Harus diakui bahwa salah satu keseruan menjadi penggemar sepakbola adalah: aksi belanja sebuah klub dalam bursa transfer. Transaksi jual-beli (dan pinjam-meminjam) pemain terjadi dalam dua waktu penting, yaitu jendela musim panas dan musim dingin. Bisa dibilang bahwa proses perekrutan sebuah kesebelasan dalam bursa transfer ini sangat menentukan keberhasilan sepanjang musim.
Dulu, sebelum penulis paham bahwa sebenarnya ada orang yang bertanggungjawab besar dalam proses ini, makian selalu dilemparkan kepada pemilik klub atau pelatihnya seperti: “Ah, Ancelotti payah! Masak sih beli Ronaldo, kan udah tua!” atau “Barcelona ngapain jual Luis Figo ke Real Madrid? Van Gaal terlalu Belanda-sentris nih!”
Untuk menghindari kesalahpahaman yang sama, perlu dipahami bahwa ada jabatan di dalam klub yang memiliki tanggung jawab atas transfer yang dinamakan: Director of Football.
Director of Football pada dasarnya adalah sebuah jabatan dalam sebuah klub yang tugasnya menjadi jembatan penghubung antara pelatih kepala (head coach) dan jajaran manajemen (pemilik, direktur, dsb). Dengan kata lain, Director of Football (DoF) bukan bagian dari jajaran direksi dan dapat diberhentikan oleh jabatan lain (misalnya Managing Director atau Chief Executive Officer) yang ditugaskan untuk mempekerjakannya.
Salah satu tugas penting yang biasanya dibebankan kepada DoF adalah mengurusi perekrutan pemain di tiap musimnya, entah perkara jual-beli dan peminjaman pemain, negosiasi kontrak pemain, hingga keputusan untuk mengontrak pelatih dan memecatnya. Meskipun, dalam beberapa kasus, pemilik klub, presiden, ataupun CEO biasanya seringkali turun tangan dalam transfer-transfer penting, contohnya seperti kasus Luis Figo di atas.
Di era sepakbola modern seperti sekarang, kestabilan posisi pelatih kepala atau manajer menjadi bukan jaminan. Hal tersebut mengingat karena investasi yang besar, seringkali manajeman klub kurang sabar dengan progres pelatih. Seringkali klub juga kehilangan pelatihnya yang berprestasi akibat direkrut klub lain yang lebih mapan. Untuk itu, Director of Football hadir untuk menjamin berjalannya visi sebuah klub serta memastikan filosofi klub berjalan dengan baik.
Entah karena kode etik atau memang kurang mendapatkan eksposur yang tidak sebesar pelatih atau pemilik klub, si Director of Football ini seperti tidak dikenali keberadaannya. Singkatnya, Anda pasti tahu siapa pelatih dan presiden sekelas Real Madrid misalnya, tapi belum tentu tahu siapa Director of Football-nya.
Dengan tanggung jawab yang sebegitu besar, tentu ada kemampuan-kemampuan dasar yang membuat seseorang dianggap capable untuk menjadi Director of Football, salah satunya kemampuan melihat potensi bakat-bakat pemain. Kalau kalian pernah bermain serial gim Football Manager, salah satu atribut vital Director of Football adalah judging potential ability dan judging current ability. Hal yang menjadi lumrah, mengingat tugasnya untuk mendatangkan serta melepas pemain dalam sebuah klub. Hal ini juga membuat seorang Director of Football biasanya mengawali karier sebagai seorang scout di suatu klub.
Beda klub, beda juga tugasnya
Meski pengertian Director of Football telah dijelaskan di atas, ternyata tak semua menerapkan standar yang sama untuk jabatan ini.
Dr. Dan Parnell, pelaku riset di jurusan Master of Sport Directorship di Manchester Metropolitan University menjelaskan, bahwa tak ada pengertian tegas tentang jabatan Director of Football.
Menurutnya, seperti dikutip laman TrainingGroundGuru, peran Director of Football atau Sporting Director biasanya bertanggung jawab dalam semua hal dalam semua departemen olahraga (ada beberapa klub yang memiliki lebih dari satu cabang olahraga) yang meliputi tim utama, tim muda (U21), akademi, pemandu bakat (scouting), tim medis, dan sport science.
Kasus di beberapa klub, ada juga yang hanya mengemban misi sebagai duta atau “ambassador” yang dipilih berdasarkan sosok besar dalam sebuah klub. Hal ini bisa dilihat bagaimana Manchester United menunjuk legenda mereka, Sir Bobby Charlton, bahkan sebelumnya Sir Matt Busby pernah menjabat General Director hingga beliau wafat di 1994. Busby dianggap memiliki citra dan prestise yang akan menguntungkan klub dalam bursa transfer, meskipun pada praktiknya kala itu, manajer (Sir Alex Ferguson) dan staff-nya yang bertanggungjawab dalam perekrutan.
