Sejarah Jersey di Sepakbola

Saat berolahraga seperti bermain bola ataupun futsal, seringkali kita menemukan sejumlah jenis kostum yang digunakan para pemain. Ada yang mengenakan jersey player issue tim kebanggaannya, tapi ada juga yang cuma pakai kaus partai kesayangannya.

Saat bermain futsal atau fun football dengan tujuan kesenangan semata, tentu pemilihan kostum ini tak penting-penting amat. Yang penting tubuh bisa berolahraga dan mendapatkan kesenangan dari sana.

Akan tetapi, sejatinya kostum untuk bermain bola atau futsal dirancang sedemikian rupa, untuk memaksimalkan potensi si pemakainya. Tentu, bukan berarti kalau pemain tersebut pakai jersey bagus, dia akan main bagus pula. Karena sejatinya perlengkapan macam jersey atau sepatu, hanya meningkatkan kemampuan pemain; bukan menjadikan pemain yang biasa-biasa saja menjadi seperti Lionel Messi.

Sejarah Jersey Sepakbola

Jersey sepakbola, kalau melihat dari sejarahnya, sudah hadir sejak 1840-an. Tujuan awalnya adalah untuk membedakan satu tim dengan yang lainnya. Kala itu, jersey hanya dibedakan dari warna. Itupun tak sebervariasi seperti sekarang ini. 

Namun, ini belum umum dilakukan. Karena yang melakukannya biasanya mereka yang bertanding di tingkat perguruan tinggi. Orang-orang kebanyakan mengenakan kaus dengan warna berbeda-beda tapi pakai topi atau ikat pinggang dengan warna yang sama.

Baru pada 1870-an, aturan soal kaus dengan satu warna dengan rekan setim diperkenalkan. Perlahan, ketika sepakbola menjadi olahraganya kelas pekerja, jersey tak lagi dibeli oleh pemain, tapi disediakan oleh klub. Sejak itu, warna jersey menjadi warna tak terpisahkan dalam sejarah klub.

Ketika sepakbola menyebar ke Eropa, klub-klub lain juga mengadopsi warna yang sama dengan di UK. Misalnya, Juventus mengadopsi warna hitam strip putih milik Notts County. Lalu, Atletico Independiente dari Argentina, mengadopasi jersey merah setelah menyaksikan pertandingan Nottingham Forest.

Sejumlah aturan diperbaharui, termasuk pada 1909 di mana kiper harus pakai jersey yang berbeda. Kala itu, pilihannya cuma dua, warna scarlet atau royal blue. Ketika warna hijau diperbolehkan jadi opsi pada 1912, mayoritas kiper pun mengenakan jersey hijau.

Bahan jersey saat itu berbahan katun dengan lengan panjang. Secara bobot, jersey di era itu relatif lebih berat ketimbang jersey yang dipakai pesepakbola saat ini. Apalagi kalau hujan, air seolah menyerap ke dalam jersey yang bikin beban menjadi lebih berat lagi.

Setelah warna, pada 1930-an, diperkenalkanlah angka untuk membedakan satu pemain dengan yang lainnya. Pertandingan besar pertama di mana para pemain mengenakan jersey dengan angka adalah final Piala FA 1933 antara Everton dan Manchester City. Namun, saat itu tim harus memilih lewat undian koin, apakah akan mengenakan 1-11 atau 12-22. Standardisasi nomor punggung baru terjadi setelah Perang Dunia II.

Teknologi dalam Jersey

Apparel atau pembuat jersey rutin melakukan riset untuk menghasilkan teknologi yang nantinya diterapkan pada jersey buatannya. Teknologi tersebut diharapkan bisa meningkatkan performa pemain. Utamanya, yang mereka lakukan adalah membuat jerseynya seringan mungkin dan memudahkan aliran udara untuk masuk dan keluar.

Para penggemar biasanya hanya melihat jersey dari warna dan motif yang dikeluarkan apparel. Padahal, teknologi yang digunakan juga tak kalah menarik.

Pada 1950-an, bahan sintetis mulai diperkenalkan. Ini membuat jersey menjadi lebih ringan. Selain itu, jersey lengan pendek mulai populer, dan menjadi penting bila digunakan di tempat yang lebih panas.

Pada 1970-an, setiap kesebelasan sudah memikirkan corak jerseynya sendiri. Leeds United bahkan memproduksi jersey replika yang bahannya berbeda dengan jersey yang digunakan pemain. Di era yang sama, Liga Sepakbola Amerika Utara, NASL, bereksperimen dengan mencetak nama pemain di bagian belakang. Namun, ide ini tak terlalu ditanggapi secara luas kala itu.

Adidas dan Hummel mulai bereksperimen dengan corak pada 1980-an seiring dengan teknologi printing yang kian maju. Di era ini, celana yang digunakan mencapai puncak terpendeknya. Baru pada final Piala FA 1991, Tottenham Hotspur mengenakan celana selutut yang modelnya digunakan sampai saat ini.

Pada 1990-an, teknologi pencetakan kian berkembang, membuat jersey menjadi lebih rumit dengan berbagai motifnya. Sementara saat ini, jersey umumnya menggunakan bahan polyester. Salah satu kegunaannya adalah bahan ini menyerap lebih sedikit air dan menarik kelembapan dalam tubuh, sehingga menjaga para pemain tetap dingin dan kering.

Nike misalnya, mereka mengenalkan teknologi Dri-FIT. Ini adalah teknologi yang membuat keringat tak menempel di tubuh pemain sehingga pemain menjadi lebih nyaman. Ada pula teknologi lubang potong laser yang menciptakan bentuk tubuh pada kain yang dirancang untuk menjaga kontur tubuh. Dikombinasikan pula dengan ventilasi yang memungkinkan sirkulasi udara menjadi lebih baik.

Jadi, kapan mau mulai menggunakan jersey berteknologi?