FIFI Wild Cup, Karena FIFA Cuma Peduli pada Uang

Siprus Utara berhasil menjuarai edisi pertama FIFI Wild Cup yang digelar di Jerman pada 2006. Di final, Siprus Utara berhasil mengalahkan wakil Afrika, Zanzibar.

Betul, Anda tidak salah membaca. Siprus Utara menjuarai FIFI, bukan FIFA. Ini merupakan kompetisi sepakbola yang mempertandingkan negara yang tak diakui FIFA. Total ada enam partisipan di FIFI Wild Cup 2006. Mereka adalah Greenland, Siprus Utara, Zanzibar, Gibraltar, Tibet, dan Republik St. Pauli.

Greenland merupakan negara otonomi khusus dari Kerajaan Denmark. Siprus Utara ada di bawah naungan Federasi Sepakbola Siprus. Zanzibar merupakan bagian dari Tanzania dan sempat menjadi anggota Konfederasi Sepakbola Afrika, CAF.

Gibraltar merupakan teritori Britania yang diklaim Spanyol. Kelak, Gibraltar menjadi anggota UEFA pada 2013 dan menjadi anggota FIFA pada 2016. Ada pula Tibet yang merupakan daerah otonomi khusus China, serta Republik St. Pauli yang merepresentasikan area St. Pauli di Hamburg, sebagai tuan rumah.

Turnamen pertama ini mendapatkan banyak kritikan. Soalnya, banyak yang merasa kalau ini hanya turnamen dagelan. Selain tim yang bertanding tak punya kualitas mumpuni, kemampuan penyelenggara turnamen juga terbilang kurang.

Dalam artikel “Also-rans find World of own” yang ditulis Filip Bondy di New York Daily News, ada cerita ketika pemain Zanzibar menendang bola tinggi sekali, sampai meninggalkan area lapangan. Butuh beberapa lama bagi panitia untuk menyiapkan bola pengganti.

Pun dengan aturan pertandingan. Di final, ketika Sipurs Utara menahan imbang Zanzibar, tidak ada yang yakin apa yang terjadi selanjutnya. Apakah akan dilanjutkan lewat perpanjangan waktu, apakah pakai sistem Golden Goal, Silver Goal, atau bagaimana.

Baca Definisi Aturan Golden Goal di Sepakbola di sini.

Ternyata pertandingan langsung lanjut ke babak adu penalti. Di babak ini, Sipurs Utara menang dengan skor 4-1.

Sejatinya kehadiran FIFI Wild Cup ini sebagai bentuk protes kepada FIFA yang tak mau mengakui sejumlah wilayah kecil sebagai anggotanya.

“Terkadang aku pikir FIFA lupa kalau mereka tak memiliki sepakbola. Harusnya Piala Dunia, tapi FIFA tak membaginya dengan seluruh dunia,” kata pelatih Greenland, Jens Tang Olesen.

Memang ada banyak masalah dari negara yang mengikuti FIFI WildCup. Misalnya saja Tibet yang merupakan bagian dari Cina. Akan tetapi, hal ini memang amat bisa diperdebatkan, meski bisa menimbulkan hal yang panjang, seperti klaim Cina bahwa Taiwan adalah bagian dari mereka.

Siprus Utara bahkan tidak diakui oleh PBB karena invasi Turki pada 1974. Lagi-lagi, hal seperti ini bisa diperdebatkan. Pun dengan Zanzibar yang hilang setelah revolusi sosialis di Tanzania pada 1962. Sementara Greenland tak bisa menumbuhkan rumput, yang membuat mereka tak bisa menyelenggarakan pertandingan di bawah aturan FIFA.

Namun, FIFI WildCup bikin para pesepakbola dari daerah yang malang ini merasakan permainan sepakbola yang bagus, di stadion yang bagus pula.

Striker Gibraltar, Roy Chipolina, mengaku bahagia bisa bermain di FIFI WildCup. “Anda mesti paham kalau hanya ada 30 ribu orang di Gibraltar dan ini adalah turnamen paling prestisius yang pernah aku mainkan di manapun. Aku mungkin tak akan bisa main di turnamen profesional macam ini lagi,” kata Chipolina.

Pelaksanaan FIFI Wild Cup yang terkesan sebagai ajang lelucon ini, ternyata menimbulkan banyak pertentangan. Panitian Pelaksana, Jorg Pommeranz, menyebut kalau FIFI harus melawan FIFA dan Kedutaan Cina di Jerman.

Pejabat Cina mengirim surat pada FIFI untuk tidak mengundang Tibet. Tentu FIFI menolak. Lalu, FIFA pun menyatakan kalau mereka bisa membatalkan pertandingan tersebut, tapi FIFI tak peduli. Selain itu, mereka juga harus berusaha ekstra keras ketika visa untuk para pemain Siprus Utara tak kunjung keluar.

***

Usai pertandingan final, para pemain dari seluruh delegasi turun ke lapangan untuk melakukan perayaan pascakompetisi.

Kepala Hubungan Masyarakat Asosiasi Sepakbola Siprus Utara, Cengiz Uzun, menyatakan kalau alasan mereka mengikuti turnamen ini adalah untuk mengekspresikan diri.

“FIFA bilang kalau kompetisi mereka ‘Piala Dunia’ tapi kenyataannya FIFA cuma soal uang. Adalah tidak manusiawi menyingkirkan kami dari olahraga,” kata Uzun.

Sumber: NY Daily News.