Sepeninggal Ferguson yang memutuskan pensiun, perekrutan Manchester United bisa dibilang gagal dibandingkan klub-klub lain yang menunjuk Director of Football dalam artian sebenarnya. Kegagalan ini membuat Ed Woodward yang menjabat Executive vice-chairman menjadi kambing hitam, karena dianggap tidak kompeten mengurusi transfer. Hal ini membuat The Red Devil baru-baru ini membuka “lowongan” untuk posisi ini.
Tetapi bagi klub lain misalnya Chelsea, peran seorang Director of Football tidak menjadi persoalan serius. Sebelumnya, klub asal London Barat ini mengunakan model Technical Director yang sebelumnya diisi Michael Emenalo selama sedekade terakhir, yang hengkang ke AS Monaco. Malah, Marina Granovskaia yang menduduki jabatan Director (tanpa embel-embel apapun dibelakangnya) kerap mengurusi urusan negosiasi kontrak pemain, pelatih, serta urusan komersial klub.
Dalam kasus lain, klub menggunakan tipe DoF yang bercirikan “Technical Director” atau direktur teknik. Untuk peran ini, biasanya diisi oleh sosok yang berpengalaman seperti pelatih senior. Peran direktur teknik ini biasanya memeberi masukan terhadap sang pelatih kepala untuk meminimalisir kesalahan, terutama dalam hal teknis seperti pendekatan strategi, latihan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pemain. Nama-nama besar seperti Giovanni Trappatoni yang pernah bekerja untuk RB Salzburg dan Sven Goran Eriksson yang pernah bekerja untuk klub Inggris, Notts County menjadi bukti pentingnya masukan teknis yang lebih berpengalaman. Dari Bundesliga, sosok Ralf Ragnick menjadi “Bapak Pembangunan” dua klub bikinan Red Bull, RB Salzburg dan RB Leipzig dalam waktu kurang dari satu dekade.
Seperti dijelaskan di atas, DoF dengan berbagai varian penyebutannya biasanya adalah sosok yang tidak ada kaitannya dengan jajaran eksekutif klub. Namun pada praktiknya, beberapa klub pernah menjadikan jajaran eksekutif sebagai DoF. Biasanya, tipe ini memiliki posisi sebagai General Manager.
Sosok Luciano Moggi ataupun Adriano Galliani di Liga Italia era 90-an bisa menjadi contoh. Keduanya merupakan sosok sentral bagi keputusan transfer pemain, perekrutan pelatih, juga hal-hal yang berkaitan dengan bisnis klub. Moggi adalah mastermind dibalik kesuksesan Juventus sebelum akhirnya terjungkal skandal Calciopoli. Sementara “si botak” Galliani mampu mengantarkan AC Milan menjuarai 5 titel Liga Champions Eropa, 8 titel Serie-A (dan membantu sang bos besar, Berlusconi menjadi Perdana Menteri Italia).
Bisa dipahami bahwa Director of Football dengan segala variasi penyebutannya, adalah jabatan yang bertanggung jawab untuk melindungi masa depan (visi) klub, memutuskan keputusan jangka pendek, menengah, dan jangka panjang, dan yang paling penting, melindungi investasi besar dari pemilik klub dan pemegang saham.
Inggris yang “setengah hati” menerima peran Director of Football
Arsene Wenger, suatu waktu pernah sinis menyoal jabatan Director of Football. “Is it someone who stands on the road and directs the players left and right? I never understand what it means, director of football.”
“I’m manager of Arsenal and as long as I am manager I will decide what happens on the technical front. That’s it.” ucap Wenger pada 2017 mengutip Telegraph.
Apa yang dikatakan Wenger sebenarnya cukup berdasar. Ia terjun ke sepakbola Inggris pada 1996. Sebuah era dimana sepakbola Inggris masih memegang kuat tradisi manajer sebagai decision maker, juga karena belum banyak tersentuh tangan-tangan milyuner yang menginginkan prestasi instan.
Masuknya Roman Abramovich memang mengubah segalanya di Inggris. Usai menjadi teladan bagi para milyuner lainnya untuk berbisnis di sepakbola Inggris, perlahan namun pasti, semuanya berubah. Sekarang hampir semua klub perserta Premier League dan Championship memakai model ini, terlebih ia telah ”memancing” pengusaha non-Britania berinvestasi di Inggris.
Menariknya, ucapan Wenger tentang Director of Football diam-diam diabaikan direksi Arsenal. Saat itu, CEO mereka, Ivan Gazidis -kini menjabat CEO AC Milan- merekrut Raul Sanllehi yang sebelumnya bekerja dengan FC Barcelona, untuk bekerja sebagai “Head of Football Relations” yang ironisnya memiliki tugas persis dengan Director of Football pada umumnya. Padahal di waktu yang bersamaan, Arsenal telah memiliki Sven Mislintat yang bekerja sebagai Head of Recruitment yang tugas utamanya untuk merekrut pemain.
Baca bagian keduanya: Mengenal Peran Director of Football (2): Sporting Director dan Jawaban Perkembangan Zaman