Banyak orang sungguh percaya diri dengan bilang kalau sepakbola yang sebenarnya hadir di Piala Eropa; dan Piala Dunia 2022 tidaklah menyenangkan.
Mereka memvalidasi argumennya dengan video ribuan suporter Belanda yang melompat-lompat di sebuah jalanan di Jerman. Atmosfernya memang luar biasa dan mungkin tidak ditemukan di Piala Dunia 2022.
Akan tetapi, dunia seolah dibuka matanya ketika Piala Eropa baru dibuka gelarannya. Suporter Inggris bersiul saat lagu kebangsaan Serbia dikumandangkan; yang langsung dibalas saat itu juga. Lagu kebangsaan jadi tak lagi khidmat di Piala Eropa. Dan kita melihat betapa buruknya perilaku orang-orang Eropa yang tak menghargai lagu kebangsaan lawan yang dihadapinya; tidak tampak perilaku respect dalam diri mereka.
Seiring berjalannya waktu, cerita kerusuhan di berbagai tempat di Jerman mulai tersebar. Banyak di antara berbagai kejadian itu melibatkan suporter Inggris. Salah satunya jelang laga semifinal melawan Belanda, di mana bar suporter Inggris diserang oleh suporter Belanda.
Cerita macam ini, agaknya tidak muncul di Piala Dunia 2022. Konon, salah satu alasannya adalah pelarangan alkohol. Qatar melarang alkohol dijual bebas selama gelaran Piala Dunia. Padahal, salah satu merek bir menjadi sponsor resmi Piala Dunia 2022. Merek bir tersebut sampai harus mengalah dengan tidak memajang mereknya sepanjang Piala Dunia 2022.
Nyatanya cerita negatif soal bir ini juga dirasakan, salah satunya oleh jurnalis sekaligus pengamat sepakbola Inggris, Jonathan Wilson. Ia menceritakan betapa jengkelnya para wartawan ketika laga semifinal usai, area mereka dilempari bir dengan gelasnya pula. Selain bikin peralatan liputan rusak, juga karena bir itu bikin lengket dan bau. Belum lagi kalau kena kepala, sakitnya sungguh terasa.
Wilson mengkritik bagaimana UEFA seolah membiarkan orang-orang dengan latar belakang religius yang melarang alkohol untuk pasrah dengan keadaan. Saat “perang bir” terjadi, tidak ada tempat untuk berlindung, bahkan steward tidak dikerahkan; dan bir masih terus dijual.
Mengapa Wilson bicara soal bir, bukankah di Inggris bir legal dijual dan dikonsumsi?
Ini karena Inggris sejak 1985 melarang penjualan bir di stadion. Tujuan utamanya adalah meminimalisasi aksi hooliganisme. Artinya, mereka percaya kalau alkohol dapat menjadi stimulus dalam sebuah kekacauan.
Hal ini yang terjadi di final Piala Eropa 2020. Dari layar televisi, laga Inggris melawan Italia di Stadion Wembley tampak aman terkendali. Namun, dari luar, kekacauan hampir pecah.
Saat final tiba, tiket menjadi langka dan sangat mahal, bisa mencapai 60-an juta rupiah. Ini yang bikin para penggemar memilih berkumpul di London dan mendekat ke Wembley.
Jauh sebelum kick off dibunyikan, para penggemar Inggris ini sudah berkumpul, meminum alkohol, kemudian merusakan sarana kota. Pemkot London bukannya tak punya inisiatif meredam kekacauan. Mereka justru kaget karena para suporter bisa sebringas ini. Ditambah lagi, mereka tak menyangka kalau banyak suporter yang bertujuan untuk menjebol stadion.
Lagi-lagi, faktor utamanya adalah karena alkohol. Para suporter bergerak liar tak terkendali melakukan hal-hal di luar norma.
Dan jelang final, UEFA memutuskan memindahkan keluarga serta kerabat para pemain ke tribun belakang bangku cadangan. Tujuannya adalah untuk menjaga mereka dari bir yang berterbangan dan benda-benda lain.
Dan orang-orang Eropa masih berpikir kalau Piala Eropa 2024 adalah yang terbaik?