CEO Arsenal, Ivan Gazidis, akan pergi meninggalkan Arsenal setelah hampir satu dekade mengucurkan kontribusi paling penting guna membangun kualitas klub. Ia juga sudah berpamitan dengan mengabari semua pihak di klub dan mengungkapkan bahwa ia sangat bersemangat untuk pindah ke Milan.
Seiringan dengan kabar tersebut, muncul satu pertanyaan yang kian melekat dengan Arsenal saat ini: “Akankah keputusan Gazidis meninggalkan klub dapat menjadi pertanda munculnya era baru di Emirates Stadium?”
Pertanyaan ini muncul karena sosok Ivan Gazidis adalah orang yang suka berbicara tentang proses, tentang perjalanan, tentang hal-hal kecil, dan tentang setiap elemen yang ada di Arsenal. Bahkan, ia juga adalah pria yang sangat bertanggung jawab pada hari ketika Unai Emery diresmikan sebagai manajer baru The Gunners, tepatnya pada tanggal 23 Mei silam.
Menyoal Peran Krusial Ivan Gazidis di Arsenal
Meskipun sempat ada kontroversi yang menyebut bahwa Gazidis telah membuat Arsenal sebagai lahan binsisnya, tapi perannya selama ini sangatlah krusial bagi Arsenal. Maka hal inilah yang bisa menjadi bukti bahwa Arsenal secara tidak langsung sangat bergantung pada Gazidis.
Pria berkepala plontos itu selalu mengangkat sebuah diskusi soal daftar jangka panjang dan pendek berserta referensi berupa perspektif analisis untuk pembenahan struktur dan target tim The Gunners. Buktinya adalah, Gazidis dan wakilnya, Raúl Sanllehí dan Sven Mislintat, melakukan rapat yang sekaligus menjadi pertemuan terakhirnya sebagai CEO klub beberapa bulan yang lalu.
Rapat tersebut berisi soal siapa pelatih baru untuk Arsenal. Dari rapat ini, Gazidis dan wakilnya kemudian memutuskan untuk merekrut satu dari tiga kandidat pelatih yang ada di pembahasan diskusi tersebut. Ya, akhirnya Unai Emery terpilih sebagai pelatih baru Arsenal. Setelah itu, Gazidis pun langsung mengungkapkan bagaimana Emery menjadi pelatih terpilih untuk menggantikan Arsène Wenger.
“Saya dan tim telah menghabiskan satu hari penuh untuk mendiskusikan siapa yang akan menjadi pelatih tim kami, dan di antara satu, dua, tiga pilihan, saya akhirnya memutuskan untuk merekrut satu. Dan pilihannya jatuh kepada Unai Emery. Dia adalah pilihan teratas dari daftar yang kami diskusikan,” tutur Gazidis.
“Kami harus bekerja keras, kami harus bekerja sama dengan baik dan mengambil langkah ini selangkah demi selangkah. Ada begitu banyak cerita dalam sepakbola, dan untuk mencapai hal-hal yang tidak dipercaya, mungkin harus diawali dengan fokus pada setiap proses yang terus-menerus lebih baik setiap hari.”
“Saya hanya berpikir bahwa perubahan klub akan merangsang lingkungan dan saya pikir itu akan menjadi sangat positif. Saya tidak mungkin merasa lebih baik jika pada akhirnya saya harus meninggalkan semua ini.”
Namun, Ivan Gazidis tidak akan membuat dampak seperti itu lagi di Arsenal. Karena sebentar lagi, ia akan pergi meninggalkan pasukan The Gunners. Kabar simpang siur hengkangnya ini bahkan sudah datang sejak pertengahan Juli lalu, ketika AC Milan berminat untuk mempekerjakan Gazidis sebagai CEO mereka.
Dan benar saja, Gazidis sendiri telah menyetujui ketertarikan Milan tersebut. Bahkan beberapa minggu sebelum keputusan bulatnya itu, ia pun telah memberi tahu soal hal ini kepada semua orang di Arsenal.
Ivan Gazidis sendiri dikonfirmasi sebagai CEO baru AC Milan pada hari Selasa (18/9). Ia akan meninggalkan Arsenal pada akhir Oktober, dan memulai pekerjaannya di klub Serie A itu pada 1 Desember mendatang.
Ia akan menerima gaji sebesar 6 juta paun per tahun di Milan, atau 3,5 juta paun lebih besar dari yang ia dapatkan di Arsenal (Gazidis digaji 2,5 juta paun di Arsenal). Dan tawaran inilah yang mungkin tidak bisa ia tolak.
