Mengenal Cardiac Arrest, Kondisi Mematikan yang Dialami Christian Eriksen di EURO 2020

Aksi sigap menjadi krusial bagi kelangsungan hidup Christian Eriksen saat gelandang tersebut paruh pertama laga pembuka Denmark di kejuaraan EURO 2020 melawan Finlandia (12/6).

Kepanikan pun terjadi ketika itu. Kapten tim Denmark, Simon Kjaer langsung bertindak cepat memeriksa apakah lidah rekannya tersebut tertelan dan kemudian melakukan tindakan penyelamatan. Ia bersama rekan setimnya langsung membuat lingkaran perlindungan untuk menutupi petugas media yang sedang bekerja menyelamatkan nyawa Eriksen.

Setelah mendapatkan perawatan medis lebih, Eriksen mulai dalam kondisi stabil setelah dibawa ke Rigshospitalet Kopenhagen, salah satu rumah sakit spesialisasi terbesar di Denmark. Sejumlah laporan juga menyatakan Eriksen saat ini sadar dan bisa berbicara. UEFA mengonfirmasi hal tersebut sembari menambahkan bahwa pesepakbola itu masih perlu pemeriksaan dan observasi lebih lanjut di rumah sakit.

UEFA lantas menyediakan dua opsi: Pertandingan berlanjut pada Sabtu malam atau Minggu siang waktu setempat. Kabar baik mengenai kondisi Eriksen ini lantas membuat kedua tim bersepakat untuk melanjutkan pertandingan. Laga Denmark kontra Finlandia berakhir dengak skor 0-1. Finlandia meraih kemenangan berkat gol Joel Pohjanpalo pada menit ke-59.

Dokter tim Denmark, Morten Boesen, mengkonfirmasi bahwa pemain berusia 29 tahun itu mengalami henti jantung di lapangan dan dibawa kembali melalui kombinasi CPR (Cardiopulmonary resuscitation). CPR adalah tindakan pertolongan pertama pada orang yang mengalami henti napas karena sebab-sebab tertentu.

Boesen mengatakan reaksi cepat tim medis dalam merawat Eriksen sangat menentukan kelangsungan hidupnya dan bukti membuktikan hal itu. Perbedaan antara hidup dan mati, atau kerusakan otak parah yang disebabkan oleh kekurangan oksigen, hanya dalam hitungan menit.

Mengetahui kondisi yang tengah dialami salah satu pemainnya, CEO Inter, Giuseppe “Beppe” Marotta mengungkapkan kondisi Eriksen. Ia mengatakan bahwa Eriksen mengirim SMS ke rekan satu timnya di Nerazzurri melalui Whatsapp dari rumah sakit. Mengutip La Gazzetta dello Sport, pemain berusia 29 tahun itu menulis: “Saya merasa baik-baik saja dan saya berharap untuk segera kembali.”

Sekilas tentang Cardiac Arrest (Henti Jantung)

Berbeda dengan serangan jantung (heart attack) dimana jantung cenderung terus berdetak, cardiac arrest (henti jantung) adalah peristiwa yang lebih mendadak dan dramatis. Hal tersebut dikarenakan jantung tidak lagi memompa darah ke seluruh tubuh, suplai oksigen ke otak dan organ penting lain terputus.

Mengutip Guardian, di Inggris hanya 10% orang yang menderita serangan jantung di luar rumah sakit yang berhasil selamat. Angkanya sangat rendah, salah satu alasannya karena orang tidak mendapatkan CPR atau defibrilasi dengan cukup cepat.

Pada kasus cardiac arrest, jantung dapat mengembangkan ritme yang tidak wajar sehingga cenderung untuk “bergetar” daripada berdetak. Aktivitas organ yang kacau ini dapat diatur ulang dengan defibrilator dengan mengirimkan kejutan listrik ke seluruh otot. Dalam kasus Eriksen, satu kejutan dari defibrilator sudah cukup untuk memulihkan detak jantungnya. Dengan memberikan CPR secara bersamaan, tim memastikan aliran darah ke seluruh tubuhnya.

