Latar Belakang Kekayaan Pemilik Klub Premier League (1): Pengusaha dan Konglomerat

Berbicara tentang kompetisi paling makmur sedunia, Premier League, tentu kita selalu bertanya-tanya: “Gimana sih cara biar bisa beli klub Premier League?” atau “Harus se-kaya apa ya? Memang usahanya apa sih?”

Ternyata, ada beberapa dari mereka yang memulai bisnis dari “nol”, jadi produser film dewasa, atau jadi pengusaha komoditas pertanian, sampai akhirnya jadi bilyuner sebelum membeli sebuah kesebelasan sepakbola.

Kecintaan para orang kaya ini terhadap sepakbola membuat mereka bahkan rela “kehilangan” banyak dari kekayaannya. Namun demikian, tak sedikit pula yang malah menjadi lebih kaya daripada sebelumnya.

Di bagian pertama ini, kami akan membahas pemilik klub dengan latar belakang pengusaha.

Arsenal: Usaha properti dan menikahi anak orang kaya

Pria bernama lengkap Enos Stanley Kroenke atau akrab dipanggil “Stan” Kroenke ini ternyata mengawali pekerjaan di bengkel kayu milik ayahnya. Di usia 10 tahun, Stan mulai bekerja sebagai tukang sapu di tempat sang ayah bekerja.

Beranjak dewasa, peruntungan Stan bisa dimulai berbuah drastis usai menikahi Ann Walton, putri dari pemilik Walmart, Bud Walton. Kekayaan Ann Walton ditaksir 12 milyar dolar Amerika. Tapi menurutnya, ketika ia dan Ann berpacaran, Walmart belum jadi sebesar seperti saat ini. Mungkin itulah salah satu faktor kesuksesan Stan. Usai menikahi putri pemilik Walmart, Stan mulai mendirikan perusahaan yang bergerak dalam bidang real estate, Kroenke Group pada 1984.

Usai mendirikan Kroenke Sports & Entertainment pada 1999, ia membeli Ball Arena di Denver, kemudian membeli saham klub NBA, Denver Nuggets dan klub hoki NHL, Colorado Avalanche. Ia juga memiliki klub NFL, Los Angeles Rams dan klub MLS, Colorado Rapids sebelum akhirnya membeli saham Arsenal di 2008 dan menjadi pemegang saham mayoritas di Arsenal pada 2018.

Inilah prestasi dari tim yang dimiliki oleh Stan Kroenke di musim lalu:

Los Angeles Rams – Super Bowl (2022)

Colorado Avalanche – Stanley Cup (2022)

Colorado Mammoth – NLL Champs (2022)

Denver Nuggets – NBA Champions (2023)

Apakah musim ini akan menjadi tahunnya Arsenal-nya Kroenke?

Aston Villa: Gabungan pengusaha pupuk dan investor terkemuka

Secera formalitas, Aston Villa dimiliki oleh NSWE, perusahaan yang dimiliki dua orang kaya, Nassef Sawiris dan Wes Edens, Sawiris adalah orang terkaya Mesir –meskipun sepanjang hidupnya tinggal di London–. Sawiris mulanya mulai menaiki tangga kekayaan lewat perusahaan Orascom Construction yang didirikan ayahnya, Onsi Sawiris sejak tahun 50-an.

Nassef Sawiris kemudian mengembangkan perusahaan tersebut menjadi salah satu produsen terbesar “nitrogen fertiliser” atau yang kita kenal sebagai pupuk nitrogen. Selain lewat Orascom, ia juga memiliki 6 persen saham di Adidas, perusahaan semen Holcim, juga klub NBA, New York Knicks. Dilansir Bloomberg, kekayaan Nawiris menurut Forbes ditaksir mencapai 7 milyar dolar AS.

Sementara Wes Edens adalah warga Amerika yang memiliki latar belakang pendidikan finance, meraih pundi-pundi milyaran dolarnya lewat perusahaan Fortress Investment Group yang bergerak di bidang investasi dan private equity. Edens yang juga memiliki ketertarikan dalam bidang olahraga, menjadi co-owner klub NBA, Milwaukee Bucks dan kesebelasan Primeira Portugal, Vitória de Guimarães.

Everton: Akuntansi, tambang logam, dan telekomunikasi

Selama kurang lebih 7 musim, Everton mulai berbenah dibawah kepemilikan investor mereka yakni Farhad Moshiri. Secara bertahap, mantan pemilik saham minoritas Arsenal tersebut membeli saham Everton, mulai dari 49,9% pada 2016, lalu 68,6 % pada September 2018 sampai pada Februari 2022 lalu memegang 94 persen saham.

