Pernah dengar istilah “Salary Cap”? Istilah ini biasanya digunakan di Liga Sepakbola Amerika Serikat atau MLS. Secara sederhana, Salary Cap adalah pembatasan gaji pemain. Lantas, bagaimana pengaplikasian Salary Cap di sepakbola?
Definisi Salary Cap
Di olahraga profesional, Salary Cap berarti kesepatan atau aturan yang membatasi jumlah uang sebuah tim untuk membayar gaji pemain. Pembatasan ini tergantung dari pengelola kompetisinya, apakah dibatasi perpemain atau total pengeluaran tim secara keseluruhan, atau bahkan keduanya.
Salah satu alasan hadirnya Salary Cap adalah untuk menekan total pengeluaran dan menjaga kompetisi tetap kompetitif. Soalnya, tim yang lebih kaya, tidak akan bisa dengan bebas mengeluarkan banyak uang untuk mendatangkan pemain yang lebih bagus dari klub atau liga lain.
Masalahnya adalah Salary Cap membuat para pemain tidak bisa menegosiasikan gajinya dengan angka yang lebih tinggi. Di sisi lain, klub terus menghasilkan keuntungan.
Keuntungan Salary Cap
Secara teori, ada dua keuntungan utama dari aturan Salary Cap. Yang pertama adalah membuat kompetisi menjadi lebih seimbang, dan yang kedua adalah bisa melakukan kontrol terhadap pengeluaran.
Dari keuntungan pertama, bisa dilihat bahwa Salary Cap yang diterapkan secara efektif, bisa mencegah klub yang lebih kaya melakukan perilaku merusak. Contohnya merekrut pemain bintang dengan gaji mahal dengan tujuan mencegah rival mereka mendapatkan pemain yang sama. Ini akan menghadirkan terciptanya kemenangan klub tersebut secara ekonomi.
Dengan Salary Cap, setiap klub setidaknya punya kekuatan ekonomi yang sama saat mendatangkan pemain. Hal ini akan berkontribusi pada keseimbangan dengan menghasilkan bakat pemain yang hampir sama pada setiap tim dan akan memberikan keuntungan ekonomis pada liga maupun tim itu sendiri.
Operator Liga harus memastikan adanya keseimbangan di antara tim yang bertanding. Sehingga, nantinya setiap tim akan sama kompetitifnya yang membuat nilai kompetitif sebuah kompetisi tetap terjaga.
Apabila klub kaya terus menerus mendatangkan talenta berkualitas, nilai kompetitif sebuah kompetisi bisa saja berkurang. Soalnya, tim yang juara hanya itu-itu saja. Tim lain sudah pasti kalah di atas kertas. Hal ini ditakutkan akan mengurangi jumlah penggemar di stadion maupun di layar televisi.
Di sisi lain, pendapatan dari televisi kini menjadi bagian penting bagi pemasukan klub itu sendiri. Semakin menariknya sebuah liga, semakin besar pula peluang operator kompetisi mendapatkan banyak uang dari hak siar. Liga yang tak seimbang akan mengancam tim yang lebih lemah, karena mereka tak punya harapan untuk juara, sementara para penggemarnya bisa saja meninggalkan klub tersebut atau bahkan pindah ke olahraga lain.
Salary Cap sebenarnya lebih cocok diterapkan di liga yang menerapkan sistem franchise. Soalnya, liga yang menerapkan sistem “promosi-degradasi” punya keuntungan sendiri. Tim yang lebih lemah, tidak bisa terima begitu saja untuk terus mengalah. Mereka harus berjuang agar tidak terdegradasi.
Kehadiran kompetisi antarnegara seperti Liga Champions juga menghadirkan semangat lain buat tim papan atas. Meski hanya ada satu klub yang mendominasi, seperti Manchester City di Premier League atau Bayern Munchen di Bundesliga, tapi klub lain tetap semangat untuk menang agar bisa mendapatkan tempat di Liga Champions.
Pada fungsi yang kedua, Salary Cap juga bisa mengontrol pengeluaran tim dan mencegah situasi di mana klub akan memberikan kontrak bernilai tinggi buat pemain bintang. Mengapa ini dicegah? Agar klub tidak mendapatkan keuntungan dari popularitas dan kesuksesan instan. Di sisi lain, besarnya pengeluaran akan membebani klub pada akhirnya.
Penggemar sepakbola umumnya mendukung sebuah klub sepanjang hidupnya. Jarang yang melakukannya hanya karena kesuksesan instan semata. Apabila klub tersebut bangkrut, maka sepakbola akan menjadi olahraga yang tidak stabil buat para penggemarnya, dan bisa saja kehilangan ketertarikan pada sepakbola dalam jangka panjang.