Kalau diperhatikan selama sepuluh tahun terakhir, banyak pemain Jepang yang meniti karier dari Jerman. Mulai dari Makoto Hasebe, Shinji Kagawa, hingga Ritsu Doan yang membela Arminia Bielefeld dengan status pinjaman dari PSV Eindhoven. Lantas, apa yang membuat banyak pemain Jepang meniti karier di Jerman?
Aturan Pemain Asing yang Mendukung
Di Jerman, tidak ada batasan soal pemain asing non-Uni Eropa. Sejak musim 2008/2009, setiap klub harus mendaftarkan setidaknya delapan pemain dari akademi di Jerman. Dari delapan pemain itu, setidaknya empat di antaranya harus dari akademi klubnya sendiri.
Ini berbeda dengan di Serie A yang punya kuota pemain non-Uni Eropa sebanyak dua pemain. Di Spanyol, setiap klub maksimal memiliki tiga pemain non-Uni Eropa.
Sementara para pemain dari Amerika Selatan bisa mendapatkan kewarganegaraan Spanyol setelah tiga tahun tinggal di Spanyol. Ini dilakukan atas alasan bahasa, sejarah, dan budaya yang masih terkait. Alasan ini juga yang yang bikin klub di Spanyol cenderung fokus membeli pemain Amerika Selatan ketimbang pemain non-Uni Eropa lainnya.
Sementara di Inggris, pemain non-Uni Eropa tidak dibatasi secara spesifik. Namun, mereka harus mendapatkan izin kerja atau “work permit” yang terhitung rumit untuk mendapatkannya.
Nantinya, calon pemain akan dilihat apakah ia masuk kriteria atau tidak. Misalnya, jumlah pertandingannya di timnas, tim asalnya, jumlah gaji yang akan didapatkan, besaran biaya transfer, dan lainnya. Ini dilakukan untuk menyaring apakah pemain ini bagus atau tidak.
Aturan ini yang bikin pemain muda dari Jepang akan sulit pindah langsung ke Inggris. Jumlah pertandingan buat timnas kemungkinan besar tidak akan tercapai. Ini yang bikin pemain seperti Shinji Kagawa ataupun Shinji Okazaki terlebih dahulu main di luar Inggris, utamanya di Bundesliga, sebelum pindah ke Premier League.
Gaya Bermain yang Tak Terlalu Andalkan Fisik
Banyak pemain berkomentar kalau Premier League adalah liga yang mengandalkan fisik. Ini wajar dan masuk akal apalagi kalau melihat jadwal padat yang dijalani kesebelasan Premier League.
Di sisi lain, para pemain dari Asia dianggap memiliki kemampuan fisik yang kurang mumpuni untuk bersaing dengan para pemain Eropa atau Afrika, misalnya. Di sisi lain, Bundesliga menawarkan kompetisi yang tak terlalu mengandalkan kemampuan fisik, tapi lebih ke teknik. Ini yang bikin pemain dari Asia Timur bisa menunjukkan kemampuan tekniknya di sana.
Para pemain dari Jepang juga dikenal sebagai pemain yang mudah masuk ke dalam tim, bukan pemain individualis, berlatih keras, menunjukkan disiplin yang hebat, dan amat jarang melakukan hal-hal tak perlu di luar sepakbola seperti ketahuan menenggak minuman keras, ataupun pergi ke klub sebelum pertandingan penting.
Ini pula yang jadi alasan mengapa jarang ada pemain Cina atau India yang main di Bundesliga, padahal jumlah manusia di sana lebih dari 1 miliar orang.
Aspek Komersial
Ini mungkin alasan yang klise, tapi benar adanya. Ingat ketika akun media sosial Lechia Gdansk jadi naik pertumbuhan pengikutnya saat mereka merekrut Egi Maulana Vikri? Hal senada juga diinginkan oleh kesebelasan lain ketika merekrut pemain dari negara yang dianggap potensial.
Anggapan ini juga kerap dikaitkan ketika Manchester United misalnya, merekrut Dong Fangzhuo yang berkebangsaan Cina, tapi si pemain tak mendapatkan menit bermain yang cukup.
Hal senada juga dilakukan kesebelasan Bundesliga yang ingin masuk ke pasar besar di Asia. Apalagi fanatisme para penggemar di benua seberang ini memungkinkan mereka melakukan penetrasi pasar dalam penjualan merchandise atau paket tur ke Jerman.
Pemain dari Asia dengan kualitas yang sama juga terhitung lebih murah ketimbang pemain dari Eropa yang bisa bernilai tiga sampai empat kali lipat!