Mayoritas kompetisi sepakbola di dunia dihentikan karena pandemi virus corona. Para pemain, staf, dan penggemar pun, mesti mengikuti arahan otoritas berwenang di daerahnya. Di Italia, mereka mesti mengisolasi diri hingga 3 April mendatang. Pun dengan di Spanyol.
Ketiadaan kompetisi membuat para penggemar mencari alternatif hiburan lain. Hiburan tersebut mestilah bersangkutan dengan sepakbola yang jawabannya agaknya sudah jelas: Football Manager.
Pada Minggu (15/3) kemarin, tercatat 90 ribu pengguna bermain Football Manager secara online di seluruh dunia. Angka ini merupakan rekor tersendiri buat gim Football Manager.
Direktur Sports Interactive, Miles Jacobson, mencuit, “Terima kasih telah memilih pekerjaan kami untuk menjaga Anda terhibur di masa isolasi-mandiri di berbagai negara di seluruh dunia.”
Kesebelasan Premier League, Watford, menyimulasikan jadwal pertandingan mereka melawan Leicester City. Sementara itu, kesebelasan League Two, Leyton Orient, meminta para penggemar untuk melakukan voting guna menurunkan pemain serta taktik yang mereka inginkan guna menghadapi Bradford City. Tentu, dua pertandingan ini digelar di Football Manager.
Wonderkid yang Bikin Ketagihan
Football Manager kerap menghadirkan daftar para pemain muda yang diprediksi akan menjadi bintang di masa depan. Istilahnya adalah “wonderkid”. Secara tidak langsung, banyak dari pemain FM yang memburu para wonderkid. Alasan utamanya biasanya karena dana.
Tak sedikit pemain FM yang memulai karier dari tim papan bawah atau divisi bawah. Minimnya dana yang diberikan board membuat mereka harus sekreatif dan seefisien mungkin membelanjakannya. Wonderkid adalah salah satu jawaban dari kekurangan dana tersebut.
Banyak wonderkid FM yang sukses di dunia nyata, tapi tak sedikit yang hanya berakhir sebagai cerita. Salah satunya Tonton Zola Moukoko. Di era FM yang masih bernama Championship Manager, nama Tonton Zola amatlah populer. Kalau bisa dibandingkan dengan pesepakbola masa kini, ia satu level dengan Lionel Messi. Namun, belum genap berusia 19 tahun, namanya menghilang dari list wonderkid di dunia nyata.
Di Championship Manager, Moukoko adalah remaja didikan akademi Derby County. Di gim virtual, ia bisa saja bermain untuk Barcelona dan Real Madrid. Namun, di dunia nyata, agaknya ia hanya mendatangi Camp Nou atau Bernabeu sebagai turis belaka.
Lantas, apa yang salah dari gim simulasi manajemen yang begitu realistis dan bisa diandalkan ini? Padahal, gim ini kerap dijadikan sumber pemantauan oleh klub Premier League seperti Everton dan Manchester City.
Alex Bysouth dari BBC, bercerita soal sepak terjang Moukoko. Awalnya, ia lahir di Kinshasa, Kongo. Moukoko kehilangan kedua orang tuanya di usia 10 tahun. Ia pun pindah ke Swedia dan tinggal bersama kakaknya, Fedo. Di Skandinavia inilah bakatnya mulai muncul.
Moukoko berlatih bersama Djurgardens. Penampilannya membuat AC Milan, Empoli, dan Bologna, tertarik untuk membawanya ke tim akademi. Namun, Moukoko yang saat itu berusia 15 tahun memilih bergabung bersama Derby County. Di Derby-lah penampilannya buat tim muda dan tim cadangan, membuatnya ada dalam basis data Championship Manager. Seketika itu namanya melejit.
“Itu amat, amat aneh. Kami bermain di Rushden dan Diamonds. Ada banyak orang mendatangiku dan meminta tanda tangan. Aku tak tahu apa yang tengah terjadi, begitu banyak orang. Lalu, salah satu temanku bilang, ‘Kamu tak tahu kalau kamu adalah salah satu pemain terbesar di dunia gim’?” Moukoko bercerita.
“Sungguh luar biasa. Hingga kini, aku sering mendapatkan telepon dari Australia, Prancis, dan tempat lainnya. Terkadang mereka berharap yang terbaik buatku, dan mereka ingin dikirimi kostum.”
Akan tetapi, karier Moukoko di dunia nyata tak sehebat di dunia virtual. Kematian kakaknya membuat tak lagi memprioritaskan sepakbola. Ia harus bertahan hidup. Lantas, pada Agustus 2002, bahkan sebelum pernah ia bermain buat tim utama Derby, kontraknya diputus.
Setelah dua tahun tak bermain, Moukoko gagal mendapatkan kontrak di liga teratas Swedia. Ia bermain di liga yang lebih rendah, dan pernah juga main di Finlandia.
“Di kehidupan nyata, aku adalah pemain bagus. Di gim virtual, segalanya berubah ketimbang seharusnya. Sebenarnya itu menakutkan,” kata Moukoko.
Moukoko berargumen kalau profilnya di gim virtual adalah gambaran asli di dunia nyata. “Ia terasa sama karena aku bermain di tengah atau nomor ’10’, mengumpan, dribel, menyiapkan semuanya. Kalau kamu mau membandingkan dengan pemain saat ini, mungkin Messi,” ucap Moukoko.
“Saya menikmatinya, saya tidak punya masalah dengan itu. Saya adalah salah satu talenta terbesar di dunia pada saat itu di Derby. Hal-hal terjadi di sekitar saya yang banyak mengubah saya, mengubah karier sepakbola saya.
“Saya tidak terlalu menikmati sepak bola. Saya merasa sangat sulit untuk tidur lama setelah kakak saya meninggal. Sepakbola bukan hal yang tepat untuk saya setelah itu.
“Aku senang keadaannya sekarang, dengan keluargaku, tetapi pada saat itu aku berharap keadaan tidak seperti yang terjadi di Derby.”
Sumber: Alex Bysouth dari BBC.