Saat menghadapi Young Boys di Liga Champions, Pep Guardiola mengkiritik kondisi rumput Wankdorf Stadion. Menurutnya, menjadi wajar kalau rumput asli adalah medium terbaik untuk bermain bola.
Soal rumput sintetis ini pula skuad Manchester City terbang lebih awal ke Swiss. Biasanya latihan terakhir digelar di Manchester. Akan tetapi, untuk penyesuaian, mereka tiba lebih awal.
“Rumput (alami) lebih baik,” kata Guardiola.
“Karena 99,9 persen kesebelasan yang ingin main di level tertinggi bermain di atas rumput, kalau tidak, UEFA dan FIFA akan memutuskan bermain di rumput sintetis. Menurutku, itu masuk akal.”
“Kalau UEFA mengizinkan pertandingan dimainkan di sini, ini karena dalam kondisi yang baik. Itu adalah salah satu alasan mengapa kami tak pernah latihan [di rumput sintetis] tapi yang ini adalah pengecualian.”
Permukaan rumput sintetis akan membuat bola memantul dengan cara yang berbeda. Para pemain juga harus membiasakan diri berlari di atas karet alih-alih tanah. Penggunaan rumput sintetis di kompetisi tertinggi sepakbola memang menjadi perdebatan. Selain tidak nyaman, juga rawan membuat pemain cedera.
Risiko Main di Rumput Sintetis
Rumput sintetis memang sudah dipasang sejak lama. Di Amerika Serikat bahkan sudah ada sejak 1966. Bahannya biasanya terbuata dari fiber sintetis yang menyerupai rumput. Secara biaya, pemasangan rumput sintetis umumnya lebih mahal ketimbang rumput asli. Akan tetapi, ada sejumlah keuntungan memasang rumput sintetis.
Salah satunya adalah soal perawatan. Rumput sintetis tak perlu disiram. Anda tak perlu takut rumputnya layu dan kering. Untuk negara dengan sinar matahari yang terbatas, rumput sintetis jelas menjadi pilihan utama. Selain itu, perusahaan pembuat rumput sintetis kerap melabeli produknya itu sebagai “masa depan olahraga”.
Sayangnya, penggunaan rumput sintetis juga langsung menemui kelemahannya. Salah satunya soal potensi cedera yang kian besar. Cedera lutut dan ankle menjadi lebih sering di rumput sintetis.
Dikutip dari Eagle’s Scream, cedera lutut dan pergelangan kaki lebih sering terjadi di rumput sintetis. Ini terjadi karena rumput sintetis tidak selentur rumput asli. Di rumput asli, gerakan pemain akan beradu dengan kekuatan akar rumput itu sendiri. Kalau tenaganya sangat besar, rumput akan menyerah dan lepas dari lapangan. Ini adalah pemandangan yang umum saat seseorang menendang bola atau melakukan sliding, maka rumputnya pun akan terbawa.
Beda dengan rumput sintetis. Kaki dan rumput saling menarik dan umumnya, kaki akan kalah karena jarang ada kondisi di mana rumput sintetis terbang seperti rumput alami. Pada permukaan sintetis, gaya yang diberikan lebih sedikit, yang berarti kaki, pergelangan kaki, dan lutut kita menyerap gaya, yang membuat kemungkinan terjadinya cedera lebih besar. Selain itu, rumput sintetis jauh lebih keras bagi tubuh atlet dibandingkan rumput alami.
Di NFL, pernah ada kasus di mana pemain New York Giants, Sterling Shepard, mengalami cedera saat sedang jogging di lapangan MetLife Stadium. ACL kirinya rusak yang membuatnya harus beristirahat hingga akhir musim.
Hal serupa juga dialami Odell Beckham Jr. Ia mengalami cedera yang sama di Super Bowl yang digelar di SoFi Stadium. Keduanya punya kesamaan: berlari di atas rumput sintetis. Cedera ini umumnya memerlukan operasi rekonstruksi ACL jika seorang pemain ingin kembali bermain.
NFL pun menugaskan penelitian untuk menganalisis cedera ekstremitas bawah yang dilaporkan selama pertandingan. Data cedera NFL menunjukkan bahwa pemain memiliki tingkat cedera ekstremitas bawah non-kontak 28 persen lebih tinggi saat bermain di rumput sintetis. Pemain memiliki peluang 32 persen lebih tinggi untuk mengalami cedera lutut non-kontak dan peluang 69 persen lebih tinggi untuk mengalami cedera kaki dan pergelangan kaki non-kontak saat bermain di lapangan.
Mengandung Bahan Kimia Berbahaya?
Berdasarkan The Guardian, ada laporan tentang kemungkinan hubungan antara kanker otak langka yang menewaskan enam pemain bisbol profesional AS dan bahan kimia beracun di rumput sintetis. Ini menimbulkan pertanyaan baru mengenai apakah lapangan olahraga sintetis menimbulkan ancaman kesehatan bagi atlet dan orang lain yang menggunakannya.
Keenam atlet tersebut, yang semuanya meninggal karena glioblastoma, memainkan sebagian besar karir mereka bersama Philadelphia Phillies, sebuah tim yang selama beberapa dekade berkompetisi di lapangan rumput sintetis di Stadion Veterans.
Semua rumput sintetis dibuat dengan senyawa PFAS beracun dan beberapa jenis masih diproduksi dengan ban daur ulang yang dapat mengandung logam berat, benzena, senyawa organik yang mudah menguap, dan karsinogen lainnya. Buruknya bahan baku pembuatan rumput sintetis membuat sejumlah kota dan negara bagian di AS yang melarang atau mengusulkan pelarangan terhadap rumput sintetis tersebut.
Kyla Bennet, mantan ilmuwan Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) meminta pemerintah untuk melarang bahan sintetis tersebut. Meski, semua ahli kanker otak yang dihubungi The Guardian, memperingatkan bahwa tidak mungkin membuktikan kalau kanker otak para pemain tersebut berasal dari PFAS di rumput sintetis.
Walau demikian, EPA memastikan kalau ban bekas yang digunakan sebagai karet di rumput sintetis adalah bahan kimia yang berbahaya.
Sumber: The Guardian