Lagu ‘Marching on Together’ selalu didendangkan di setiap pertandingan Leeds United. Para pendukung kesebelasan itu juga punya gaya penghormatannya sendiri yang disebut Leeds Salute. Gaya penghormatan itu mulai booming ketika Leeds bertandang ke Plymouth pada 1987.
Sejak itulah Leeds salute dijadikan salam saling sapa antara pendukung Leeds dan bagian dari klub. Seperti Vinnie Jones yang masih melakukannya kepada pendukung Leeds meskipun ia sudah pindah ke Wimbledon.
“Dia (Jones) masih memberikan Leeds Salute kepada para pendukung Leeds ketika ia bertanding (melawan Leeds). Dia melakukan ini selama pertandingan setiap dekat dengan para pendukung Leeds,” celoteh Gery Edwards, salah satu kontributor program Leeds seperti dikutip dari situs resmi kesebelasan tersebut.
Totalitas dukungan untuk Leeds juga tidak bisa dianggap remeh. Mereka berada di urutan ke-10 dalam angka penonton terbanyak Liga Primer Inggris sepanjang masa. Mantan Manajer Leeds, Peter Reid, terang-terangan memuji pendukung Leeds. Ia belum pernah merasakan dukungan dari mereka selama 30 tahun hidupnya.
“Mereka luar biasa ketika bersama saya dan mereka selalu berada tepat di belakang tim ini. Para pendukung luar biasa sejak dulu. Dalam 30 tahun, saya belum pernah melihat dukung seperti di pertandingan melawan Arsenal beberapa minggu lalu. Para pendukung di Leeds sangat fantastis,” kata Peter Reid ketika dipecat dari Leeds United pada 2003 silam seperti dikutip dari BBC.
Basis pendukung untuk kesebelasan berjuluk The Whites itu sangatlah besar. Bahkan mereka juga membentuk kelompok suporter LGBT pada 2017 lalu. Tapi yang lebih terkenal adalah kelompok suporter garis keras bernama Leeds United Service Crew yang dibentuk sejak 1974.
Reputasi Hooliganisme Terburuk
Leeds United Service Crew adalah kisah definitif pendukung sepakbola. Nama mereka diambil dari sebuah kereta pertandingan tandang kelompok suporter tersebut di Yorkshire. Mereka lebih memilih kereta itu ketimbang transportasi khusus yang sudah diatur ketat dan diorganisir kepolisian.
Wajar karena Service Crew merupakan salah satu firm paling terkenal keonarannya dalam sejarah sepakbola Inggris. Lagipula, hooliganisme di sepakbola Inggris semakin marak pada 1980-an. Sementara Service Crew menerapkan dandanan kasual yang identik dengan latar belakang kekerasan.
Service Crew memiliki sekitar 300 lebih anggota yang sering nongkrong di pub sekitaran Leeds Corn Exchange. Pub-pub seperti tar and Garter, The Scotsman, The Regent, Robin Hood, The Duncan, The Nag’s Head dan The Snake Pit menjadi markas mereka. Tapi hanya The Duncan dan Regent yang masih buka di Leeds sampai saat ini.
Service Crew bisa dengan cepat ditakuti para musuh karena beberapa gangguan insiden terburuk dan terkait sampai sepakbola zaman modern. Banyak insiden mengejutkan dalam sejarah sepakbola Inggris yang melibatkan Service Crew. Selama 40 tahun lebih, mereka melakukan kerusuhan di seluruh negeri. Meninju jalanan Inggris dan berhasil mencapai ketenaran di dunia internasional.
Service tetap merahasiakan diri dari semua massa melalui dandanan kasual mereka. Tapi semakin menggilanya Service Crew, media BBC mencantumkan mereka sebagai geng suporter sepakbola terburuk di Inggris. Leeds pun terdaftar dalam lima kesebelasan sepakbola dengan reputasi hooliganisme terburuk.
Konon, tindakan-tindakan Service Crew yang membuat polisi mulai menggunakan CCTV yang banyak di stadion sepakbola. Di Stadion Elland Round, CCTV banyak dipasang untuk membatasi pergerakan Service Crew. Tapi hooliganisme tetap terus berlanjut di Leeds. Service Crew justru melakukan konfrontasi jauh dari lokasi stadion untuk menghindar dari perangkat keamanan Stadion Elland Road.
Service Crew juga merupakan salah satu firm dengan musuh terbanyak di Inggris. Sedikitnya, mereka punya lima firm yang dianggap musuh. Musuh terbesarnya adalah para pendukung Manchester United dan Millwall. Belum lagi terhitung dengan Bradford, Hull, Huddersfield, Sheffield Wednesday, Sheffield United, Liverpool, Barnsley, Middlesbrough, Chelsea, hingga Galatasaray di kancah internasional.
Jumlah lawan-lawannya itu membuat Service Crew menjadi firm ketiga yang punya banyak musuh setelah Manchester United dan Burnley. Konon, keonaran Leeds tidak lepas dari Yorkshire tempat asal mereka merupakan kawasan industri yang cukup rumit.
“Waktu yang panjang dari keterlibatan kekerasan Leeds United Service Crew di akhir 60-an dan 70-an mengartikan bahwa Leeds adalah tempat yang berkaitan dengan masalah. Dan juga berarti bahwa generasi pria muda yang tertarik dengan kekerasan sepakbola. Melihat klub sepakbola sebagai tempat di mana mereka dapat melakukan beberapa aksi,” kata Tim Crabbe, peneliti dari Sheffield Hallam University, seperti yang diucapkannya pada Football Factory.
Maka dari itu pihak klub juga mulai menjauhkan kegiatan mereka yang melibatkan Service Crew selama puncak hooliganisme di Inggris. Di samping totalitas para Service Crew yang teramat sangat luar biasa di mana pun Leeds bertanding.