Tak banyak yang tahu, bahwa karier cemerlang seorang keturunan Iran ini bermula di dunia akuntan, yang ia mulai ketika bekerja di firma akuntan terkenal Ernst & Young, Pannell Kerr Forster, dan juga Deloitte. Di sana pula ia bertemu dengan salah satu klien kaya raya Rusia bernama Alisher Usmanov. Dari sanalah kerja sama keduanya terjalin, hingga akhirnya Moshiri memiliki 10 persen saham di USM Holding. Konglomerasi ini menurut banyak bukti merupakan konglomerasi oligarki Rusia yang memegang banyak sektor seperti pertambangan, industri baja, telekomunikasi dan media.

Manchester United — utang dan pusat perbelanjaan mewah

Terlepas dari segala kabar pergantian pemilik yang tak kunjung usai, mari membahas pemilik sah Manchester United: Keluarga Glazer.

Keluarga Glazer yang berbasis di AS membeli Manchester United pada tahun 2005 sebagai bagian dari pembelian dengan leverage buyout, yakni akuisisi perusahaan (dalam hal ini klub sepakbola) menggunakan sejumlah besar uang pinjaman (hutang) untuk memenuhi biaya akuisisi.

Malcolm Glazer memimpin pengambilalihan awal tetapi meninggal sembilan tahun kemudian dan mewariskan kerajaan bisnisnya kepada anak-anaknya. Bisnis keluarga Glazer dimulai saat Malcolm meneruskan menjual jam tangan secara door-to-door untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sejak ia kecil. Perlahan, usaha jam tangan ini berkembang hingga ia mendapatkan konsesi untuk memperbaiki dan menjual jam di pusat pelatihan militer Sampson, New York.

Ketika Sampson Air Base ditutup pada 1956, ia kemudian beralih ke bisnis real estat, jual-beli rumah dan properti komersial. Karena bisnis tersebut, Glazer bisa membeli National Bank of Savannah pada tahun 1963 dan 3 (tiga) stasiun televisi pada 1976.

Pada 1984, Malcom mendirikan First Allied Corporation, sebuah holding company (perusahaan induk) yang membawahi berbagai perusahaan lain yang dimilikinya. Ketika itu perusahaan seperti Zapata Corporation (minyak bumi), grup restoran Houlihan’s, Harley-Davidson (otomotif), Formica (peralatan makan plastik), Tonka Toys (mainan), Specialty Equipment (manufaktur pengemasan) dan Omega Protein (penangkapan ikan dan suplemen berbahan ikan).

Menurut Forbes, First Allied Corporation keluarga saat ini memiliki total lebih dari 2 juta meter persegi pusat perbelanjaan premium di seluruh Amerika. Investasi paling terkenal mereka sekarang, selain dari United, adalah klub NFL, Tampa Bay Buccaneers.

Selepas meninggalnya Malcolm Glazer pada 2014 silam, kini 90 persen saham Manchester United dimiliki oleh keenam anak-anaknya. Tentu saja, kini nilai jual Manchester United akan naik berkali-kali lipat dibanding saat membelinya yaitu 790 juta Paun pada 2005.

Wolverhampton Wanderers: Konglomerasi fashion, farmasi, ritel, dan real estat

Keterlibatan investasi Tiongkok di sepakbola pada 2016 silam sempat menjadi pemberitaan besar. Mulai dari sensasi mereka “mendandani” Chinese Super League dengan para pemain bintang sepakbola dunia, hingga kepemilikan beberapa kesebelasan sepakbola Eropa, termasuk di Inggris.

Klub asal West Midlands ini hanyalah salah satu aset dalam portofolio konglomerasi Tiongkok ini yaitu Fosun International. Disaat investasi Tiongkok yang kini tenggelam dan dilanda kebangkrutan, Fosun lewat Wolves seakan menjadi antitesis.

Fosun didirikan pada tahun 1992 sebagai “Perusahaan Pengembangan Teknologi Guangxin” oleh lima lulusan Fudan University, Shanghai. Guo Guangchang, salah satu dari 5 pendirinya merupakan orang terkaya ke-45 di Cina dengan total kekayaan 3,8 biliun Dolar Amerika.

Pada awal 2010-an, konglomerasi ini berekspansi ke luar negeri, membeli jenama rekreasi Eropa termasuk Thomas Cook, Club Med, dan Cirque Du Soleil. Sekarang memiliki investasi dalam beragam bisnis, dari perbankan hingga mode, properti hingga ritel. Saat dunia dilanda pandemi covid-19, Fosun Pharmaceutical menjadi buah bibir internasional karena menjadi salah satu produsen vaksin dan alat tes.

Sejak membeli klub dengan harga sekitar 45 juta Paun, Fosun telah menggelontorkan dana segar ke tim utama serta meningkatkan pendapatan lima kali lipat. Menjalin “kerjasama” dengan para agen asal Portugal hingga publik sepakbola menyebut mereka sebagai “timnas Portugal”. Sejauh ini dengan strategi yang mereka jalankan, kepemilikan Fosun di Wolves terbukti berhasil menjadi kesebelasan Premier League yang stabil.

Sumber: The Athletic, ESPN, The Guardian, Forbes, FootballLeagueWorld.co.uk