Liga Champions, Dibubarkan atau Diformat Ulang?

Foto: UEFA.com

Liga Champions disebut-sebut sebagai kompetisi paling elit, bukan cuma di Eropa, tapi juga di dunia. Ini tak lepas dari berkompetisinya kesebelasan top Eropa disertai dengan sejarah panjang kompetisi. Setiap tahun, baik UEFA maupun European Club Association (ECA), berusaha membuat kompetisi ini lebih baik lagi. Salah satunya dengan memindahkan pertandingan ke akhir pekan mulai musim 2021/2022.

Perubahan ini dilakukan sebagai salah satu cara meningkatkan dua hal: sisi kompetisi dan sisi komersial. Ide ini sendiri sebenarnya sudah diwacanakan sejak beberapa tahun silam. Mengapa harus 2021? Karena musim ini hingga 2020/2021 format Liga Champions, termasuk pembagian hak siar televisi sudah berada dalam kontrak, sehingga tak mungkin untuk diubah formatnya.

Pada Februari lalu, Presiden UEFA, Aleksander Ceferin dan Ketua ECA, Andrea Agnelli, telah menandatangani MOU yang akan berlaku hingga 2024. Dalam MoU yang diteken di Roma tersebut, ditegaskan bahwa kedua pihak akan bekerja sama untuk integritas sepakbola.

“Kami sebagai induk sepakbola Eropa, dan klub-klub Eropa, melanjutkan bekerja sama untuk mempromosikan, mengembangkan, dan membantuk masa depan sepakbola di benua ini,” tutur Ceferin dikutip dari Marca.

Selain itu, kedua pihak juga berkomitmen untuk membentuk ulang wajah sepakbola di Eropa lewat Liga Champions dan Europa League. Perubahan ini baik dalam hal superfisial maupung perubahan secara struktural. Namun, hal ini bukannya tanpa masalah. Pasalnya, santer terdengar kesebelasan kuat di Eropa ingin membuat kompetisi baru bernama European Super League. Dan tentu saja, UEFA dengan tegas tak akan mendukung kompetisi baru ini.

“Tidak akan ada European Super League,” kata Ceferin yang tetap bertekad menjadikan Liga Champions sebagai kompetisi paling elit di muka bumi.

Membentuk Europa League 2

Europa League 2.

Komite Eksekutif UEFA bahkan telah menyetujui kehadiran kompetisi tingkat ketiga buat klub-klub Eropa yang akan dijalankan antara 2021 hingga setidaknya 2024. Nama kompetisi tersebut adalah Europa League 2.

“Kompetisi yang inklusif berarti lebih banyak pertandingan untuk lebih banyak klub dan lebih banyak federasi,” tambah Ceferin dikutip dari Marca.

Meskipun demikian, masih belum jelas tim mana saja yang akan masuk kompetisi ini. Namun, bisa dipastikan bahwa formatnya sama seperti Liga Champions dan Europa League dengan 32 kesebelasan dalam format grup. Sama seperti Europa League, akan ada tambahan fase di mana peringkat ketiga Europa League akan turun tingkat ke Europa League 2. Kesebelasan yang juara, berhak bermain di Europa League pada musim selanjutnya.

Pertandingan akan digelar setiap Kamis, dengan slot pertandingan pukul 16:30 waktu setempat. Pertandingan final pun rencananya digelar di pekan yang sama, dengan Europa League 2 pada Rabu malam, Europa League pada Kamis, dan final Liga Champions pada Sabtu.

“Kompetisi UEFA yang baru akan membuat kompetisi kesebelasan-kesebelasan UEFA lebih inklusif ketimbang sebelumnya. Akan ada lebih banyak pertandingan untuk lebih banyak klub, dengan lebih banyak federasi yang ikut serta di fase grup,” kata Ceferin.

Klub-Klub Eropa Memberontak

Presiden UEFA, Aleksander Ceferin,

Sementara itu Presiden ECA, Andrea Agnelli, mengonfirmasi bahwa sejumlah klub Eropa ingin berkolaborasi dengan UEFA untuk membentuk kompetisi sepakbola yang baru. Banyak klub kuat yang ingin mengubah format Liga Champions.

“Kami tengah berada dalam awal proses dan kami harus mengambil lebih banyak waktu untuk menganalisis proposal, karena ini bukan cuma soal ‘ya atau tidak’,” kata Agnelli yang juga menjabat di Juventus.

“Liga Champions yang baru adalah benar-benar spekulasi saat ini. Real Madrid, Bayern Munich, dan Juventus, ingin bermain di kompetisi itu, tapi juga ratusan tim lain. Kami tengah berbicara dan dalam beberapa bulan kami akan melihat apakah kompetisi baru ini akan terbuka buat semua orang.”

“Prosesnya akan terbuka dan transparan, seperti pertemuan dengan UEFA. Inilah bagaimana sepakbola seharusnya di masa depan dan pembicaraan ini akan berlangsung sekitar dua hingga 20 bulan nanti. Dialog ini akan terbuka buat semua klub dan kami akan mencari sistem sepakbola yang adil dan untuk semua klub Eropa, tanpa  melupakan semua pihak yang terlibat.”

Selain soal kompetisi baru, Agnelli juga mengklai kalau kesebelasan Eropa tak ingin berpartisipasi di Piala Dunia Antarklub mulai musim 2021. Sementara itu, Presiden Barcelona, Josep Maria Bertomeu, menyatakan kalau mereka tak mau memainkan kompetisi Eropa pada akhir pekan.

Liga Champions Harus Berubah

Barcelona vs Manchester United. Foto: AS

Soal restrukturisasi Liga Champions, Bertomeu mengakui kalau tak adil buat Barcelona memainkan begitu banyak pertandingan, tapi hanya sesekali menghadapi tim macam Manchester United dan Liverpool.

Barca menghadapi MU di perempatfinal Liga Champions dan Liverpool di semifinal. Buat Barca, ini adalah kali pertama mereka menghadapi MU di Camp Nou sejak musim 2007/2008 sementara Liverpool baru tandang lagi ke Camp Nou sejak musim 2006/2007.

“Tidak bisa kalau kami memainkan banyak pertandingan tapi tak menghadapi tim seperti Liverpool dan United. Kelangkaan (pertemuan) membuat pertandingan ini spesial, tapi jelas ini tak benar. Penggemar meminta kami untuk memainkan lebih banyak pertandingan di Eropa, dan mulai 2024 format yang baru akan mengizinkan itu,” terang Bertomeu.

Namun, Bertmomeu menolak soal konsep Super League atau konsep kompetisi tertutup. Menurutnya, yang akan dilakukan adalah mengevolusi kompetisi, dan bukan merevolusinya dengan membuat sesuatu yang baru.

Sementara itu, untuk kelangsungan liga, Bertomeu bahkan merasa tak masalah apabila ada pertandingan yang dihelat di luar Spanyol. Ia menyebutnya dengna “menyepakbolakan Amerika Serikat”.

“Aku ingin ada tiga pertandingan di luar negeri setiap tahun untuk memproosikan La Liga. Satu di Amerika Serikat, satu di timur tengah, dan satu di Asia. Mereka menyaksikan kami di televisi dan ini adalah cara yang bagus untuk lebih dekat dengan para penggemar,” tutup Bertomeu.