Pecahan botol kaca berserakan di jalanan Marseille, Prancis. Di sana juga polisi-polisi meneriakan instruksi. Mereka mencoba melakukan yang terbaik untuk mengendalikan situasi tidak terkendali itu. Di jalanan Marseille itu telah menjadi zona perang antara Ultras Rusia dengan hooligan-hooligan Inggris jelang Piala Eropa 2016 dimulai.
Dampaknya, beberapa pendukung antara kedua negara itu dideportasi. Korban luka-luka dirawat di rumah sakit. Setelah tragedi kekerasan itu berlalu, banyak orang bertanya, apa yang akan terjadi pada Piala Dunia 2018 di Rusia nanti? Saat itu Rusia sedang mempersiapkan diri untuk sebuah acara di panggung sepakbola paling besar.
Dan negara itu merupakan kandang para ultras perusuh di Prancis tersebut. “Ini adalah sebuah isu hooliganisme di Rusia. Beroperasi pada tingkat kekerasan yang ekstrem. Jelas ada potensi masalah di sana,” ujar Mark Roberts, Wakil Kepala Kepolisian Nasional Inggris, seperti dikutip dari Mirror.
Di sisi lain, Igor Lebedev selaku anggota parelemen Rusia menegaskan bahwa suporter di Rusia bukanlah hooligan. Melainkan orang-orang yang mendukung tim nasionalnya dengan hati dan jiwanya. Soal kerusuhan di Piala Eropa 2016, Lebedev menganggap hanya soal kesiapan penyelenggara Prancis saja belum siap.
“Saya pikir Prancis dan polisi seharusnya mempersiapkannya lebih baik menjadi tuan rumah acara. Di dalam perbedaannya, polisi kami melakukan apapun agar fans kami tetap damai. Percayalah saya, tidak ada turis, suporter, fans, ofisial, atau olahragawan khawatir tentang kedatangannya ke negara kami di musim panas 2018,” katanya ketika diwawancarai Vice.
Ajakan Lebedev itu terbukti. Piala Dunia 2018 berjalan tanpa ada laporan masalah atau bentrokan apapun. Pembuktian didukung dengan wawancara kepada seorang pendukung Inggris bernama Matt Mayberry. Ia menceritakan keramahan dan tidak ada masalah selama di Rusia. Jelas itu menjadi sepotong perubahan yang luar biasa setelah adegan bentrokan di Prancis saat dua tahun lalu.
Mayberry bertemu dengan beberapa Ultras Rusia di Volgograd. Tapi Ultras Rusia itu seperti tidak ingin membuat masalah. Mereka justru mengembalikan bendera Inggris yang dicuri sewaktu di Marseille. Pertemuan sepanjang malam itu, Ultras Rusia malah mentraktir minuman dan menjabat semua pendukung Inggris atas rasa terima kasih karena datang ke Rusia.
“Tidak peduli apa yang terjadi sebelumnya dan mengatakan agar merasa seperti berada di rumah sendiri. Mereka bertanya apakah ada pendukung Sunderland di antara kami? Mereka mencari mereka karena ingin memberikan bendera yang diambil di Prancis dengan lambang Sunderland. Kami berbagi kontak dengan Rusia dan tampaknya bendera itu telah dikembalikan,” celoteh Mayberry seperti dikutip dari The Sun.
Lebih lanjut, Ultras Rusia itu mengatakan bahwa semua orang yang berkunjung adalah tamu dan akan diperlakukan layaknya begitu. Sambutan seperti itu membaut Mayberry memberanikan diri mengunjungi lima kota di Rusia dalam dua pekan. Di mana-mana ia bertemu dengan orang-orang Rusia yang ramah di bandara, hotel, maupun di jalanan.
Keramahan itu memperbaiki niatan orang-orang Inggris untuk datang ke Rusia. Kedatangan mereka meningkat dari 1.500 orang pada awal laga, menjadi sekitar 6.000 orang pada pertandingan terakhir fase grup Piala Dunia 2018.
Cara Pemerintah Rusia Menghadapi Para Perusuh
Mengapa pendukung Inggris lebih aman? Siasat pertama karena mereka ditempatkan di Volgograd dan Novogrod yang notebene kelompok ultras di sana tidak seganas di Moskow. Lagipula para pendukung Inggris datang dengan prilaku yang lebih baik. Jika pun berulah, pengadilan Rusia sudah memperingatkan para hooligan tersebut.
Siapapun pendukung Inggris bisa dipenjara lima tahun jika berbuat aksi-aksi hooliganisme. Polisi juga mengirimkan tim pengintai untuk memantau perilaku para pendukung Inggris dan benar saja, suasananya benar-benar kondusif. Meskipun sempat terjadi sebuah perkelahian kecil di Gdanks Polandia dalam perjalanan menuju Rusia.
