeda.

Flemish Region dengan 6,6 juta jiwa bicara bahasa Belanda, Waloon Region bicara bahasa Prancis, sementara Brussel Region bicara dua bahasa. Belgia sendiri menetapkan tiga bahasa nasional yakni Jerman, Belanda, dan Prancis. Bahasa Belanda menjadi yang paling banyak digunakan yakni 59 persen warga, sementara Prancis 40 persen. Pengguna bahasa Jerman hanya 1 persen.

Perbedaan ini yang ditakutkan akan merusak kondisi persatuan di timnas. Untuk itu, Federasi Sepakbola Belgia, KBVB, memilih mendatangkan seorang Spanyol untuk menyatukan para talenta terbaik mereka. Dia adalah Roberto Martinez.

Martinez sebelumnya melatih Everton. Di sana, ia melatih tiga Belgia: Lukaku, Mirallas, dan Fellaini. Namun, tanpa Martinez tahu, ketiganya berasal dari wilayah yang berbeda. Lukaku besar di Flemish Region, Mirallas dari Walloon Region, sementara Fellaini dari Brussels Region.

Belgia begitu beraneka. Sampai Martinez bilang begini, “Anda tak bisa menemukan karakter dan latar belakang yang lebih ekstrem lagi. Saat Anda pikir mereka tampil buat negara dan timnas yang sama, itu membuatmu penasaran.”

Dibantu Generasi Emas

Jan Verthongen mencatatkan debutnya buat timnas Belgia pada 2 Juni 2007. Akan tetapi, timnas Belgia ketika itu tak sesuai ekspektasinya. Ia bahkan bilang kalau lima tahun pertamanya amatlah buruk.

Sampai akhirnya generasi itu lahir. Selain Kompany, ada Fellaini, Mirallas, dan Dembele, yang membawa Belgia ke semifinal Olimpiade Beijing 2008. Hadir pula generasi setelahnya lewat nama-nama seperti Lukaku, De Bruyne, Hazard, Axel Witsel, dan Benteke.

Hal yang paling gilanya adalah untuk pertama kalinya Belgia mencapai peringkat pertama FIFA pada November 2015. Lalu, sejak Oktober 2018, Belgia ada di peringkat pertama FIFA bahkan hingga hari ini. Padahal, mereka belum sekalipun menjuarai Piala Dunia ataupun Piala Eropa!

Target Juara

Capaian Belgia memang fantastis, tapi semuanya tidak akan ada artinya kalau mereka tak memenangi turnamen yang mereka ikuti. Masalahnya, para pemain dari Generasi Emas kini mulai menua. Di sisi lain, para penerusnya masih berusaha untuk naik ke tim senior dan mendapatkan pengakuan.

Menjuarai Piala Eropa atau Piala Dunia jelas diperlukan bagi Belgia untuk menunjukkan kalau mereka adalah negara yang patut diperhitungkan. Sekaligus menjawab mengapa mereka ada di peringkat pertama FIFA selama dua tahun terakhir.

Momennya adalah sekarang. Peringkat ketiga di Piala Dunia 2018 adalah awalan yang bagus. Kini, Belgia masih mengarungi Piala Eropa 2020 yang sudah mencapai babak perempatfinal. Langkah mereka kian dekat dengan juara.

Andai Belgia gagal di Euro 2020, agaknya satu momentum lagi hadir setahun kemudian, yakni di Piala Dunia 2022. Kalau mereka gagal, mungkin mereka akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bisa meraih gelar juara.

Sumber: Forbes.