Budaya Manchester United dan Manchester City yang Berbeda (1)

Dalam buku Book of Culture, Ziauddin Sardar menjelaskan bahwa beberapa antropolog menganggap budaya sebagai perilaku sosial. Bagi yang lain, itu bukan perilaku sama sekali, tetapi sebuah abstraksi dari perilaku. Bagi sebagian orang, kapak batu dan tembikar, tarian dan musik, mode dan gaya merupakan budaya; sementara tidak ada objek material yang bisa menjadi budaya bagi orang lain.

Setiap kesebelasan di Premier League punya budayanya sendiri. Termasuk empat kesebelasan besar EPL, seperti Arsenal yang punya budaya mencari duit ketimbang prestasi. Kesebelasan lain seperti Manchester United, Chelsea, Manchester City, dan Liverpool, mempunyai budayanya tersendiri. Hal tersebut memengaruhi tim, pembelian pemain, reaksi penggemar, dan para pemainnya itu sendiri.

Manchester United

Manchester United hampir hancur lebur jika Jose Mourinho tidak didepak dari kursi kepelatihan begitu juga dengan Louis van Gaal dan David Moyes sebelumnya. Kegagalan mereka bukan hanya karena masalah tactical approach yang dinilai tidak cocok dengan gaya bermain Mancheter United. Permasalahan mereka adalah ketidaktahuan dengan budaya klub itu sendiri. Manchester United adalah klub yang memiliki budaya “Tidak ada yang lebih besar ketimbang Manchester United itu sendiri”.

Ketika era Sir Alex, The Gaffer selalu mendepak pemain yang mulai berlaga lebih besar ketimbang klub seperti David Beckham, Crstiano Ronaldo (setiap akhir musim mulai era masa keemasan di United, ia selalu meminta pindah dari klub), hingga Carlos Tevez, menjadi bukti sahih.

Untuk kasus Tevez terbilang unik. Ketika itu Tevez menganggap ia didepak Sir Alex dan memiliki kedekatan emosional dengan fans United. Dua tahun di United, Tevez mampu mencuri hati publik Theater of Dreams saat ia memutuskan hijrah ke Manchester City adalah keputusannya untuk menentang United dan tentunya Sir Alex sendiri.

Tevez yakin fans United tidak akan mem-boo nya. “Jika saya bermain untuk Manchester City saya tidak berpikir penggemar United akan merasa saya pengkhianat. Mereka harus ingat bahwa setidaknya sejauh yang saya tahu saya telah diusir dari klub dan saya harus mempelajari penawaran terbaik yang tersedia,” kata Tevez dikutip The People Person pada 2009.

Fakta berkata lain. Para penggemar United menganggap Tevez sebagai seorang pengkhianat! United dan City adalah rival sekota yang abadi. Hal ini adalah bukti bahwa seorang Tevez tidak lebih besar daripada Manchester United itu sendiri.

Perubahaan budaya pula yang membuat Iblis Merah terseok-seok di Premier League sekarang ini. David Moyes mencoba mengubah United dengan gaya permainan tempo lamban, mengubah jam press conference, hingga membeli pemain yang tidak cocok dengan United yaitu Marouane Fellaini.

Mengenai Moyes, Sir Alex merasa sang suksesornya ini tidak mengikuti nasihatnya. “Ia meninggalkan Phelan dan membawa staffnya sendiri,” ujar Sir Alex.

Louis van Gaal melakukan hal yang sama dengan membeli Memphis Depay, Radamel Falcao, hingga Angel Di Maria. Depay lebih banyak bergaya di luar lapangan, sementara Di Maria lebih sering bermasalah dengan pelatih karena sulit diatur. Pun dengan Falcao yang lebih sering berada di meja operasi.

Van Gaal pun mencoba mengubah gaya bermain United dengan menekankan possesion football yang bukan merupakan budaya United. Van Gaal pun hanya bertahan dua musim saja di Old Trafford.

Sementara itu, Mourinho adalah pelatih yang suka show off di media. Julukan dia adalah The Special One. Nama Mourinho seperti jauh lebih besar dari United dan tidak merepresentasikan United itu sendiri.

Mourinho suka gaya bertahan, memainkan bola panjang dan berkomentar pedas sesuka hatinya. Hal ini membuat dirinya tidak bertahan lama di United. Selain dari masalah taktis baik Mou, Van Gaal, dan Moyes, adalah orang-orang yg tidak tahu akan United.