Dr Sonya Babu-Narayan, konsultan ahli jantung dan direktur medis asosiasi di British Heart Foundation, mengatakan: “Kami ada bersama Christian Eriksen, keluarganya, dan seluruh komunitas sepak bola setelah ia tiba-tiba pingsan. Peristiwa yang mengejutkan ini adalah pengingat nyata bahwa henti jantung jantung dapat menyerang siapa saja, di mana saja dan kapan saja, tanpa peringatan.”

“Jika seseorang menderita serangan jantung, sangat penting mereka menerima CPR dan defibrilasi segera untuk memberi mereka kesempatan terbaik untuk bertahan hidup. Syukurlah, sepertinya ini adalah respon yang diterima Christian.

“Setiap detik penting ketika seseorang menderita henti jantung – semakin banyak dari kita yang tahu cara melakukan CPR, semakin banyak nyawa yang bisa diselamatkan,” tutupnya, mengutip Independent.

EURO 2020 Mungkin Menjadi Panggung Terakhir Bagi Eriksen

Setelah peristiwa kolapsnya Eriksen di stadion Parken, Kopenhagen, publik tentu akan bertanya tentang masa depan karier bintang Inter Milan berusia 29 tahun tersebut. Meskipun hingga kini belum ada pernyataan resmi, besar peluang bagi Eriksen untuk menutup karier profesionalnya.

Sanjay Sharma, profesor kardiologi olahraga di St George’s University London, mengatakan otoritas sepak bola Inggris kemungkinan akan “sangat ketat” untuk mengizinkannya bermain lagi. Hal itu pula yang mungkin menjadi pertimbangan bagi Fabrice Muamba yang pada 2012 memutuskan untuk pensiun sebagai pesepakbola. “Di UK (Britania Raya) ia jelas tidak diperbolehkan lagi untuk bermain,” tegas Sharma.

Sharma tahu persis bagaimana konsisi kebugaran Eriksen. Pasalnya, hingga Eriksen memutuskan pergi dari Tottenham Hotspur ke Internazionale pada 2019, dirinya masih menjadi dokter tim medis klub London Utara tersebut.

Dr Scott Murray, ahli jantung konsultan NHS (National Health Service — layanan kesehatan nasional Inggris — yang berspesialisasi dalam pencegahan masalah jantung, mengklaim Italia bangga dengan catatan mereka dalam mencegah serangan jantung dalam sepak bola, sehingga Eriksen kemungkinan akan mengakhiri kariernya di Serie A.

“Ini mungkin (akhir karir) untuknya. Italia melarang orang yang berpartisipasi dalam olahraga jika mereka ditemukan memiliki kelainan jantung yang signifikan, itu dalam undang-undang (mereka),” tutur Murray, mengutip DailySport.

Sementara itu dokter tim Inter Milan, Piero Volpi, mengatakan akan melakukan pemeriksaan menyeluruh dalam beberapa hari ke depan. “Dalam beberapa hari ke depan, dia (Eriksen) akan menjalani pemeriksaan mendalam”.

“Yang penting (kini) dia baik-baik saja. Tidak pernah ada tanda-tanda masalah kesehatan selama berada di Tottenham atau di Inter. Di Italia, ada kontrol (kesehatan) yang sangat ketat”, tambah Volpi, seperti dikutip Gazzetta Dello Sport .

Eriksen bukanlah atlet sepakbola kenamaan yang terkena kasus henti jantung (cardiac arrest). Pemain Bolton Wanderers, Fabrice Muamba mengalami momen nyaris serupa dengan yang dialami Eriksen. Sembilan tahun lalu, ia juga kolaps di tengah laga perempat final Piala FA 2012 melawan Tottenham Hotspur di stadion White Hart Lane.

Bahkan secara teknis Muamba sempat mengalami ‘mati suri’, jantungnya benar-benar berhenti selama 78 menit. Tim dokter berhasil melakukan resusitasi hingga jantungnya kembali berfungsi. Muamba kemudian memutuskan pensiun dari sepakbola profesional enam bulan kemudian.