Tim Sherwood dalam suatu acara di ESPN menjelaskan tentang banyaknya talenta di Inggris yang semuanya dianggap berposisi sebagai pemain No. 10. Padahal, menurut mantan manajer Tottenham Hotspur dan Aston Villa tersebut, posisi yang paling kritis dibutuhkan Inggris saat ini ada di sektor penjaga gawang dan gelandang kreatif.
Lantas, apa yang dimaksud pemain No.10 oleh Tim Sherwood tersebut? Apa pula pentingnya pemain No. 10 buat kesebelasan?
Dari Zonal Marking, kami sarikan tulisan Michael Cox mengenai pembagian dan peran pemain No. 10 di Eropa secara umum.
The Driving Midfielder
Pemain No. 10 dengan tipe Driving Midfielder adalah pemain yang beroperasi persis di belakang striker tunggal. Fungsinya lebih sering melakukan tusukan dan membuka ruang di dalam kotak penalti. Ia juga mampu melakukan umpan maupun melepaskan tembakan langsung ke arah gawang.
Pemain dengan ciri seperti ini ada pada sosok Steven Davies, kapten Southampton. Ia menjadi sosok yang berperan membangun serangan dari belakang. Namun, biasanya ia tak memiliki kekuatan fisik mumpuni, tapi ngotot saat duel dan merebut bola.
The Outright Assister
Pemain No.10 berikutnya adalah sosok gelandang serang, yang digeser dan lebih bermain melebar. Fungsi pemain ini biasanya melakukan cut-back, juga melakukan umpan menyilang di kotak penalti.
Pemain ini merupakan playmaker yang digeser karena punya kecepatan dan punya umpan akurat. Contohnya adalah Mesut Ozil. Saat di Werder Bremen, posisi Ozil sejatinya ada di tengah. Namun, fungsinya berubah saat membesut Real Madrid yang menjadikannya sebagai wide-playmaker.
Sistem kerja Ozil di Arsenal mirip dengan yang dilakukannya di Real Madrid. Namun peran Ramsey yang masuk dari lini kedua, menambah opsi umpan dari Ozil, entah menyilang langsung ke arah Giroud, atau melakukan drive-pass ke Ramsey.
The Midfielder-Forward Hybrid
Pemain ini memiliki sisi ambiguitas dalam permainan. Pemain ini sebenarnya diposisikan sebagai gelandang serang murni, untuk menunjang serangan sekaligus membuka ruang, untuk memanjakan sosok striker tunggal di depan.
Namun kenyataannya pemain No.10 dengan tipikal ini lebih mengarah menjadi sosok striker pendamping dengan posisi seringkali sejajar, bahkan tidak jarang berada di depan striker tunggal.
Hal ini terjadi karena mobilitas yang dilakukan dalam membuka ruang, menjadikannya sering berada di depan striker. Pemain dengan tipe seperti ini juga memiliki eksekusi brilian.
Selain penyelesaian akhir, kecermatan membaca peluang dan umpan khas playmaker, juga menjadikannya sosok yang berfungsi mendikte permainan. Pemain seperti Dele Alli, adalah contoh pemain hybrid.
Tottenham beruntung memiliki pemain sekelas Alli. Dibeli dari MK Dons dengan harga 5 juta pounds, ia memberikan servis yang luar biasa. Alli merupakan pemain dengan kemampuan komplet. Selain membuka ruang, eksekusi yang brilian, ditunjang dengan umpan dan memposisikan diri dengan baik, menjadikan 5 juta pounds sangat murah bagi Tottenham. Sebanyak 30 gol dari 75 laga, merupakan jawaban atas keraguan yang muncul, akan kedatangannya dari MK Dons pada 2015 lalu.
The Second Striker
Second Striker yang dimaksud kali ini adalah striker murni, yang justru diposisikan sebagai pemain No.10. Hal ini dikarenakan kebutuhan tim yang lebih menjaga kedalaman juga membutuhkan semacam “trik” untuk menipu.
Pemain ini biasanya adalah Center Forward murni, yang diletakkan di belakang striker yang lebih mobile. Sang pemain, akan berfungsi sebagai eksekutor bola muntah, atau menjadi sosok pengumpan dengan memanfaatkan tinggi.
Pemain dengan tipikal ini terdapat pada sosok Joshua King di Bournemouth. Striker Norwegia jebolan akademi Manchester United ini, sebenarnya berposisi sebagai striker yang harus memiliki partner.
Eddie Howe mengendus dan mengembalikan karir King. Howe terkesan dengan etos kerja King yang luar biasa. Selain itu, kemampuannya menyesuaikan diri dengan posisi yang dihendaki, diakui Howe menjadikan alasan mengontrak King.
King sendiri sebenarnya merasa nyaman dengan posisi “No.9”. Namun, perannya di belakang striker malah menjadikannya leluasa dalam mencari peluang. Ia tidak hanya menunggu umpan, melainkan juga menjemput bola dan membangun serangan dari belakang. Sebanyak 23 gol dalam 73 penampilan, adalah jawaban King atas perubahan posisi yang dilakukannya.
The Defensive Forward
Pemain ini berfungsi untuk menekan pemain bertahan tim lawan yang menguasai bola. Selain mampu menahan serangan balik dan memberikan waktu untuk transisi, juga berfungsi untuk melakukan serangan balik memanfaatkan kelengahan pemain bertahan lawan.
Kemampuan pemain ini dalam mencari celah pertahanan juga merupakan nilai lebih. Karena itulah Leicester City memboyong Shinji Okazaki dari Mainz. Okazaki bukan pemain dengan fisik kokoh, namun kemampuannya berduel dan Endurance yang spartan, membuatnya salah salah satu pemain kunci dari Leicester dalam menjuarai Premier League 2015.
Ketika semua orang membahas pergerakan Riyad Mahrez dan efektivitas Jamie Vardy, Okazaki memiliki peranan penting dalam menahan serangan lawan dengan pressing ketat. Hal ini menciptakan peluang bagi Vardy mencetak gol, atau meringankan kerja Kante, dalam menahan serangan dari tim lawan.
Serangan balik Leicester yang terkenal cukup sporadis, juga merupakan peran Okazaki dalam membuka ruang dan rajinnya Okazaki membangun serangan dari 1/3 lapangan sendiri. Okazaki pun tercatat melakukan rata-rata 3,6 pelanggaran per pertandingan di musim 2015, angka ini merupakan terbanyak ke 3 dibawah Robert Huth, dan Danny Drinkwater, bahkan angka ini di atas Kante (3,3) dan Wes Morgan (3,2) yang notabane merupakan sosok pemain yang bertipikal bertahan.