Sir Alex sudah membangun budaya di United. Budaya mereka adalah sepakbola dengan kecepatan dan serangan balik secara cepat. Solskjaer membawanya kembali ke United, karena ia tahu United dan tahu budaya klub tersebut.

Manchester City

Apa budaya yang dimiliki oleh klub ini? Chants blue moon dan poznan style adalah hasil adopsi. Membeli pemain bintang untuk sebuah kesuksesan hingga sindiran tidak punya legenda adalah lebel yang disematkan kepada The Citizens.

Apa yang membuat City ini menjadi tim berbudaya? Pembelian pemain kualitas kelas wahid, pelatih berkelas hingga menanamkan mentalitas juara membuat klub ini membeli dan membuat budaya baru yaitu menjadi tim besar di EPL dengan cara mengumpulkan orang-orang berkualitas juara yang tetap dalam lingkup bisnis.

Sebut saja nama seperti Ferran Soriano, Txiki Begeristian hingga pembentukan City Football Group tak lepas untuk kepentingan bisnis.

Membuat fasilitas akademi kelas wahid untuk tim akademinya adalah salah satu cara lain untuk menghadirkan sebuah revenue untuk mereka. Bisnis mulai terasa ketika penjualan pemain home grown/binaan City Brahim Diaz yang sudah enam musim berada di tim junior City dijual dengan harga 17 juta euro.

Mula-mula City mulai keluar tanpa bayang-bayang Manchester United karena Thaksin Shinawatra yang membeli klub pada 2007 silam saat itu City mulai jor – joran memboyong pemain seperti Rolando Bianchi, Elano blumer hingga Geovani didatangkan oleh bekas perdana menteri Thailand tersebut.

Namun Thaksin tidak membuat City menjadi tim besar hingga akhirnya diakuisisi oleh Sheikh Mansoor pada 2009. Sheikh Mansoor langsung mengubah tim tersebut menjadi sebuah tim yang kokoh.

City era Mansoor langsung mendepak Mark Hughes yang kinerjanya dinilai kurang memuaskan di tengah-tengah kompetisi. Ia langsung menunjuk pelatih dengan mentalitas juara yaitu Roberto Mancini sebagai nahkoda baru mereka sebelum datang ke Etihad stadium Mancio sudah membawa Inter Milan juara tiga kali beruntun di Serie A. Dengan rekor juara tiga kali beruntun dan pengalaman sebagai pemain yang mentereng membuatnya dipercaya untuk menjadi pelatih The Citizens.  

Tak hanya itu Sheikh Mansoor pun mendatangkan 10 pemain pada musim perdananya termasuk Robinho. Menyematkan kata “membeli sebuah kesuksesan” adalah hal yang sama dengan menanyakan paslon nomer berapa yang kamu dukung saat pemilihan presiden alias hal yang sensitif untuk dibicarakan.

Tentu saja tidak ada klub yang ingin dilebeli ataupun dikenal sebagai tim pembeli kesuksesan karena mengandalkan uang investor. Akan tetapi jumlah berkata lain, terhitung sejak 2008 hingga musim 2017/2018 Manchester City telah menghabiskan lebih dari 1,4 miliar paun  untuk mengakuisisi 74 pemain  termasuk pengeluaran  286 juta paun pada musim 2017/2018. Sedangkan Klub Liga Premier rata-rata telah menghabiskan sekitar 490 juta paun dalam periode yang sama.

Dalam sepuluh musim terakhir, belanja transfer Manchester City tidak pernah di bawah rata-rata Liga Premier. Terdekat mereka datang di musim 2014/2015, ketika pengeluaran hanya 44,8% lebih tinggi dari rata-rata. Klub menghabiskan 79,5 juta paun, dengan klub lain rata-rata menghabiskan £54,9 juta.

Sir Alex pun punya pandangan tersendiri kepada klub rivalnya tersebut.

“Kami berinvestasi pada pemain yang akan bersama klub untuk waktu yang lama, yang akan menciptakan karakter klub, yang akan menciptakan kegembiraan bagi para penggemar kami, dan kami sangat bangga akan hal itu dan kami akan terus seperti itu,” ujar Sir Alex dikutip Goal.

Mereka berbudaya, hal itu menyebabkan mereka menjadi penantang serius gelar setiap musimnya.