Tapi keributan itu cepat diselesaikan dan hanya melibatkan antara pendukung Inggris saja. Pemerintahan Rusia memang melakukan pengawasan intens dan ketat kepada para pendukung sepakbola di negaranya tersebut. Kepala-kepala penegak hukum Rusia bertekad untuk menghindari pertempuran seperti di Prancis.
Pengawasan itu juga sangat terasa bagi Alexander Shprygin sebagai salah satu pentolan Ultras Rusia. Shprygin merupakan salah satu pentolan ultras Rusia. Ia juga termasuk orang yang dideportasi dari Prancis pada Piala Eropa 2016 akibat kerusuhan pada waktu itu.
“Mereka (pemerintah Rusia) tidak lagi memata-matai orang asing, hanya hooligan sepakbola yang berada di bawah ketatnya pengawasan dari pemerintah,” ungkap Shprygin.
Sejak kekerasan di Marseille, rupanya situasi Rusia jelang Piala Dunia 2018 cukup berubah. Polisi menelepon beberapa anggota ultras Rusia, mengunjungi rumahnya, mendatangi tempat perkumpulannya untuk diperingati agar tidak memulai masalah selama kompetisi berlangsung. Ratusan ultras yang biasa merusuh juga telah dipenjarakan sebelum Piala Dunia 2018 dimulai.
“Para penegak hukum mengumpulkan data tentang kelompok-kelompok (ultras) yang berisiko,” ungkap Igor Zubov, Wakil Menteri Dalam Negeri Rusia, Daily Star.
Kepolisian adalah garis pertahanan pertama dalam peperangan Rusia melawan hooligannya sendiri. Negara itu sangat sadar bahwa kekerasan akan memberikan dampak ekstrem, terutama kemampuan Rusia sebagai tuan rumah acara internasional. Maka dari itu, simaklah pidato Vladimir Putin, Presiden Rusia, kepada kepolisian khusus Piala Dunia.
“Anda harus mempertahankan citra Rusia di level tertinggi. Dan yang paling penting, pastikan keamanan maksimum untuk pemain dan pendukungnya. Anda memegang peran penting dalam mencapai tujuan ini. Cara acara ini berjalan dan citra negara kami akan langsung bergantung pada kerja Anda yang terampil,” SB Nation.
Kebijakan-kebijakan pemerintah Rusia seperti membuat ultras Rusia berlibur sepanjang Piala Dunia 2018 sehingga tidak ada perang layaknya di Marseille. “Para hooligan sedang menunggu Piala Dunia berakhir sehingga semuanya bisa kembali normal,” imbuh Shprygin
Shprygin sendiri juga merupakan salah satu orang yang dilarang mendekati area Piala Dunia 2018. Memang tidak sembarangan orang yang boleh masuk ke area tersebut. Ada pemeriksaan dan ID card khusus untuk penonton Piala Dunia 2018 itu sendiri agar diizinkan masuk ke dalam stadion.
Sedikitnya, hanya dari Murat Mizov yang merupakan ultras dari Spartak Nalchik yang diperbolehkan masuk. Alasannya karena kelompok yang dipimpin Mizov itu bukanlah penganut ultra nasionalis rasis. Wajar karena sejak Juni 2017 sampai Mei 2018, tercatat 160 aksi diskriminasi, termasuk 51 penggunaan simbol dan slogan sayap kanan Neo Nazi serta 19 gambar diskriminatif di rusia.
“Pihak berwenang telah menenangkan semua hooligan. Mereka semua tahu jika melakukan sesuatu yang bisa melukiskan kejuaraan dalam negatif, mereka bisa kacau,” kata Igor Miecik, jurnalis asal Polandia, seperti dikutip dari Express.
Selain itu, jinaknya para ultras Rusia karena tidap lepas dari pengorganisiran pemerintahnya. Ultras di sana diikat pemerintah dengan cara membuat sebuah milisi yang nyaman. Pemerintah juga terkadang ditempatkan di tempat-tempat yang secara politis sulit untuk mengandalkan polisi saat pembubaran demonstrasi.
Kebenaran dan Terungkapnya Karakter Ultras Rusia
Piala Dunia 2018 bukan berarti tanpa ancaman sepenuhnya. Beberapa ultras Rusia sempat masuk ke pub tempat pendukung Inggris berada untuk melakukan perkelahian. Niatan itu tidak terjadi karena pendukung Inggris selalu berkelompok sehingga beberapa ultras Rusia kalah jumlah.
Pada blog ultras bagaimana beberapa perusuh Rusia berupaya masuk ke pub untuk melakukan perkelahian. Tapi urung terjadi karena pendukung Inggris selalu berkelompok sehingga menang jumlah. Sisanya tidak ada insiden apapun yang begitu fatal. Para pendukung Rusia justru merasakan keajaibanbahwa kesebelasan negarannya tersebut berada di perempat final.