Selain itu, dibutuhkan waktu dua setengah bulan bagi Gazidis untuk bernegosiasi dengan Milan dan mengundurkan diri secara terbuka sebelum setuju untuk bergabung dengan Arsenal. Dan ternyata banyak yang menilai keputusannya ini sebagai hal yang tidak sopan karena terkesan mendadak.
Menyongsong era baru Arsenal Selepas Kepergian Ivan Gazidis
Hengkangnya Ivan Gazidis menimbulkan banyak persepsi yang salah satunya adalah munculnya potensi era baru di Arsenal. Ini bukanlah omong kosong belaka. Pasalnya, dengan perhitungan apa pun, hal seperti ini merupakan transformasi yang luar biasa bagi The Gunners.
Dampak kepergian Gazidis ini juga akan berefek pada kepemimpinan pelatih baru pilihannya, Unai Emery, yang diprediksi bakal menjadi salah satu indikator era baru di Emirates Stadium. Ini bukan tanpa alasan karena Gazidis sendiri selalu dinilai sebagai The Succession ketika memfasilitasi Arsene Wenger dalam satu dekade terakhir. Artinya, meskipun ia pergi, dampak kepergiannya akan turut menyoroti karier Unai di Arsenal.
Kendati begitu, entah bagaimana pun situasinya saat ini, semua pencapaian Gazidis sudah selesai, dan sudah waktunya bagi Arsenal untuk mencari kepala eksekutif pengganti dan memulai era yang baru di momen yang tepat seperti sekarang ini.
Satu-satunya solusi terbaik untuk pasukan The Gunners saat ini adalah melupakan Ivan Gazidis yang telah tergoda pindah ke Milan dengan tawaran paket keuangan yang menggiurkan. Selain itu, Gazidis bukanlah pria yang rela mengambil risiko dalam pembelian pemain, dan ini merupakan salah satu penyebab mengapa Arsenal sering kesulitan dalam membeli pemain bintang.
Bahkan terdapat fakta lain yang lebih luas lagi menyebut bahwa Gazidis belum bisa memenuhi ambisinya di Arsenal. Ia nyaris dikatakan gagal total karena tidak bisa membawa pasukan The Gunners berjaya dan mendominasi Liga Inggris lagi melalui keaktifannya di bursa tranfser pemain.
Memang fakta ini lumayan menyakitkan untuk Arsenal. Namun jika ingin berbicara angka, ambil contoh yang datangnya dari Sheikh Mansour misalnya. Si miliarder timur tengah itu telah menghabiskan lebih dari 1,3 miliar paun untuk investasinya di Manchester City sejak ia mengambil alih pada 2008.
Tapi jika bercermin pada Arsenal, mereka malah mengalami hal yang sebaliknya. Pemegang saham mayoritas klub, Stan Kroenke, justru menjalankan The Gunners seperti model aset bisnis pribadi yang tampak tak membantu dari sisi pembenahan struktur tim.
Bahkan semua fakta ini tampak semakin membuat sulit Arsenal untuk kembali bersaing di Inggris dan Eropa, terutama ketika mereka menghabiskan dua musim berturut-turut bermain di Europa League.
Oleh karena itu, ketika melewati musim dengan bermain di luar Liga Champions inilah, yang semakin membuat Arsenal merasa sulit dalam menempatkan timnya sebagai salah satu yang berpotensi juara, dan Gazidis tau semua itu sudah melekat di setiap aspek klubnya.
Malah yang paling parahnya, alih-alih menjadi klub pesaing hebat, Arsenal justru hanya bisa duduk di posisi ke-6 dengan 37 poin di belakang City musim lalu. Celah poin seperti ini tampak menganga bak jurang.
Tak terlepas dari fakta-fakta itu, pada intinya Ivan Gazidis sudah berada di Arsenal selama hampir 10 tahun, dan selama itu pula, klubnya hanya memenangkan tiga Piala FA. Tidak ada prestasi yang baik selama di bawah kendalinya.
Bahkan mereka malah selalu masuk ke Liga Champions melalui babak kualifikasi seara ‘abadi’, dan fakta ini tidak sama sekali menggambarkan bahwa Arsenal adalah tim besar yang sedang membabi buta dalam mengejar gelar juara.
Maka dengan begitu, sekali lagi, sekarang adalah momen yang tepat bagi Arsenal untuk merubah semua yang sudah terjadi dalam satu dekade kebelakang. Saat ini, tepatnya ditengah-tengah kepergian Ivan Gazidis, sudah saatnya digunakan untuk berfikir apa saja yang seharusnya diperbaiki dan diubah guna terciptanya era baru yang lebih baik dari sekarang.
Catatan redaksi: Kutipan dilansir dari The Guardian