Hanya saja ada spanduk Neo-Nazi pada pertandingan terakhir Grup A antara rusia melawan Uruguay. Insiden itu menyebabkan federasi sepakbola Rusia harus didenda oleh FIFA. Sisanya, tidak ada kekerasan, gesekan, nyanyian kasar dan suar yang menyala selama pertandingan Piala Dunia 2018. Perayaan Piala Dunia itu benar-benar berjalan dengan baik tanpa adanya bentrokan.
Di sisi lain, enggannya ultras Rusia berbentrokan dengan pendukung Inggris karena kepuasan batinnya sendiri. Toh ultras Rusiasudah puas mengalahkan para perusuh Inggris yang sudah terkenal sejak 1980-an itu sewaktu di Prancis.
“Setelah Andai mencapai puncak, Anda tidak akan melakukannya lagi. Tidak ada gunanya mengalahkan mereka lagi. Jadi mereka tidak perlu takut untuk datang ke Rusia. Tidak akan ada yang terjadi,” ujar Konstantin, salah satu Ultras Rusia dari CSKA Moscow, seperti dikutip dari Daily Star.
Begitu pun dengan Vasily Stepanov, salah satu ultras Rusia yang ditakuti, menegaskan tidak akan ada pengulangan kekacauan seperti Piala Eropa 2016. Justru ia berjanji akan membuatkan bir dan kebab di bar favorit di daerah Spartak Moskow bernama The Beer and Beard.
“Hari-hari buruk telah berlalu dan saya tidak ingin mengalahkan fans Inggris lebih buruk lagi. Saya ingin membelikan mereka bir. Saya tidak akan menjadi hooligan yang membuat mereka berlari untuk hidup mereka. Saya akan menjadi pengawal mereka,” tegas Stepanov seperti dikutip dari The Sun.
Benar saja, suasana saling berbagi bir dan berpesta selama kompetisi tersebut. “Tidak akan menempatkan Anda di rumah sakit. Jadi tidak ada yang perlu ditakutkan dan tidak ada alasan untuk tidak datang dan melihat pertunjukan sepakbola terbesar di dunia,” sambung Stepanov.
Kendati demikian, ia menegaskan ada dua hal yang tidak boleh dilakukan para pendukung Inggris selama Piala Dunia 2018 di Rusia. Yaitu melecehkan perempuan atau bendera Rusia. Apalagi Stepanov mengingat kejadian pendukung Inggris sebelumnya yang melecehkan perempuan lokal Prancis dan membakar bendera negara-negara lain.
“Tapi jika mereka melakukan itu di Rusia, semua taruhan akan ditawarkan dan mereka harus berharap ditangkap polisi sebelum kami yang melakukannya,” tegas Stepanov.
Ya, pada intinya, karakter para ultars Rusia jarang memulai kerusuhan. Mereka bereaksi sesuatu jika merasa terprovokasi, “Yang saya khawatirakan adalah rata-rata suporter sepakbola Rusia di atas 20 tahun punya tempramen dan terbatas jika ada yang mencucapkan fuck off dan wajahnya akan ditinju,” ungkap Stepanov.
Akuilah Rusia Menjadi Tuan Rumah yang Baik
Dalam persepsi ini, pihak berwenang Rusia telah menunjukan komitmen serius untuk menyelesaikan masalah sepakbola di negaranya. Waktu untuk membangun hubungan baru dengan pendukungnya dan mengubah budaya di negaranya itu telah berhasil dilewati. Alhasil, pihak berwenang Rusia telah meyakinkan pendukung sepakbola akan berada di dalam perilaku terbaik.
Cukup aman untuk mengatakan bahwa Piala Dunia Rusia 2018 telah sukses besar. Setiap negara telah menikmati pestanya, meskipun kesebelasan negaranya keluar dari turnamen. Padahal kekhawatiran terbesar sebelum Piala Dunia 2018. Dikhawatirkan bahwa Ultras Rusia akan sangat reaktif kepada siapapun pendukung Inggris yang berada di dalam pandangannya.
Sementara Putin ingin memastikan bahwa Piala Dunia adalah pameran bagi Rusia, juga sebuah demonstrasi dan kemampuannya sebagai negarawan. Ia berani mengambl risiko mengenai hooliganisme dan tidak ingin Piala Dunia membuatnya malu secara internasional. Menjalankan Piala Dunia 2018 dengan sukses adalah tugas utama dan Putin yang memegang kendalinya.
Untuk seperti Rusia, itu jelas hebat karena seluruh dunia melihat negara itu sebagai bangsa yang ramah, baik dan berhasil dalam penyelenggaraan kompetisi tersebut. Piala Dunia kali ini telah menjadi seruan Rusia dari dalam pemerintahannya untuk menunjukan kepada seluruh dunia, bahwa negara tersebut tidaklah seburuk itu.
Sumbre lain: Real Clobber